Rabu, 31 Maret 2021

Roti Marmer Buatan Kampung Roti Klaten

KLATEN - Puluhan emak-emak di Kampung Roti Jograngan Klaten terkejut dengan kedatangan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Senin (29/3). Ganjar yang mengunjungi salah satu toko roti legendaris, Ibu Basuki langsung jadi sasaran foto bersama.

Tak hanya minta foto, emak-emak yang biasa bekerja membuat roti itu langsung mengeluarkan jurus rayuannya. Mereka menawarkan aneka roti kepada Ganjar dan berharap diborong semuanya.

"Ini roti paling laku pak, roti marmer. Orang sini nyebutnya roti tegel. Enak pak, empuk," kata emak-emak itu.

Ganjar sontak terkejut dengan jenis roti yang ditawarkan. Ia pun bertanya, mana jenis roti marmer yang disebutkan.

"Ini lho pak, yang kotak-kotak. Kan kalau dilihat seperti marmer atau tegel lantai rumah," ucap mereka menunjukkan barisan roti berbentuk kotak itu.

Ganjar pun mengeluarkan candaan yang membuat suasana jadi ger-geran. Ia mengatakan mana ada orang yang makan marmer. Pastinya roti itu keras dan tidak enak.


"Marmer kok dipangan (marmer kok dimakan), atos tho (keras pastinya)," canda Ganjar.

Rayuan emak-emak itu berhasil meluluhkan hari Ganjar. Ia yang biasa memborong produk UMKM yang didatanginya, langsung membeli roti-roti itu. Berbagai jenis roti diborongnya, termasuk roti marmer yang membuatnya penasaran.

Ibu Basuki, pemilik toko roti sekaligus penggagas kampung roti mengatakan, awalnya ia membuka usaha roti tahun 1995. Dari awalnya dititipkan di warung-warung, kemudian membuat toko di rumahnya dan membagikan resep roti pada warga sekitar.

"Jadi warga sini banyak yang buat roti. Di tempat saya saja, ada 20 karyawan," katanya.

Ibu Basuki menerangkan, awal pandemi penjualan roti di tempatnya itu menurun drastis. Dalam sehari, biasanya hanya laku satu loyang.

"Kalau sekarang sudah naik jadi 75 persen. Karyawan juga sudah masuk semuanya. Di sini terkenal dengan roti yang enak, ada roti marmer, pisang keju, roti gulung dan lainnya. Roti marmer itu laku keras, karena empuk," jelasnya.

Ibu Basuki sangat senang didatangi Ganjar. Selain membuat semangat ia dan warga sekitar, Ganjar juga memborong berbagai jenis roti yang dijajakan.

"Seneng sekali diborong pak Ganjar. Itu berkah dari Tuhan," ucapnya.

Ganjar sendiri mengapresiasi cara Ibu Basuki dalam menggerakkan ekonomi masyarakat. Dengan keikhlasannya membagikan resep pada warga sekitar, dia berhasil meningkatkan ekonomi warga.

"Ini teryata kampung roti, dan bu Basuki ini aktornya. Beliau membagikan resep pada warga sekitar. Saya tanya apa nggak rugi, jawabannya biar ngrejekeni. Ini khas Indonesia, khas Klaten. Masyarakatnya guyub, suka tolong menolong dan saling mendukung," terangnya.

Ganjar membenarkan cukup kaget dengan jenis roti yang diproduksi. Ada roti marmer atau roti tegel yang dihasilkan.

"Bentuknya menarik, ada roti marmer, roti tegel. Bentuknya macem-macem. Dan ternyata ini diburu banyak orang, meskipun tempatnya di dalam perkampungan, tapi kalau enak pasti dicari. Ini bagian dari pengembangan UMKM dan ekonomi kreatif yang harus didorong," pungkasnya.

Selasa, 30 Maret 2021

BERLAKU 1 APRIL, TES GENOSE C19 BISA UNTUK PENERBANGAN DALAM NEGERI


Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran (SE) No 12/2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019. 

Salah satu poin di SE tersebut, yaitu penggunaan alat deteksi dini Covid-19 GeNose C19 akan diperluas pada seluruh moda transportasi. Tes GeNose C19 sebagai alternatif skrining kesehatan pelaku perjalanan orang dalam negeri dalam masa pandemi. 

“Ruang lingkup Surat Edaran ini adalah protokol kesehatan terhadap Pelaku Perjalanan Dalam Negeri [PPDN] yang menggunakan seluruh moda transportasi untuk seluruh wilayah Indonesia,” ujar Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo seperti dikutip dalam SE No 12/2021, Senin (29/3/2021).

Poin 3 SE No 12/2021 menyebutkan setiap individu yang melaksanakan perjalanan orang dengan kendaraan pribadi maupun umum bertanggung jawab atas kesehatannya masing-masing, serta tunduk dan patuh pada syarat dan ketentuan yang berlaku.


Selanjutnya, pelaku perjalanan transportasi udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3 x 24 jam sebelum keberangkatan atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2 x 24 jam sebelum keberangkatan. 

"[Atau] hasil negatif tes GeNose C19 di bandar udara (bandara) sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia," tulis SE NO 12/2021.

Satgas Covid-19 mengatur syarat tes khusus perjalanan ke Pulau Bali dengan transportasi udara, laut, dan darat, baik pribadi maupun umum. Masyarakat yang ingin berkunjung ke Pulau Dewata wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR atau negatif rapid test antigen yang sampelnya.

Satgas Covid-19 mengatur syarat tes khusus perjalanan ke Pulau Bali dengan transportasi udara, laut, dan darat, baik pribadi maupun umum. Masyarakat yang ingin berkunjung ke Pulau Dewata wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR atau negatif rapid test antigen yang sampelnya.

Sampel tersebut diambil dalam kurun waktu maksimal 2 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau hasil negatif tes GeNose C19 di bandara, pelabuhan, dan terminal sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia. 

Apabila hasil tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 pelaku perjalanan negatif namun menunjukkan gejala, maka pelaku perjalanan tidak boleh melanjutkan perjalanan dan diwajibkan untuk melakukan tes diagnostik RT-PCR dan isolasi mandiri selama waktu tunggu hasil pemeriksaan. 

"Surat Edaran ini berlaku efektif mulai tanggal 1 April 2021 sampai dengan waktu yang ditentukan kemudian sesuai dengan kebutuhan dan/atau dengan perkembangan terakhir di lapangan,” ujar Doni Monardo.

Sumber: https://m.bisnis.com/ekonomi-bisnis/read/20210329/98/1373824/berlaku-1-april-tes-genose-c19-bisa-untuk-penerbangan-dalam-negeri

MUDIK LEBARAN 2021 DILARANG


Larangan mudik Lebaran 2021 berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya untuk pegawai pemerintahan.

Keputusan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy berdasarkan hasil rapat tingkat menteri, Jumat (26/3/2021).

"Ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan. Berlaku untuk seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, karyawan swasta maupun pekerja mandiri dan juga seluruh masyarakat," ujar Muhadjir dalam konfernesi pers secara virtual, usai rapat.


Muhadjir mengatakan, larangan mudik tersebut akan berlaku mulai 6-17 Mei 2021.

Kemudian sebelum dan sesudah waktu tersebut, masyarakat diimbau untuk tidak pergi kemana-mana.

"Larangan mudik akan mulai pada 6-17 Mei 2021. Sebelum dan sesudah waktu tersebut, diimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan atau kegiatan-kegiatan keluar daerah, kecuali betul-betul dalam keadaan mendesak dan perlu," kata dia.

Adapun pemerintah mengambil keputusan untuk melarang mudik Lebaran 2021 mengingat tingginya angka penularan dan kematian akibat Covid-19 setelah beberapa kali libur panjang.

Hal tersebut kerap kali terjadi terutama setelah libur Natal dan Tahun Baru.

Dengan demikian, kata dia, maka salah satu upaya pemerintah yang sedang dilakukan dalam penanganan Covid-19, yakni vaksinasi diharapakan bisa berjalan maksimal.

