Minggu, 31 Januari 2021

Mewaspadai Hoax Vaksin Covid-19






ILUSTRASI (ISTIMEWA)



VAKSINASI corona nasional adalah program yang harus berhasil 100%. Karena hanya vaksin yang bisa menolak ganasnya virus covid-19. Namun hoax bisa menggagalkan vaksinasi. Karena ada saja kalangan masyarakat yang masih mempercayai berita palsu mengenai vaksin corona.


Ketika masyarakat Indonesa diwajibkan untuk divaksin, maka halangannya bukan harga, karena vaksin digratiskan oleh pemerintah. Namun yang patut diwaspadai untuk jadi batu sandungan adalah hoax alias berita palsu. Hoax sudah menyebar ke mana-mana, mulai dari media sosial hingga grup WA. Sehingga keberadaannya agak susah untuk dikendalikan oleh tim satgas covid.


Masyarakat perlu mewaspadai hoax corona yang sudah terlanjur tersebar ke mana-mana. Berita palsu yang santer beredar adalah vaksin ini mengandung sel vero alias kera hijau afrika. Menurut Bambang Heriyanto, Sekretaris Perusahaan Bo Farma, memang dalam kultur virus dikembangkan dalam media sel vero, akan tetapi tidak mengandung sel vero. Proses pengembangan virus diperlukan karena vaksin mengandung virus yang dilemahkan.


Hoax kedua tentang vaksin corona adalah ia mengandung chip sehingga berbahaya bagi manusia. Bagaimana bisa sebuah chip yang terbuat dari benda padat dimasukkan ke dalam cairan vaksin? Berita palsu ini sangat menggelikan namun juga meresahkan, karena orang awam akan percaya dan akhirnya menolak untuk divaksin.

Berita palsu selanjutnya adalah vaksin sinovac yang dibeli oleh pemerintah Indonesia tidak ampuh, karena masyarakat dijadikan kelinci percobaan. Hoax ini ditambah pula dengan gambar kemasan vaksin yang bertuliskan “only for clinical trial”. Padahal ini adalah gambar kemasan vaksin untuk uji klinis tahap 3, bukan yang dibeli oleh pemerintah Indonesia.

Hoax lain yang juga menggelikan adalah klaim bahwa vaksin berbahaya, sebab ia bisa menusukkan jarum langsung ke dalam kulit dan menembus jaringan tubuh. Bagaimana bisa sebuah jarum suntik masuk 100% ke dalam tubuh manusia? Selain itu, para tenaga medis yang menyuntikkan pasti berhati-hati dan tidak akan melakukan hal ini.

Ganasnya hoax di masyarakat memang menyebalkan, karena masih saja ada yang mempercayainya. Kalangan yang terjebak berita palsu langsung takut divaksin, karena mereka terlalu percaya akan judul berita yang bombastis. Mereka percaya hoax tentang vaksin corona dan mulai menyalahkan pemerintah.

Mereka yang percaya hoax karena memiliki kemampuan literasi yang rendah, sehingga tida mengecek kebenaran suatu berita di internet. Padahal segala sesuatu di dunia maya tidak 100% benar. Minimnya kemampuan literasi ini menyedihkan, karena faktanya masih banyak masyarakat yang tidak suka membaca, sehingga bisa dikibuli oleh hoax.

Untuk mencegah hoax vaksin, maka kita bisa mengadakan gerakan anti hoax, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Pemerintah berusaha menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin dan mereka jadi tidak percaya hoax, dengan menyuntik para tokoh masyarakat terlebih dahulu, seperti Gubernur dan Wali Kota. Masyarakat akan mengikuti langkah sang pemimpin.

Selain itu, masyarakat juga bisa mendukung vaksinasi corona dan memukul hoax dengan berkampanye di media sosial. Sosmed digunakan untuk menyebarluaskan pentingnya vaksinasi dan menepis hoax corona yang ada di kalangan netizen. Sehingga jika para followers membaca kampanye itu terus-menerus, alam bawah sadarnya akan menolak hoax dan akhirnya mau divaksin.