Sumber: Kompascom

JOKOWI'S ANGELS


Mereka disebut Jokowi's Angels.

Mengenakan setelan blazer hitam dengan celana panjang dilengkapi kaca mata hitam dan earphone khusus mereka berdiri di sekeliling Presiden Jokowi dengan sikap kuda kuda siaga, tidak ubahnya dengan Paspampres -Pasukan Pengawal Presiden - laki laki.

Dibalik kaca mata hitamnya, tidak ada yang tahu ke arah mana mata mereka memandang.
Tapi sekedar tahu saja..

Mereka memakai rompi khusus anti peluru, alat komunikasi dan minimal dua pucuk senjata api dan pisau lempar tersenbunyi ada pada sosok sosok ayu itu. Dan percayalah, mereka mahir mengunakannya...

Mereka amat terlatih.Kemampuan Paspampres perempuan ini tidak perlu diragukan apalagi mereka siap mengorbankan nyawanya jadi tameng bagi yang dikawal. Jadi jangan coba coba membuat gerakan yang mencurigakan.
 
Para Paspampres perempuan ini diambil dari tigai matra TNI.. AD, AL, AU dan merupakan anggota terbaik.

Kemampuan fisiknya diukur dari kemampuan menyelam tanpa alat bantu, berenang hingga jarak 500 meter, berjalan cepat sejauh 1 km dalam hitungan 7 menit, jago menembak, dan bela diri.


Selain kemampuan fisik dan mahir berbahasa Inggris., IQ dan kecerdasan emosional mereka sangat baik. Itu tuntutan persyaratan lain untuk mereka.

Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan untuk membaca situasi.

Misalnya saat situasi kisruh akibat antusiasme masyarakat yang berdesak desakan ingin berfoto atau merangkul yang dikawal, mereka tidak diperkenankan membentak atau melakukan kontak fisik kasar. 

Para Paspampres dituntut harus sigap, tegas, tapi juga lemah lembut. Humanis.

Sikap mereka tentu bisa berbeda dalam berbagai situasi. Contohnya,  ketika pada 25 Apri 2018, di Pelabuhan Tanjung Priok. 

Saat Jokowi memasuki bibir kapal Venus Leader yang akan membawa 400 Xpander ke Filipina bersama tamu khusus, Paspampres perempuan membentuk lingkaran mengelilingi Jokowi. 

Mereka berdlri dengan sikap siaga, memasang wajah serius, mengintimidasi pada sekelilingnya.

Dari sikap mereka jelas sekali terbaca doktrin yang ditanamkan TNI. Siap mati di medan tempur jika ada pertempuran. 

Karena bagi TNI, menjadi Paspampres prinsipnya, “Jadilah tameng peluru bagi Presiden yang sedang dikawal.

(Lolly Lyta)

Kamis, 25 Maret 2021

Konvalesen Monica


Kamis 25 March 2021

ANDA sudah tahu lebih dulu dari saya: di balik plasma konvalesen itu ada seorang wanita istimewa. Namanyi: Theresia Monica Rahardjo.

Dialah orang pertama yang menyusun tata laksana penggunaan plasma konvalesen untuk penderita Covid-19. Bukan saja pertama di Indonesia. Bisa jadi di Asia –bahkan dunia.

Itu dilakukan di bulan April 2020. Berarti belum sampai sebulan Covid resmi masuk Indonesia. Tidak hanya menyusun tata laksananya. Di bulan April itu juga Monica sudah melaksanakan terapi plasma konvalesen. Yakni di salah satu RS swasta di Jakarta. Dasarnya adalah: kedaruratan. Ditambah otonomi pasien untuk memilih obat apa.

Baru empat atau lima bulan kemudian BPOM mengeluarkan rekomendasi untuk terapi pengobatan baru itu.

Pun FDA Amerika Serikat: akhirnya mengeluarkan izin darurat –atas desakan Presiden Donald Trump.

"Saya ini kan ahli anestesi dan konsultan ICU. Cuci plasma itu makanan saya sehari-hari," ujar Dr dr Monica MSc MM, dan sederet gelar lainnya.

Dia tidak berhenti hanya jadi dokter. Monica tetap menjadi ilmuwan –karena dokter itu pada dasarnya memang ilmuwan. Hanya saja keilmuwanan sebagian dokter berhenti di tempat praktik.

Sampai minggu lalu sudah 25.000 bag plasma konvalesen yang didistribusikan oleh PMI ke berbagai rumah sakit. Berarti sudah lebih 12.000 orang yang menerima transfusi konvalesen –salah satunya: saya.

Belum lagi yang tidak lewat PMI. Beberapa rumah sakit kini mempunyai peralatan processing plasma konvalesen sendiri.

"Assalamu'alaikum...," ujar Monica begitu tahu saya yang meneleponnyi. Saya terpana. Begitu fasih pengucapan salam itu. Belajar mengucapkan salam dalam bahasa Arab di mana?

 
"Sejak kecil saya diajarkan untuk fleksibel," ujar Theresia Monica. Itu karena Monica lebih banyak hidup di lingkungan non-Tionghoa.

Sebenarnya Monica lahir di Purwokerto. Tapi ketika masih kecil ayahnyi pindah tugas ke Cirebon. Ayah Monica, Budi Rahardjo, pegawai distributor obat: detailer. Yang profesi itu, kala itu, dikenal memiliki ciri khas yang kuat: berkendaraan Vespa. Tebaklah siapa pun yang naik Vespa kala itu –hampir pasti benar: bahwa orang itu adalah detailer.

Sang ayah juga mengajarkan karakter pada Monica –anak  tunggal Budi Rahardjo. Ketika teman-teman sang ayah beli mobil, ayah Monica tetap naik Vespa. Rumahnya pun sederhana –untuk ukuran seorang detailer. "Rumah kami dekat sawah. Waktu kecil saya sering main di sawah," ujarnyi. "Karena itu waktu kecil warna kulit saya agak dongker," kata Monica.

Monica di pangkuan ayah saat ulang tahun di rumah Cirebon. Terlihat ibu dan teman-teman masa kecil Monica.

Tetangga ayah Monica banyak orang Cirebon asli. Tidak ada yang Tionghoa. Baru di sekolah –SD sampai SMA di Saint Mary Cirebon– Monica punya teman anak-anak Tionghoa.

Ketika belajar menari pun Monica pilih tari Bali. Sampai mau dikirim ke luar negeri. Tapi sang ibu keberatan kalau putri tunggalnya itu pergi.

Sang ibu ingin putrinya itu jadi dokter.

Beberapa meter dari rumah kecilnya adalah rumah tukang becak langganan ibu Monica. Kehidupan Monica menyatu dengan budaya lokal. Bacaan ayahnya pun buku karangan RA Kosasih –cerita-cerita wayang kulit. Monica sampai hafal kisah Pandawa dan Barata Yudha.

Ketika coba saya sapa dengan bahasa Mandarin Monica ampun-ampun: "pakai bahasa Sunda saja", katanya.

Ayah itulah yang menumbuhkan minat baca Monica. "Ayah membolehkan setiap kali ikut ke gereja saya pilih langsung ke perpustakaan. Bukunya bagus-bagus," kata Monica.

Kebiasaan membaca sejak kecil itulah yang membuatnyi cinta ilmu pengetahuan.

Monica tidak puas hanya jadi dokter. Setamat FK Universitas Kristen Maranatha Bandung, Monica kuliah di ITB --ambil master ilmu kimia. Lalu mengambil dua spesialis di Unpad: anestesi dan konsultan ICU.

Pun masih kuliah di dua tempat lagi –untuk mengambil master ilmu manajemen di UPH. Maka Monica bergelar doktor, dokter, MSc, MM, MARS, dan banyak lagi.

Gelar doktornya di Unpad dia raih dengan predikat summa cum laude –dengan disertasi terkait radikal bebas di wanita yang sedang melahirkan.

"Obat bius yang diberikan kepada wanita melahirkan dengan cara caesar itu mengandung antioksidan yang tinggi," kata Monica berdasar hasil penelitian untuk gelar doktornyi itu.

Karena itu pemberian propofol kepada wanita yang akan melahirkan tersebut sekaligus bisa berdampak mengendalikan radikal bebas –yang sangat potensial muncul di ibu yang melahirkan itu. Itu karena propofol mengandung unsur fenol. Fenol itulah antioksidan yang bisa menekan kortisol. Munculnya kortisol bisa disebut sebagai penanda datangnya radikal bebas.

Monica adalah ilmuwan yang terus memikirkan apa yang dia lakukan. Dia juga terus melakukan apa yang dia pikirkan.

Termasuk soal Konvalesen itu. Sebenarnya, ternyata, plasma Konvalesen itu tidak hanya baik untuk penderita Covid. Pun juga untuk orang yang belum terkena Covid. "Tapi kali ini kita fokus saja untuk pengobatan Covid," ujar Monica.

Plasma Konvalesen sendiri, kata Monica, bukan ilmu baru. Plasma itu sudah pula dipakai pada pandemi Flu Spanyol nun di tahun 1918. Lalu dipakai lagi di setiap ada pandemi, seperti Ebola atau MERS.

Di Maranatha, Monica tidak hanya mendapat gelar dokter umum. Tapi juga mendapat suami: Aloysius Suryawan –alumni asrama SMA Santo Yusuf Malang. Dari perkawinan ini lahir anak tunggal. Jadi dokter juga.

Sang ayah sempat tahu ketika Monica mendaftar ke fakultas kedokteran. Sempat tahu juga kalau Monica diterima, meski belum lagi masuk kuliah. Keesokan harinya sang ayah meninggal dunia. Umurnya 56 tahun. Punya penyakit tekanan darah tinggi.

Tinggal ibunda yang menyaksikan putrinya dengan prestasi tingginya. Sang ibu, 86 tahun, kini tinggal bersama Monica di Bandung.

Monica bangga dengan Surabaya: penyumbang plasma Konvalesen tertinggi di Indonesia. Apalagi Sidoarjo, tetangga Surabaya juga di urutan kedua –dengan Jakarta sebagai runner up-nya.

Memahami fenomena Konvalesen ini saya kembali teringat Vaksin Nusantara –topik Disway edisi besok, atau kapan-kapan.

By : Dahlan Iskan.

https://www.disway.id/r/1259/konvalesen-monica#.YFurl2dzkuU

Rabu, 24 Maret 2021

Memahami G30S dan Pembantaian Massal 1965-1967 Dengan Pikiran Jernih

 



Jujur, saya bingung mau menyebut peristiwa ini peristiwa apa namanya. Kalau disebut "Pembersihan PKI", faktanya korban yang "dibersihkan" itu tidak cuma PKI, tapi ada juga dari PNI. Bahkan, ada juga yang cuma sekedar nge-fans sama Bung Karno. Bahkan, ada juga yang cuma sekedar pernah ngisi acara sebagai penyanyi di suatu hajatan pernikahan seorang keluarga simpatisan PKI. Bahkan, ada juga yang cuma karena pernah ikut pentas seni budaya yang diselenggarakan Lekra. Bahkan, ada juga yang cuma karena punya banyak kenalan sama anggota Pemuda Rakjat. Mereka semua secara mudah dituduh PKI. Mereka semua di-PKI-kan oleh para pembantai yang mengaku patriot pembela Pancasila dan NKRI.


Semua ini memang diawali oleh G30S, dan selalu saja kita melihat G30S ini berdasarkan delusi bahwa sejarah itu mengandung dualisme/hitam-putih. Ada baik, ada jahat. Ada pahlawan, ada pengkhianat. Ada perjuangan, ada pemberontakan.

Untuk itu, dalam memahami G30S dan Pembantaian Massal 1965-1967, izinkan ane memberikan 2 (dua) buah analogi. Mohon maaf apabila merk disebutkan dalam analogi, semata-mata untuk memudahkan agan-agan untuk membayangkan analogi tsb.

====================

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Analogi pertama sbb:

Kamu dan aku adalah warga Lamongan. Kamu adalah seorang anggota FPI, sedangkan aku bukan anggota FPI. Tapi kita berdua sama. Kita sama-sama mengagumi figur Habib Rizieq. Kita sama-sama memiliki keyakinan bahwa Islam di tangan Habib Rizieq akan gemilang dan meraih kemenangan. Kita (kamu dan aku) sama-sama menolak pemerintahan Jokowi. Kita sama-sama memiliki keyakinan bahwa Jokowi telah menindas kaum Muslim.

Tiba-tiba, pada tanggal 30 September 2021, terjadi sebuah peristiwa mengejutkan. Presiden Jokowi mati terbunuh oleh 10 menterinya. Kesepuluh menterinya itu mengumumkan bahwa Presiden Jokowi adalah pengkhianat, dan mereka meminta rakyat untuk tenang dan patuh kepada "pemerintah" untuk sementara waktu sampai ada pengganti presiden selanjutnya. Kesepuluh menteri ini juga mengumumkan agar rakyat melakukan mobilisasi mendukung gedung MPR/DPR untuk mendukung aksi "penyelamatan terhadap Negara" ini.

Di hari yang sama, belum sempat rakyat bergerak ke gedung DPR, para menteri ini sudah berhasil diringkus oleh TNI tapi tanpa sepengetahuan rakyat, karena semua media dilarang meliput oleh TNI, untuk menghindari adanya provokasi lebih lanjut. Rakyat jadi bingung, apa yang sebenarnya terjadi.

Tapi, sehari kemudian, larangan itu dicabut. Tidak perlu waktu lama, semua media baik itu Kompas TV, Net TV, dll memberitakan adanya kudeta dari 10 menteri kepada pemerintahan Jokowi. Tapi, media FPI TV justru memberitakan sebaliknya, bahwa 10 menteri tsb telah menyelamatkan Negara dari rezim jahat Jokowi.

Meskipun belum bisa dipastikan kebenarannya, rakyat sudah keburu curiga bahwa FPI yang telah menjadi dalang di balik pembunuhan Presiden Jokowi. TNI juga mengumumkan bahwa Habib Rizieq bergerak di belakang sebagai dalang yang merencanakan pembunuhan Presiden Jokowi. Tidak perlu waktu lama, massa dari berbagai elemen mengadakan aksi massa gabungan menuntut Wapres Ma'ruf Amin untuk melarang FPI. Bahkan, TNI turut melakukan agitasi secara tidak langsung dalam aksi massa, bahwa FPI bermaksud jahat untuk menggulingkan NKRI dan menggantinya dengan Khilafah, namun niat jahat tsb telah gagal karena TNI telah menyelamatkan NKRI. Massa semakin tersulut emosi dan kebenciannya menjadi semakin meluap kepada FPI. "FPI Pengkhianat! Bunuh FPI! Bantai FPI! Ganyang Kadrun!!!, begitulah yel-yel yang disorakkan rakyat.

Tapi karena tidak ada kejelasan dari pemerintah, maka massa mengeruduk markas besar FPI, menghancurkan dan membakar semua kantor-kantor FPI. Tidak cuma itu, mereka juga menciduk seluruh anggota FPI dimanapun mereka berada, langsung dibunuh di tempat. Dan kejadian ini terjadi selama berturut-turut sampai beberapa bulan ke depan secara bertahap dan semakin meluas ke seluruh Jawa. Bahkan, tensinya naik ke tingkat nasional. TNI telah mengumumkan bahwa Habib Rizieq terlibat dalam pembunuhan Presiden Jokowi dan berencana melakukan makar. Rakyat bersama TNI yakin bahwa FPI sedang mengkudeta negara. Begitulah yang setiap hari kita dengar di berita dan medsos.