Jika ada seseorang yang membuat status mengenai hoax maka laporkan saja ke pihak Facebook atau Instagram. Postingan itu langsung dihapus karena dianggap berita bohong yang meresahkan banyak orang. Meski postingan tentang hoax boasanya langsung dihapus otomatis oleh mereka, namun tidak ada salahnya melapor.

Meluasnya hoax tentang vaksin corona di media sosial bisa dicegah jika kita peduli terhadap sesama, dengan berkampanye anti hoax. Jangan lelah untuk saling mengingatkan, karena program vaksinasi corona nasional harus berhasil 100%. Tujuannya agar kita punya kekebalan kelompok dan bisa mengakhiri masa pandemi.

)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor



(bx/wid/yes/JPR)

Riwayat Kasta di Bali

 






Bhagawan Dwija dari Geria Tamansari Lingga, Singaraja

Om Swastyastu.
Kasta, dalam Dictionary of American English disebut: Caste is a group resulting from the division of society based on class differences of wealth, rank, rights, profession, or job. Uraian lebih luas ditemukan pada Encyclopedia Americana Volume 5 halaman 775; asal katanya adalah “Casta” bahasa Portugis yang berarti kelas, ras keturunan, golongan.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Bangsa Portugis yang dikenal sebagai penjelajah lautan adalah pemerhati dan penemu pertama corak tatanan masyarakat di India yang berjenjang dan berkelompok; mereka menamakan tatanan itu sebagai Casta. Tatanan itu kemudian berkembang di Eropa terutama di Inggris, Perancis, Rusia, Spanyol, dan Portugis. Sosialisasi casta di Eropa tumbuh subur karena didukung oleh bentuk pemerintahan monarki (kerajaan) dan kehidupan agraris.

Para elit ketika itu adalah the king (raja), the prince (kaum bangsawan), dan the land lord (tuan/ pemilik tanah pertanian); rakyat jelata kebanyakan buruh tani misalnya di Rusia disebut sebagai kaum proletar adalah kelompok mayoritas yang hina, hidup susah, dan senantiasa menjadi korban pemerasan kaum elit.

Lama kelamaan tatanan ini berubah karena tiga hal utama, yaitu:

Revolusi Perancis dan Bholshevik (Rusia) yang menghapuskan monarki dan the land lord
Industrialisasi yang mengurangi peran sektor agraris
Pengembangan Agama Kristen yang menonjolkan segi kasih sayang diantara umat manusiaWalaupun demikian casta tidak hilang sama sekali; ia berubah wujud sebagai “Class System” yang didefinisikan sebagai: a differentiation among men according to such categories as wealth, position, and power.

Class System ini dianalisis secara ilmiah oleh berbagai tokoh masyarakat; yang terkemuka adalah Karl Marx dengan teorinya: The relations of production; inilah embrio pemahaman sosialis komunis yang ingin meniadakan perbedaan kelas masyarakat, di mana pemerintah menguasai sumber-sumber kehidupan dan mengupayakan perimbangan income yang wajar diantara rakyatnya.

Peredaran zaman menuju ke abad 20 membawa Class Theory yang klasik seperti pemikiran Karl Marx berubah menuju era baru seperti apa yang disebut sebagai Class Mobility, yaitu pengelompokan sosial karena kepentingan profesi. Kini kita biasa mendengar kelompok-kelompok: usahawan, birokrat, intelektual, militer, dan rohaniawan; mereka kemudian mengikat diri lebih khusus kedalam organisasi-organisasi seperti: IKADIN, IDI, ICMI, ICHI, MUI, PHDI, dll.

India yang disebut dalam berbagai sumber sebagai asal Kasta Stelsel, sebenarnya mempunyai sekitar 3000 kelompok sosial masyarakat, namun pada umumnya dapat dibedakan menjadi empat. Pengelompokan ini di India tidak hanya ditemukan pada masyarakat yang beragama Hindu saja, tetapi juga pada masyarakat yang beragama lain misalnya penganut Islam berkelompok pada: Sayid, Sheikh, Pathan, dan Momin; penganut Kristen berkelompok pada: Chaldean Syrians, Yacobite Syrians, Latin Catholics, dan Marthomite Syrians; penganut Budha berkelompok pada: Mahayana, Hinayana, dan Theravadi.