Suatu hari, sekelompok massa di Lamongan mendatangi dan mengepung ke rumah kamu. Mereka meneriaki "FPI bangshad!!! Keluar kamu, dasar kadrun anjink!!!". Kamu pun takut. Apa salah kamu? Kamu kan bukan pembunuh Presiden Jokowi. Kamu juga bukan orang yang terlibat dalam pembunuhan itu. Bahkan kamu pun juga masih kekeuh gak percaya kalo Habib Rizieq adalah dalang pembunuhan itu dan bermaksud untuk mengadakan makar dan kudeta. Jangankan terlibat, kamu aja gak tahu kalo Habib Rizieq berencana mengkudeta Jokowi. Jangankan tahu. Kamu selama ini ikut pengajian FPI, tidak pernah sekalipun mendengar informasi resmi dari FPI bahwa FPI akan membunuh Presiden Jokowi. Yang kamu bahas selama pengajian hanyalah tentang agama, walaupun ada beberapa kritik terhadap pemerintahan Jokowi, tapi tidak pernah terdengar ada rencana bahwa FPI akan membunuh Presiden Jokowi. Kamu sama sekali gak tahu dengan pembunuhan Presiden Jokowi tsb dan sudah pasti gak terlibat dalam pembunuhan itu.

Tapi massa sudah marah. Mereka mendobrak rumah kamu. Harta kamu dijarah. Kamu bersama istri dan anak kamu diciduk paksa oleh massa. Rumah kamu kemudian dibakar massa. Kamu diarak ke sebuah lapangan. Di sana kamu lihat ada banyak prajurit TNI, tapi mereka diam saja. Kamu ditelanjangi. Istri kamu juga. Anak kamu juga. Massa berteriak: "Hei kadrun pengkhianat! Gue matiin lu!". Istri dan anak kamu berteriak minta tolong, tapi sudah pasti gak ada yang nolongin. Istri kamu langsung dipancung di lapangan. Anak kamu dibawa sekelompok massa ke suatu tempat yang kamu tidak tahu. Kamu pun kemudian dibunuh di situ.

Aku juga bernasib sama seperti kamu. Padahal aku bukan anggota FPI. Aku hanya kagum sama Habib Rizieq. Di rumahku pun ada foto sang Habib yang kupajang di ruang tamu. Tiba-tiba massa datang dan mengepung. Sama seperti kamu, aku dan istriku diciduk paksa oleh massa. Untungnya, anakku sedang berada di rumah neneknya di Kediri. Istriku dibawa ke lapangan, sementara aku dibawa ke sebuah sekolah. Di sana aku kaget melihat anakmu sedang diperkosa. Aku juga lihat banyak mayat dikumpulin di sana. Aku jadi khawatir sama anak aku. Aku yakin kamu sudah dibunuh, dan aku yakin aku akan segera dibunuh. Tapi massa membawaku kepada pak Lurah, di kanan kirinya ada prajurit TNI. Aku diinterogasi. Aku ditanya apakah FPI atau bukan. Aku pun menjawab bukan. Mereka tidak menemukan kartu anggota FPI ku, karena memang aku bukan anggota FPI. Tapi, aku gak bisa mengelak ketika ditanya: "Kamu bersimpati kan sama Habib Rizieq? Kamu simpatisan FPI kan?". Aku menjawab tidak, tapi massa membawa foto-foto sang Habib yang kupajang di rumah. Mereka juga membongkar isi rumahku dan menemukan beberapa keping rekaman ceramah Ustadz Abdul Somad, pengajian Majelis Rasulullah, dan tentu saja mereka memeriksa HP ku dan menemukan banyak sekali video rekaman ceramah Ustadz Abdul Somad. Pak Lurah bertanya: "Kalo bukan FPI, kenapa banyak ceramah Abdul Somad?". Lalu kujawab: "Ustadz Abdul Somad kan juga bukan FPI, pak!". Tapi prajurit TNI menyela: "Tapi dia sahabat dekat Habib Rizieq, dia itu kadrun! Kamu juga kadrun! Kamu pengen mengganti Pancasila dengan Khilafah radikalmu itu!". Aku berusaha mengelak lagi, tapi aku diancam dibunuh, istriku yang sedang berada di lapangan juga diancam mau dibunuh.

"Aku tidak terlibat dalam pembunuhan Presiden Jokowi!

Aku juga tidak tahu akan ada pembunuhan Presiden Jokowi!

Aku juga bukan FPI! Aku cuma kagum sama Habib Rizieq!"


Begitulah jeritanku di dalam hati. Tapi apa daya, kesaksianku tidak ada gunanya. Mereka memang sengaja pengen membersihkan semua lawan politik Jokowi. Akhirnya aku dibawa ke sebuah pulau bernama pulau Buru dan sekaligus menyandang status sebagai tapol.


Dari analogi di atas, siapa yang jahat?
1. Kamu?
2. Aku?
3. Habib Rizieq?
4. FPI?
5. Jokowi?
6. Rakyat?
7. TNI?

Susah menjawabnya siapa yang jahat, tapi jawaban yang pasti adalah kamu dan aku tidak jahat dan tidak punya maksud jahat, dan setiap aksi main hakim adalah jahat, apapun alasan dan sangkaannya.

Lalu pertanyaan selanjutnya, apakah rakyat dan TNI boleh membunuhi anggota FPI dan kadrun hanya karena peristiwa ini?

Jawabannya, atas nama kemanusiaan dan dasar Pancasila Sila Kedua: "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab", maka tentu saja tidak boleh!

Biar ane gak dituduh kadrun, sekarang ane kasih analogi lainnya sbb:

Kamu dan aku tinggal di Magelang. Kamu dan aku bukan simpatisan partai manapun. Tapi kita berdua sama. Kita bersimpati pada Presiden Jokowi. Kita percaya bahwa Indonesia akan maju di bawah pemerintahan Jokowi. Kita juga percaya bahwa Jokowi dapat melindungi minoritas.

Tiba-tiba, pada tanggal 30 September 2021, terjadi peristiwa mengejutkan. Sejumlah perwira TNI dibunuh oleh sekelompok gerakan yang menamai dirinya "Gerakan Menyelamatkan Indonesia" (GMI). GMI mengumumkan lewat TVRI bahwa para perwira TNI ini adalah kadrun yang ingin mengkudeta Jokowi dan mendirikan Khilafah. Mereka menyatakan bahwa GMI telah menyelamatkan Presiden Jokowi dan NKRI dari kudeta tsb. GMI juga meminta rakyat agar patuh pada mereka sementara mereka akan melakukan pembersihan "para menteri kadrun" yang ada dalam Kabinet Kerja Jokowi. Tidak lama setelah itu, TNI mengeluarkan larangan untuk meliput berita apapun tentang pembunuhan para perwira TNI ini untuk mencegah adanya provokasi. Rakyat bingung apa yang sebenarnya terjadi. Namanya juga rakyat, ya kita ikutin aja perkembangan selanjutnya.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Sehari kemudian, larangan itu dicabut. Semua media, mulai dari TV One sampai Indosiar memberitakan bahwa GMI telah melakukan kudeta militer untuk menjatuhkan Presiden Jokowi. Tapi, cuma Metro TV yang memberitakan sebaliknya, bahwa GMI telah menyelamatkan Presiden Jokowi dan NKRI dari kadrun. Karena rakyat tahu bahwa Metro TV adalah media sayap kanan pendukung koalisi PDIP-Golkar-Gerindra, maka tersiar isu bahwa partai koalisi terlibat sebagai dalang di balik GMI ini. Isu ini pada intinya adalah bahwa para partai koalisi berusaha memfitnah Islam sebagai penjahat yang ingin merubah Pancasila menjadi Khilafah. Rakyat pun jadi marah sama partai koalisi.

Meskipun belum bisa dipastikan kebenarannya, rakyat sudah keburu marah sama koalisi. TNI juga yakin bahwa partai koalisi bergerak di belakang sebagai dalang pembunuhan para perwira TNI tsb. Tidak perlu waktu lama, massa dari berbagai elemen mengadakan aksi massa gabungan menuntut Presiden Jokowi untuk membubarkan partai koalisi. Bahkan, TNI turut melakukan agitasi secara tidak langsung dalam aksi massa, bahwa partai koalisi bermaksud jahat untuk menghancurkan Islam dan mengganti Indonesia menjadi negara yang anti-Islam, liberal, dan sekuler. Namun niat jahat tsb telah gagal karena TNI telah menyelamatkan Islam dan NKRI dari provokasi anti-Islam. Massa semakin tersulut emosi dan kebenciannya menjadi semakin meluap kepada partai koalisi. "Partai Koalisi adalah Kafir! Munafiq! Musuh Islam! Pengkhianat Negara dan Pancasila! Bantai PDIP! Bantai Golkar! Bantai Gerindra! Ganyang anti-Islam! Tegakkan syari'at! Turunkan Jokowi!!", begitulah yel-yel yang disorakkan rakyat.

Tapi karena tidak ada kejelasan dari Presiden Jokowi, maka massa mengeruduk kantor-kantor DPP dan DPW PDIP, Golkar, Gerindra, Hanura, dll. Massa menghancurkan dan membakar semua kantor-kantor tsb. Tidak cuma itu, mereka juga menciduk seluruh kader partai koalisi dimanapun mereka berada, langsung dibunuh di tempat. Mereka juga menduduki gedung MPR/DPR, meskipun gedung tsb sudah kosong dan para anggota dewan telah mengevakuasi diri. Dan kejadian ini terjadi selama berturut-turut sampai beberapa bulan ke depan secara bertahap dan semakin meluas ke seluruh Jawa. Bahkan, tensinya naik ke tingkat nasional. TNI telah mengumumkan bahwa Megawati dan Prabowo terlibat dalam pembunuhan terhadap para perwira TNI dan berencana melakukan makar. Rakyat bersama TNI yakin bahwa partai koalisi sedang mengkudeta Negara karena ingin mengendalikan Jokowi sepenuhnya. Begitulah yang setiap hari kita dengar di berita dan medsos.

Suatu hari, sekelompok massa mendatangi dan mengepung ke rumah kamu. Mereka meneriaki "Cebong bangshad!!! Keluar kamu, anjink!!!". Kamu pun takut. Apa salah kamu? Kamu kan bukan pembunuh para perwira TNI. Kamu juga bukan orang yang terlibat dalam GMI. Bahkan kamu pun juga masih kekeuh gak percaya kalo partai koalisi bermaksud untuk mengadakan makar menjatuhkan Islam. Kamu juga seorang Muslim, hanya saja kamu yakin bahwa pembunuhan para perwira TNI yang "kadrun" oleh GMI itu bukan berarti anti-Islam. Tapi yang jelas kan kamu tidak terlibat dengan GMI. Jangankan terlibat, kamu aja masih gak bisa bayangin dimana letak kesamaannya antara anti-kadrun dengan anti-Islam.

Tapi massa sudah marah. Mereka mendobrak rumah kamu. Harta kamu dijarah. Kamu bersama istri dan anak kamu diciduk paksa oleh massa. Rumah kamu kemudian dibakar massa. Kamu diarak ke sebuah lapangan. Di sana kamu lihat ada banyak prajurit TNI, tapi mereka diam saja. Kamu ditelanjangi. Istri kamu juga. Anak kamu juga. Massa berteriak: "Hei cebong pengkhianat! Gue matiin lu!". Istri dan anak kamu berteriak minta tolong, tapi gak ada yang mau nolongin. Istri kamu langsung dipancung di tempat. Anak kamu dibawa sekelompok massa ke suatu tempat yang kamu tidak tahu. Kamu pun kemudian dibunuh di situ.

Aku juga bernasib sama seperti kamu. Padahal aku bukan kader partai koalisi. Aku hanya simpatisan Presiden Jokowi yang kagum dengan visi-misi Presiden. Di rumahku pun ada foto sang Presiden yang kupajang di ruang tamu. Tiba-tiba massa datang dan mengepung. Sama seperti kamu, aku dan istriku diciduk paksa oleh massa. Untungnya, anakku sedang berada di rumah neneknya di Klaten. Istriku dibawa ke lapangan, sementara aku dibawa ke sebuah kantor dinas. Di sana aku kaget melihat anakmu sedang diperkosa. Aku juga lihat banyak mayat dikumpulin di sana. Aku jadi khawatir sama anak aku. Aku yakin kamu sudah dibunuh, dan aku yakin aku akan segera dibunuh. Tapi massa membawaku kepada pak Lurah, di kanan kirinya ada prajurit TNI. Aku diinterogasi. Aku ditanya apakah kader PDIP atau bukan, Golkar atau bukan, ikut salah satu partainya "cebong" atau nggak, dan aku juga ditanya apakah aku anti-Islam atau nggak. Aku pun menjawab bukan dan nggak. Mereka tidak menemukan kartu anggota partai koalisi ku, karena memang aku bukan anggota partai koalisi. Mereka menemukan KTP ku dan di situ tertulis jelas kalo aku Muslim, bukan anti-Islam. Tapi, aku gak bisa mengelak ketika ditanya: "Kamu simpatisan Presiden Jokowi kan? Berarti kamu ini cebong anti-Islam yang mendukung GMI dan partai koalisi dong?". Aku menjawab tidak, tapi massa membawa foto-foto sang Presiden yang kupajang di rumah. Mereka juga membongkar isi rumahku dan menemukan beberapa buku tentang anti-Khilafah, dan tentu saja mereka memeriksa HP ku dan menemukan aku men-subscribe channel Cokro TV dan Agama Akal TV, dua channel pendukung Jokowi. Pak Lurah bertanya: "Kalo bukan cebong, bukan anti-Islam, kenapa punya buku anti-Khilafah?". Lalu kujawab: "Anti-Khilafah kan bukan berarti anti-Islam, pak! Dan bukan berarti saya cebong". Tapi prajurit TNI menyela: "Tapi para perwira TNI yang dibunuh itu adalah para Muslim yang dibunuh cebong, sedangkan kamu itu pasti cebong! Kamu pengen Indonesia jadi anti-Islam, kan!". Aku berusaha mengelak lagi, tapi aku diancam dibunuh, istriku yang sedang berada di lapangan juga diancam mau dibunuh.

"Aku tidak terlibat dalam GMI!

Aku juga tidak tahu akan ada pembunuhan terhadap para perwira TNI yang kadrun itu!

Aku juga bukan kader partai manapun! Aku cuma kagum sama Jokowi!"


Begitulah jeritanku di dalam hati. Tapi apa daya, kesaksianku tidak ada gunanya. Mereka memang sengaja pengen membersihkan cebong. Akhirnya aku dibawa ke sebuah pulau bernama pulau Buru dan sekaligus menyandang status sebagai tapol.


Dari analogi di atas, siapa yang jahat?
1. Kamu?
2. Aku?
3. PDIP?
4. Golkar?
5. Gerindra?
6. Partai Koalisi MPR/DPR?
7. Jokowi?
8. Rakyat?
9. TNI?

Sama seperti analogi pertama, pasti susah menjawabnya siapa yang jahat, tapi jawaban yang pasti adalah kamu dan aku tidak jahat dan tidak punya maksud jahat, dan setiap aksi main hakim adalah jahat, apapun alasan dan sangkaannya.

Lalu pertanyaan selanjutnya, apakah rakyat dan TNI boleh membunuhi simpatisan Partai PDIP-Golkar-Gerindra dan cebong hanya karena peristiwa ini?

Jawabannya, atas nama kemanusiaan dan dasar Pancasila Sila Kedua: "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab", maka tentu saja tidak boleh!

====================

Ringkasan Sejarah G30S

Berangkat dari kedua analogi di atas, beginilah cara memahami apa yang terjadi di tahun 1965-1967. Saya coba ringkas sejarahnya.

Dalang G30S adalah:
  1. Oknum agen ganda PKI-AD (Sjam alias Kamaruzaman alias Djimin alias Tjugito).
  2. Oknum agen PKI (Soepono Marsudidjojo alias Pono).
  3. Oknum perwira AURI / skrg TNI-AU (Mayor Udara Soejono).
  4. Oknum perwira AD / skrg TNI-AD (Letkol. Untung Sutopo bin Sjamsuri dan Kol. Abdul Latief).