Istilah pertama yang digunakan di India bukan kasta tetapi “varnas” Bahasa Sanskerta yang artinya warna (colour); ditemukan dalam Rig Veda sekitar 3000 tahun sebelum Masehi yaitu Brahman (pendeta), Kshatriya (prajurit dan pemerintah), Vaishya (pedagang/ pengusaha), dan Sudra (pelayan).

Tiga kelompok pertama disebut “dwij” karena kelahirannya diupacarai dengan prosesi pensucian.



Dalam Bhagavadgita percakapan ke-IV sloka ke-13 ditulis:
CHATUR VARNYAM MAYA SRISHTAM,
GUNA KARMA VIBHAGASAH,
TASYA KARTARAM API MAM,
VIDDHY AKARTARAM AVYAYAM
artinya:
catur warna adalah ciptaan-Ku,
menurut pembagian kualitas dan kerja,
tetapi ketahuilah walaupun penciptanya,
Aku tidak berbuat dan mengubah diri-Ku.

Warna adalah profesi atau bidang kerja yang dilaksanakan seseorang menurut bakat dan keahliannya; tidak ada perbedaan derajat diantaranya karena masing-masing menjalankan karma dengan saling melengkapi.

Mantram-mantram dari Yajurveda sloka ke-18, 48 antara lain berbunyi:
RUCAM NO DHEHI BRAHMANESU,
RUCAM RAJASU NAS KRDHI,
RUCAM VISYESU SUDRESU,
MAYI DHEHI RUCA RUCAM
artinya:
Ya Tuhan Yang Maha Esa bersedialah memberikan kemuliaan pada para Brahmana, para Ksatriya, para Vaisya, dan para Sudra. Semoga Engkau melimpahkan kecemerlangan yang tidak habis-habisnya kepada kami.

Yajurveda Sloka ke 30, 5 berbunyi:
BRAHMANE BRAHMANAM,
KSATRAYA, RAJANYAM,
MARUDBHYO VAISYAM,
TAPASE SUDRAM
artinya:
Ya Tuhan Yang Maha Esa telah menciptakan Brahmana untuk pengetahuan, para Ksatriya untuk perlindungan, para Vaisya untuk perdagangan, dan para Sudra untuk pekerjaan jasmaniah.

Profesi yang empat jenis itu adalah bagian-bagian (berasal) dari Tuhan Yang Maha Esa yang suci, diibaratkan sebagai anatomi tubuh manusia dalam tatanan masyarakat, sebagaimana Yajurveda sloka 31, 11 menyatakan:

BRAHMANO ASYA MUKHAM ASID,
BAHU RAJANYAH KRTAH,
BACA JUGA
Muput Piodalan Alit di Merajan / Sanggah
Sistem Kasta di Provinsi Bali
Riwayat Kasta Di Bali

URU TADASYA YAD VAISYAH,
PADBHYAM SUDRO AJAYATA
artinya:
Brahmana adalah mulut-Nya Tuhan Yang Maha Esa,
Ksatriya lengan-lengan-Nya,
Vaisya paha-Nya,
dan Sudra kaki-kaki-Nya.

Selanjutnya doa yang mengandung harapan agar masing-masing profesi/ warna melaksanakan swadharma yang baik terdapat pada Yajurveda sloka 33,81:

PRAVAKAVARNAH SUCAYO VIPASCITAH
artinya: para Brahmana seharusnya bersinar seperti api, bijak, dan terpelajar;

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Yajurveda sloka 20,25:
YATRA BRAHMA CA KSATRAM CA,
SAMYANCAU CARATAH SAHA,
TAM LOKAM PUNYAM PRAJNESAM,
YATRA DEVAH SAHAGNINA
artinya:
di negara itu seharusnya diperlakukan warga negaranya sebaik mungkin, di sana para Brahmana dan para Kesatriya hidup di dalam keserasian dan orang-orang yang terpelajar melaksanakan persembahan (pengorbanan).