Dalang tunggal G30S tidak ada, yang sekalipun ada, maka dalang tsb adalah Sjam. tapi Sjam bukan seorang yang jenius merancang gerakan ini. dia memanfaatkan kinerja intel ganda antara dirinya dengan Aidit di satu sisi, dan dirinya dengan para perwira muda AD di sisi lain. gerakan ini pada awalnya adalah inisiatif perwira muda AD (TNI-AD) yang kemudian membuat sejumlah elit pimpinan PKI dan sejumlah elit pimpinan AURI (TNI-AU) untuk ikut serta dalam G-30-S. tidak ada dalang tunggal, sebab gerakan ini tidak memiliki koordinasi yang baik, banyak miskomunikasi di antara para pesertanya, dan tidak memiliki perencanaan yang matang. jika dalangnya itu ada, maka seharusnya gerakan ini paling tidak akan sulit ditumpas dan akan menunjukkan perlawanan militer. lagian logika dasar aja, kalo elit pimpinan PKI adalah dalang G30S, kok para perwira dan prajurit G30S mau-maunya nurut di bawah komando sipil? dalam "prosedur" kudeta militer di belahan dunia manapun, militer gak akan mau tunduk sama sipil untuk melancarkan kudeta. karena, pertama, pasti militer akan mewaspadai kekuasaan mutlak baru sipil setelah memenangkan kudeta. ibaratnya, gw yang beraksi militer, kok lo yang akhirnya duduk manis di atas setelah gw menangin aksi militernya? kedua, sipil gak ngerti dunia kemiliteran, gak ngerti strategi dan taktik, gak paham urusan logistik, gak punya pangkat yang menjamin rantai komando mereka, dan gak punya mental dan insting perang. faktanya, gerakan ini tidak terencana dengan baik, tidak ada plan A, B, C, dstnya, utak-atik gathuk dan serampangan, banyak debat kusir antara 5 pimpinan inti G30S (Sjam, Pono, Mayor (U) Soejono, Kol. Latief, dan Letkol. Untung). pun Sjam akhirnya ambil aksi sepihak di siang harinya sehingga membuat publik yg paginya "percaya" sama G30S menjadi curiga. bahkan hingga di saat-saat terakhir, para pimpinan inti ini makin gak jelas arahnya mau kemana. Yon 454 pun kocar-kacir, Yon 540 gabung ke Kostrad, AURI dikepung RPKAD, Aidit malah diterbangin ke Yogya, Marsekal Omar Dani malah diterbangin ke Semarang. sempat ada miskom antara Mayjen. Pranoto yg diangkat Presiden jadi Menpangad sementara, dikira jebakan sama Mayjen. Soeharto yg sudah mengangkat dirinya sendiri (caretaker) Menpangad, dia melarang Pranoto ke Halim, dan menolak memenuhi panggilan Presiden. Marsekal Omar Dani pun merasa Kostrad telah membangkang dan berniat ngebom udara Kostrad. pokoknya, banyak alur fakta yang aneh, yang sebenarnya keanehan ini mencerminkan betapa sembarangan dan amatirannya gerakan ini.

PKI sebagai organisasi/lembaga bukan sebagai dalang G30S, sebagaimana AURI sebagai organisasi/lembaga juga bukan sebagai dalang G30S, karena rencana G30S hanya dilakukan secara tersembunyi tanpa sepengetahuan masing-masing organisasi. Maksudnya tersembunyi adalah bahwa hanya pimpinan inti saja yang tahu tujuan akhir G30S, tidak pernah dibahas secara resmi dan detail melalui organisasi. Semua dilakukan di belakang dan tersembunyi.

PKI sebagai organisasi tidak terlibat, sebagaimana AURI sebagai organisasi juga tidak terlibat, karena G30S direncanakan secara kilat dan tersembunyi, tanpa melibatkan banyak orang, dan tanpa sepengetahuan organisasi masing-masing. justru yang benar adalah mereka yang terlibat ini berharap jika G30S berhasil, maka mereka dapat "menyatukan" semua unsur politik menjadi loyalis Soekarno. dan mereka memang berharap dapat lebih mudah menyetir Soekarno apabila tidak ada gangguan/infiltrasi dari perwira petinggu AD yang kurang loyal.

PKI secara organisasi memang mendukung G30S, tapi dukungan bukan berarti merancang. dukungan resmi organisasi tsb baru keluar di tanggal 2 Oktober 1965 melalui Harian Rakjat. pada tanggal tsb, G30S sudah ditumpas (kecuali di Jawa Tengah). dukungan tsb dikeluarkan setelah G30S ditumpas, sebenarnya sudah membuktikan bahwa PKI secara lembaga dan seluruh kader yang mengikatkan dirinya pada AD/ART PKI, tidak tahu menahu tentang G30S. pada saat dukungan itu dikeluarkan, PKI mengira G30S masih belum ditumpas alias berhasil.

Nah, isu palsu "Dewan Djenderal" yang ingin mengkudeta Soekarno tanggal 5 Oktober 1965 inilah yang menjadi penyebab khusus diadakannya G30S. Isu ini mungkin berasal dari Sjam Kamaruzzaman (Biro Chusus PKI). Dan isu ini berhasil membuat D.N. Aidit dan beberapa elit PKI percaya. Tapi, tidak semua elit PKI percaya, di antaranya Sudisman yang tidak percaya isu "Dewan Djendral" akan mengkudeta Soekarno (menariknya, Sudisman dalam pledoinya Uraian Tanggung-Djawab dan edaran Otokritik CC PKI tahun 1966 menuding "NATO" - Nasution-Harto lah yang pada akhirnya telah mengkudeta Soekarno).

Isu "Dewan Djendral" ini juga berhasil membuat Brigjen. Soepardjo bersama segelintir elit TNI AD percaya. Dan inilah yang jarang diketahui publik, bahwa tampaknya dialah yang sangat ambisius dalam menyukseskan G30S. Dia adalah brigadir jenderal, dia adalah perwira TNI AD. Memang benar dia bersimpati dengan PKI, itu karena dia percaya dengan isu "Dewan Djendral". Dan dia melihat bahwa PKI adalah sekutu terbaik untuk menggagalkan "kudeta" yang akan dilancarkan "Dewan Djendral".

Dalam kesaksiannya di Mahmillub, Brigjen. Soepardjo, Mayor Bambang Soepeno, dan Njono sebenarnya ragu dengan G30S, bahkan Aidit sendiri sempat sangsi G30S bisa mencegah kudeta "Dewan Djendral" karena ketidakjelasan langkah selanjutnya jika G30S gagal/berhasil. Namun, Sjam meyakinkan di setiap rapat rahasia rencana pelaksanaan G30S, bahwa apabila ada yang ragu jika G30S berhasil, maka jawab aja: "Ja, Bung, kalau mau revolusi banyak jang mundur, tetapi kalau sudah menang, banjak jang mau ikut", yang penting adalah propaganda kepada rakyat setelah G30S, maka dengan sendirinya rakyat akan mendukung G30S. Dengan cara itulah, dia sebagai perwira menjadi yakin bahwa satu-satunya jalan untuk mencegah "Dewan Djendral" untuk mengkudeta adalah G30S. Semboyannya: "Apa boleh buat, kita tidak bisa mundur lagi!", karena tanggal 5 Oktober itu semakin dekat.

Bahkan, isu palsu "Dewan Djendral" ini juga berhasil membuat Soekarno percaya. Soekarno sebenarnya telah memanggil para perwira yang difitnah sebagai "Dewan Djenderal" itu, dan para perwira tsb telah menanggapi dengan tegas bahwa tidak ada yang namanya "Dewan Djendral" yang loyal kepada Amerika Serikat. Sebaliknya, para perwira yang difitnah ini menjawab bahwa yang ada adalah Wandjakti yang berhubungan dengan kepangkatan dan pengawasan profesi. Namun, karena tidak ada tindak lanjut lagi setelah itu, sehingga elit-elit itu menjadi semakin was-was dengan isu "Dewan Djendral" ini, sehingga mereka merencanakan G30S untuk tujuan mencegah terjadinya kudeta "Dewan Djendral". Tujuan akhirnya adalah menyatukan TNI-AD dengan PKI dengan harapan dapat dengan mudah mengendalikan Soekarno.