Kesimpulannya adalah Warna itu realistis dan idealnya semua profesional berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama dan kesejahteraan umat manusia.


Warna seseorang tidak selamanya tetap apalagi turun temurun; misalnya seorang petani (berwarna sudra) karena ketekunannya berhasil menyekolahkan anaknya kemudian hari menjadi bupati maka anaknya sudah menjadi warna Ksatriya; demikian sebaliknya seorang keturunan Brahmana yang tidak lagi berprofesi sebagai Wiku tidak dapat disebut sebagai warna Brahmana.

Perubahan status pada seseorang bahkan dapat terjadi setiap saat menurut bidang tugasnya, misalnya seorang pesuruh di suatu Kantor yang merangkap menjadi Pemangku di Pura/ Sanggah Pamerajan; ketika bertugas sebagai pesuruh dia berwarna Sudra, tetapi jika bertugas nganteb piodalan di Pura dia berwarna Brahmana.

Warna yang diabadikan bahkan diwariskan turun temurun terjadi di India, sebagai usaha kelompok elit mempertahankan status quo, yang sebenarnya sudah sangat menyimpang dari ajaran suci Weda.

Gejala mengabadikan warna inilah yang dilihat oleh orang-orang Portugis sehingga timbullah istilah “casta” seperti yang diuraikan di atas.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Penerapan kasta stelsel di India menimbulkan pengkotak-kotakan masyarakat sehingga mereka saling bertikai. Dalam kondisi seperti ini jiwa nasionalisme pudar sehingga India mudah dipecah belah dan akhirnya dijajah Inggris.

Perjuangan Mahatma Gandhi membangkitkan nasionalisme India dibayar sangat mahal yaitu dengan jiwanya sendiri ketika dia ditembak oleh seorang fanatikus kasta.

Agama Hindu kemudian menyebar ke Indonesia lengkap dengan tatanan masyarakat menurut “warna” masing-masing. Mula-mula di Jawa tatanan masyarakat masih murni menurut Weda yaitu tatanan menurut profesi atau “Warna”.

Ketika Majapahit hendak meluaskan kerajaan dengan cita-cita menyatukan Nusantara yang terkenal dengan Sumpah Palapa-nya Gajahmada, maka Majapahit menundukkan Kerajaan Bali Dwipa pada abad ke-13.

Para “penjajah Majapahit” membawa serta kaum elit yang memimpin kerajaan Samprangan. Kaum elit itu dinamakan Triwangsa, yaitu Brahmana, Kesatria, dan Wesya. Semua penduduk Bali-asli yang dijajah, dikelompokkan sebagai Wangsa Sudra.

Tujuan politik Gajahmada adalah agar kaum Bali-asli tidak bisa eksis, sehingga kelanggengan pemerintahan Samprangan dapat berlanjut terus.

Sejak masa itulah “Warna” di Bali berubah menjadi “Wangsa” atau “Kasta” karena hak-hak kebangsawanan diturunkan kepada generasi seterusnya.

Setelah kerajaan-kerajaan di Bali runtuh, kemudian Indonesia menjadi negara Republik, hak-hak kebangsawanan mereka dengan sendirinya hilang. Namun demikian titel-titel nama depannya masih digunakan, sekedar untuk mengenang kejayaan masa lalu dan mungkin dengan alasan lain yaitu menghormati leluhur.

Sekarang tinggal masyarakat saja yang menilai kedudukan seseorang.

Tinggi rendahnya status sosial seseorang di masyarakat ditentukan pada peranan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat, bukan pada embel-embel predikat nama itu.

Mereka yang bijaksana akan senantiasa menjauhkan perilaku feodalisme, karena feodalisme itu membodohi diri sendiri.