Adapun mereka yang terlibat G30S sebagai "pemain figuran" hanya melaksanakan tugas sesuai perintah, dan itu pun mereka tidak tahu apa sebenarnya tujuan akhir G30S. mereka ini juga korban agitasi dari para elit tadi, yang terdiri dari sebagian kecil militer Resimen Tjakrabirawa, Yon 434 dan Yon 530, sebagian kecil perwira tinggi dan prajurit AURI di Halim, dan sebagian kecil massa sipil dari Pemuda Rakjat dan Gerwani di Lubang Buaya yang kebetulan sedang ikut program diklat kemiliteran yang diselenggarakan AURI. bahkan, massa sipil itu tidak dimobilisasi untuk turun ke jalanan, mereka direkrut melalui agitasi, tanpa mereka tahu tujuan asli G30S. Namun demikian, apapun alasannya, dalam sudut hukum positif, mereka semua tetap bersalah.

dan di mata hukum yang menjunjung keadilan dan azas praduga tak bersalah, seharusnya delik perkara suatu pidana yang apabila terbukti dilakukan oleh oknum, maka baginya berlaku hukumnya. ini bukan perdata yang bisa diterapkan hoofdelijk (tanggung-renteng). dengan kata lain, kalo menjunjung keadilan dan azas praduga tak bersalah, maka seharusnya yang dihukum adalah mereka yang benar-benar terlibat sebagai dalang dan pelaku, bukannya malah ditanggung-rentengkan ke seluruh kader PKI, apalagi simpatisan yang gak tahu apa-apa.

Ringkasan Sejarah Pembantaian Massal 1965-1967 (Berdasarkan Putusan IPT 65)

Nah, masih dengan kedua analogi di atas sebelumnya, ini bagian yang terpenting, yaitu pasca G30S. Dan bagian ini jarang sekali dibahas di ruang publik. Setelah RPKAD di bawah komando Soeharto berhasil membuat "insyaf" para prajurit yang sempat terpropaganda G30S oleh Letkol. Untung dalam RRI, maka Soeharto berusaha membantu massa yang anti-PKI untuk memobilisasi "pembersihan".

Episode pembersihan itu, atau yang disebut Pembantaian Massal 1965-1967, harus dipisahkan dari episode G30S, karena pembersihan ini bertujuan untuk mengarahkan PKI secara organisasi sebagai dalang G30S. Tujuan akhir dari pembersihan ini adalah melanggengkan kekuasaan Orde Baru.

Berdasarkan putusan dan rekomendasi IPT 65 tahun 2015, terungkap fakta sbb:

  1. Korban 1965-1967 adalah orang-orang yang tidak terlibat sama sekali dengan G30S.
  2. Korban 1965-1967 terdiri dari:
    • Kader PKI.
    • Simpatisan PKI.
    • Para anggota ormas yang berafiliasi dengan PKI (Pemuda Rakjat, Sobsi, Gerwani, Lekra, dll).
    • Kader PNI.
    • Simpatisan PNI.
    • Dan yang paling parah: korban "asal main tuduh" sebagai PKI.



  1. Korban "asal main tuduh" PKI ini skenarionya begini:
    • Ada yang cuma karena nge-fans sama Soekarno, lalu dituduh PKI.
    • Ada yang cuma karena pernah nanggep karawitan di sebuah hajatan pernikahan salah seorang keluarga simpatisan PKI, lalu dituduh PKI.
    • Ada yang cuma karena sering ngisi acara sebagai penyanyi di berbagai event yang diadakan PKI, atau Lekra, atau Pemuda Rakjat, lalu dituduh PKI.
    • Ada yang cuma karena pernah ikut sebuah acara sosialisasi yang diadakan Gerwani, lalu dituduh PKI.
    • Ada yang cuma karena punya banyak kenalan di Pemuda Rakjat, meskipun dia sendiri bukan anggota Pemuda Rakjat, lalu tetap dituduh PKI.
    • Ada yang cuma karena terdaftar ikut kursus seni/budaya yang diadakan Lekra, lalu dituduh PKI.
    • Ada yang cuma karena sedang kuliah di luar negeri karena beasiswa dari pemerintah Orde Lama, namun karena tidak setuju dengan pemerintahan Orde Baru, lalu dituduh PKI.
    • Bahkan ada juga yang sedang bertani di sawah, lalu dia melihat truk-truk barak yang sedang diisi banyak orang, tapi dia tidak tahu bahwa mereka sedang "diciduk", kemudian dia pun mengejar truk tsb karena mengira mereka rame-rame berombongan akan nonton pagelaran wayang, akhirnya truk pun berhenti dan mengangkut dia, dan dia pun dibawa ke pulau Buru.
    • Dstnya.

  1. Para korban 1965-1967 ini mengalami pembunuhan dan pembantaian. Jumlah korbannya tidak pasti karena belum ada penelitian khusus dan obyektif terkait pembantaian massal ini, tapi jumlah minimalnya adalah 500.000 korban jiwa, tapi diduga lebih. Selain pembunuhan dan pembantaian, juga ada persekusi seperti penangkapan, penyiksaan, pemerkosaan, penghinaan, intimidasi, dan tentunya jadi tapol dan dibuang ke pulau Buru, tanpa pengadilan. Termasuk beberapa orang yang sedang kuliah di luar negeri tsb, mereka dicekal untuk pulang ke Indonesia.
  2. Skenario umum pembantaiannya begini:
    • Di banyak daerah sebenarnya tidak ada gejolak apapun, namun RPKAD datang dan dengan sengaja melakukan agitasi dan propaganda "membersihkan" sisa-sisa G30S, sehingga menyulut emosi massa di daerah itu, dan mereka sendiri lah yang melakukan pembantaian. Dan kebanyakan korban yang diincar adalah seperti yang disebutkan di atas.
    • Hanya di beberapa daerah saja, pembantaian telah terjadi sebelum RPKAD datang, namun kedatangan RPKAD bukannya mengamankan para korban yang sedang dipersekusi oleh massa, malah membiarkan massa membantai mereka.

  1. Dengan demikian, Soeharto dan RPKAD lah yang bertanggungjawab terhadap pembantaian 1965-1967. Bahkan, patut diduga, Soeharto adalah dalang Pembantaian Massal 1965-1967. Dan karena ini sering tercampur-campur dengan isu dalang G30S, maka biar kuulangi lagi. Soeharto bukan dalang G30S, tapi dia dalang Pembantaian Massal 1965-1967 terhadap simpatisan PKI dan "tertuduh" PKI. Mungkin Soeharto bukan dalang tunggal pembantaian ini, tapi dia jelas adalah dalang pembantaian ini, sehingga penelitian terhadap pembantaian ini seharusnya didorong untuk mengungkapkan siapa dalang sebenarnya.
  2. Rekonsiliasi diadakan dengan menulis ulang sejarah ini untuk tujuan agar tidak ada lagi:
    • Main asal tuduh PKI hanya karena berbeda pendapat politik, terlebih karena budaya kolektif kita adalah sering asal tuduh, bahkan untuk di zaman sekarang, banyak dari kita main asal tuduh kadrun/cebong berniat menghancurkan Indonesia.
    • Stigmatisasi atau nge-"cap" PKI dan/atau komunis kepada korban yang survive, serta nge-"cap" PKI bagi kita yang ingin agar kasus pelanggaran HAM ini dikupas tuntas.
    • Dan tetap tidak bermaksud mengubah larangan bagi PKI untuk bangkit, karena organisasi yang sudah dilarang memang tidak bisa lagi dicabut, dan kita tahu tidak cuma PKI kan. HTI juga dilarang, tapi kita tidak boleh mempersekusi mereka yang berakibat pada kekerasan terhadap simpatisan HTI.