Sumber : cakepane.blogspot.com


CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sabtu, 30 Januari 2021

Tempat Suci di Dalam Pekarangan Rumah

 




Tempat Suci didalam Pekarangan Rumah sangatlah penting dalam kaitannya dengan hubungan umat dengan Tuhan. Sering juga umat menanyakan bangunan/pelinggih apa saja yang mesti dibuat dalam pekarangan rumah tersebut. Menurut beberapa sumber, bangunan/palinggih yang harus ada didalam pekarangan rumah adalah sanggah dan tugu Pangijeng/penunggun karang. Berikut penjelasannya;

Sanggah/Merajan
tempat suci untuk memuliakan dan memuja arwah suci para leluhur terutama ibu dan bapak yang sudah tiada dan berada di alam baka (sunia loka) bagi masyarakat Hindu di Bali disebut dengan merajan atau sanggah. Pembuatan sanggah/merajan tidak sekedar hanya hiasan belaka, namun didasari atas landasan sastra yang menaunginya. Landasan sastra dalam membangun sanggah atau merajan banyak terdapat dalam kitab suci, seperti dalam Bhagawad Gita yang menyebutkan:

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Samkaro narakayaiva
Kulaghnanam kulasya ca
Pantati pitaro hy esam
Lupta-pindodaka-kriyah. (Bhagawad Gita I. 42)
Terjemahan:

Keruntuhan moral ini membawa keluarga dan para pembunuhnya ke neraka, arwah moyang jatuh (ke neraka), semua terpana, air dan nasi tidak ada lagi baginya. (Pudja, 2005: 26).

Penjelasan dari arti sloka diatas:

Bahwa jika keluarga sudah hancur, maka kewajiban keluarga terhadap tradisi dan agama tidak terurus lagi, seperti upacara sradha, dimana dilakukan upacara mengenang jasa-jasa nenek moyang di pitra loka (tempat arwah mereka segera sesudah meninggal sebelum mencapai surga) dengan mempersembahkan sesajen yang terdiri dari makanan, buah-buahan dan lain-lain. Ini berarti bahwasanya adanya tempat suci untuk memuja leluhur sangat diperlukan untuk dapat memuja serta memuliakan arwah leluhur yang akan dan telah disucikan.

Sedangkan di dalam lontar Purwa Bhumi Kemulan antara lain disebutkan:

Yan tan semangkana tan tutug pali-pali sang dewapitra manaken sira gawang tan molih ungguhan, tan hana pasenetanya.

Terjemahan:

Bilamana belum dilaksanakan demikian (belum dibuatkan tempat suci) belumlah selesai upacara yang dewa pitra (leluhur) tidak mendapat suguhan dan tidak ada tempat tinggalnya.

Lebih lanjut di dalam lontar ini dijelaskan :

Apan sang dewapitranya salawase tan hana jeneknya.

Terjemahan:

Oleh karena sang dewa pitara (leluhur) tidak ada tempat menetapnya,

Dapat dijelaskan bahwa upacara ngunggahang dewa pitara (leluhur) adalah untuk menetapkan stana sementara dari dewa pitara (leluhur) pada bangunan pemujaan sebagai simbolis, bahwa dewa piatra telah mempunyai sthana tempat yang setara dengan dewa.

Begitu pula dijelaskan dalam Lontar Nagarakerthagama yang menyebutkan:

Ngka tang nusantarane Balya matemahan secara ring javabhumi, dharma mwang kramalawan kuwu tinapak adeh nyeki sampu tiningkah.

Adapun maksudnya kurang lebihnya menyebutkan bahwa apa yang diterapkan di Bali persis mengikuti keadaan di Jawa terutama berkaitan dengan bentuk bangunan candi, pasraman dan pesanggrahan atau rumah. Yang disebut candi tidak lain adalah parahyangan untuk memuja leluhur.