  1. Sangat disayangkan ketika banyak loyalis Orba yang mengklaim Soeharto dan RPKAD tidak bertanggungjawab karena pembantaian itu adalah respon alami gejolak sosial yang diakibatkan G30S. Padahal, jika itu memang respon alami dan Soeharto (setidaknya terhitung sejak Supersemar 1966) memang berniat lurus menyelamatkan Indonesia, seharusnya dia melakukan:
    • Upaya pencegahan terhadap aksi main hakim oleh massa dengan cara tidak menambah provokasi sentimen anti-PKI yang sudah sangat tinggi tensinya.
    • Amankan sejumlah anggota PKI yang dipersekusi massa untuk dibawa ke lembaga rehabilitasi untuk diberikan pembinaan Pancasila dan anti-komunisme.
    • Dengan begitu maka tercipta rasa aman bagi anggota eks-PKI yang tidak terlibat G30S serta rasa aman bagi mereka yang dituduh PKI padahal bukan.

  2. Sayangnya, Soeharto tidak melakukan itu, sehingga benarlah bahwa Soeharto dan RPKAD memang sengaja mendalangi pembantaian 1965-1967 dan itu bukan respon alami.


Untuk putusan dan rekomendasi persidangan IPT 65, dapat ditonton langsung di video di bawah ini:



IPT 65 yang diadakan tahun 2015 BUKAN pengadilan pidana HAM yang diadakan oleh pemerintah Belanda, BUKAN juga yang diadakan oleh Lembaga Amnesti Internasional. IPT 65 adalah Tribunal Court yang diselenggarakan oleh aktifis HAM, yang melibatkan advokat hukum, tim ahli sejarah, dan para saksi sejarah. Sifat pengadilan itu adalah memberi rekomendasi, bukan memberi hukuman/sanksi. Rekomendasi tsb diserahkan kepada pemerintah Indonesia, dan selanjutnya terserah apakah Indonesia mau mengikuti rekomendasinya atau tidak.

Selasa, 23 Maret 2021

Macan ABlinken


Senin 22 March 2021

APA yang terjadi? Ketika Tiongkok dan Amerika bertemu lagi secara langsung? Setelah Joe Biden menggantikan Donald Trump?

Pertama-tama seperti adegan sandiwara. Menteri luar negeri Amerika Anthony John Blinken bicara ''tembak langsung''. Tokoh berpembawaan halus ini langsung mengecam Tiongkok di banyak sektor: penghancur demokrasi di Hong Kong, melanggar hak asasi manusia di Xinjiang, dan membuat ketegangan di Taiwan dan Laut China Selatan.

Blinken berumur 58 tahun. Darahnya Yahudi –dari leluhurnya di Rumania. Hobinya main musik. Lihatlah di YouTube: ABlinken. Ia posting lagu berjudul Lip Service. Pendidikan sosialnya di Harvard University. Ilmu hukumnya dari Columbia University.

Di pembukaan pertemuan dengan delegasi Tiongkok itu Blinken tahu: waktu yang diberikan padanya hanya 2 menit. Maka ia mengabaikan basa-basi diplomasi. Itu pun waktu 2 menit tidak cukup –molor sedikit.

Sementara itu Yang Jiechi, ketua delegasi Tiongkok, juga tahu: ia harus membalas kecaman itu. Tapi waktu yang diberikan padanya juga hanya dua menit –sesuai dengan protokol yang sudah disepakati.

Tapi Mr Yang seperti emosi. Kata-kata pembukaan dari Blinken itu ia nilai terlalu menyerang Tiongkok. Mr Yang menganggap Blinken telah mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok.

Waktu dua menit pun lewat. Lima menit lewat. Sepuluh menit lewat. Mendekati 20 menit barulah Mr Yang selesai membalas serangan Blinken.

Begitulah gambaran pembukaan acara dialog Amerika-Tiongkok Kamis-Jumat lalu. Lokasinya di Alaska –di kota Anchorage.


Para pengamat menilai adegan pembukaan yang saling serang seperti itu diperlukan. Untuk konsumsi dalam negeri masing-masing. Blinken perlu menunjukkan sikap keras karena tidak ingin pemerintahan Biden dibilang lemah –dibanding Trump.

 
Mr Yang sendiri juga harus terlihat keras di mata rakyat Tiongkok.

Tapi pidato 20 menit itu benar-benar pelanggaran protokol. Terlalu jauh dari jatah 2 menit. Pembalasan Mr Yang terlalu telak di mata Blinken. Apalagi Mr Yang sempat juga mengecam Amerika dalam hal hak-hak asasi manusia. Begitu banyak pelanggaran HAM di Amerika sendiri belakangan ini, kata Mr Yang.

Maka begitu Mr Yang selesai pidato, Blinken berdiri –di luar protokol. Adegan ini sangat spontan. Blinken minta agar media jangan bubar dulu. Ia ingin menanggapi pidato Mr Yang.

Puas.

Sandiwara pun selesai.

Mereka lantas masuk ke dalam acara yang sebenarnya. Tertutup. Tidak bisa dihadiri media. Tidak ada sandiwara lagi.

Mereka bicara banyak agenda. Dengan nada baik-baik saja. Mulai dari perdagangan sampai hubungan internasional. Mulai dari tarif impor-ekspor sampai sikap bersama atas Iran dan Korea Utara.

Meski ketua delegasi Tiongkok itu bukan menlu-nya sendiri, tapi Blinken tahu: Mr Yang Jiechi adalah orang dekat Presiden Xi Jinping. Ia memang bukan menteri luar negeri tapi pernah menjadi menteri luar negeri yang sukses.

Mr Yang adalah orang yang tahu persis Amerika. Ia lama menjadi staf kedutaan Tiongkok di Washington DC. Lalu meningkat menjadi duta besar di situ.

Hubungannya dengan Presiden George Bush juga sangat baik. Saat Bush melakukan perjalanan ke Tibet Mr Yang-lah yang mendampingi. Keduanya begitu akrab. Sampai-sampai Bush memberi nama panggilan khusus pada Mr Yang: Mr Tiger. Itu karena Mr Yang lahir tahun 1950 –tahun macan. Dan kata terakhir namanya, Yang JieChi itu, (Chi=篪) juga mirip huruf Hu (虎) –yang artinya: macan.

Blinken sendiri orang kepercayaan Biden. Bahkan sejak Biden masih menjabat Wakil Presiden dulu. Selama masa kampanye kemarin Blinken menjabat tim kampanye. Membawahi bidang kebijakan luar negeri.


Dua ''orang dekat'' itu pun akhirnya bertemu. Sudah lama peristiwa ini ditunggu. Siapa tahu ganti presiden ganti pula suasana.

Tentu tidak mudah pun kalau hanya membalik tangan. Perlu proses bertahap. Pertemuan dua hari di Alaska itu pun akhirnya belum bisa menghasilkan kesepakatan apa-apa. Perbedaan mereka sudah terlalu jauh. Dua-duanya negara besar –yang tidak mau juga malu besar.

Tapi setidaknya mereka sudah bertemu muka. Dan lagi Amerika kini punya kebijakan baru: akan lebih banyak mengonsultasikan kebijakan luar negerinya dengan negara-negara sahabatnya.

Blinken mengakui di negaranya sendiri demokrasi juga lagi mengalami kemunduran. "Tapi kami tidak menyembunyikannya. Lalu kami membahasnya secara demokratis dan terbuka," katanya –seperti menyindir cara Tiongkok menyembunyikan persoalan.

Tiongkok memang mempersoalkan gaya Amerika yang memaksakan kehendak ke negara lain. Termasuk lewat pengerahan armada perangnya.

"Kami memang pernah juga mengirim armada besar ke mana-mana. Tapi tidak pernah menjadikan wilayah yang didatangi armada Cheng Ho sebagai jajahan," kata Mr Yang.

Kedua delegasi masih belum sepakat di banyak agenda. Tapi, setidaknya, sudah sepakat soal penyelesaian nuklir Iran dan Korut.

Asam di gunung masih jauh dari garam di laut. Tapi setidaknya sudah tersedia belanganya.

By : Dahlan Iskan.

https://www.disway.id/r/1256/macan-ablinken#.YFe4i-9sVec