Begitu pula dijelaskan dalam Lontar Loka Pala yang menguraikan:

“…………….. seperti manusia yang sudah lupa dengan saya, Sayalah yang menyebabkan ada mereka, saya tiada lain adalah Sang Hyang Guru Reka, yang mengadakan seluruh isi jagat raya. Sayalah yang dipuja dengan sebutan Dewa Hyang Kawitan yang beraga Sang Hyang Uma Kala, dan saya jugalah yang dipuja dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Ingatlah semuanya. Menjadi satu dalam Rong Tiga, dan sayalah yang mencipta, saya memelihara dan saya jugalah yang melebur ……………….”



BACA JUGA
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Muput Piodalan Alit di Merajan / Sanggah
Kamus Hindu BaliKutipan di atas, apabila dipahami, maka berbhakti kepada leluhur melalui merajan dengan rong tiga adalah sebuah keharusan agar kita memperoleh keselamatan dan terhindar dari mara bahaya.

Berdasarkan atas beberapa sumber lontar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembuatan merajan tidak hanya sebatas asal buat saja oleh manusia, melainkan atas rujukan beberapaa sastra seperti yang diuraikan di atas. Hai ini disebabkan merajan adalah sebuah tempat suci untuk memuja kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dan juga para leluhur, beserta Tri Murthi. Seluruhnya adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan merupakan sebuah upaya manusia untuk menuju keadan yang sejahtera.

Secara konvensional, pendirian suatu bangunan, apakah nantinya disebut rumah ataupun palinggih telah diatur sedemikian rupa di lontar asta dewa, asta kosala-kosali dan asta bhumi. Jika mengacu pada petunjuk lontar tersebut, maka pembagian peruntukan lahan selalu berpijak pada ajaran tri hita karana, dimana akan disediakan lahan untuk menghubungkan diri dengan tuhan (uttama mandala) dalam bentuk pendirian sanggah/merajan. Lahan untuk menghubungkan dengan antar sesama (madya Mandala) dalam bentuk perumahan. Dan lahan untuk berinteraksi dengan alam lingkungan (nista mandala) dalam bentuk teba lengkap dengan tanaman dan ternak peliharaan.

Pitra puja yaitu pemujaan kepada leluhur merupakan kewajiban bagi umat hindu sebagai pelaksanaan ajaran pitra yadnya dan erat kaitannya dengan adanya pitra rna.

Secara fisik, terutama bagi umat hindu di bali dan sekarang sudah pula dibawa konsepnya di luar bali, wujud nyatu ditandai denga dari pitra puja itu pendirian sanggah/merajan. Merajan inilah yang berfungsi sebagai tempat suci memuja roh suci leluhur yang telah menjadi dewa pitara (sidha dewata).

Diawal pembuatan sanggah, banyak umat yang menggunakan pepohonan, terutama pohon dapdap yang dipercayai sebagai taru sakti. Sanggah dari pohon dapdap ini sering juga sering disebut sanggah turus lumbung. namun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi maka didirikanlah sanggah permanen. Mengenai batasan waktu penggunaan turus lumbung memang secara mutlak tidak ada ketentuannya. sebab sesuai dengan sifat ajaran agama hindu yang luwes, pengalamannya selalu dikembalikan kepada umat yang bersangkutan, Terutama masalah kemampuan umat untuk membuat sanggah yang permanen atau tidak.

Menurut suratan lontar siwagama dengan tegas menyatakan bahwa setiap keluarga (hindu) dianjurkan untuk mendirikan sanggah kemulan sebagai perwujudan ajaran pitra yadnya yang berpangkal pada pitra rna, selanjutnya di dalam lontar purwa bhumi kemulan ditambahkan bahwa yang distanakan atau dipuja di sanggah kemulan itu tidak lain adalah dewa pitara atau roh suci leluhur.

Dengan berpijak pada 2 lontar diatas, jelas bahwa syarat minimal untuk membangun tempat suci di sebuah rumah tangga adalah adanya bangunan/palinggih kamulan yang secara fisikmerupakan bangunan merong telu (memiliki tiga ruangan). Namun menurut lontar asthabhumi, palinggih lengkap untuk tempat suci keluarga adalah padma sari, kemulan , taksu dan anglurah plus jika memungkinkan piyasan. Hanya saja dalam prakteknya padmasari tidak selalu didirikan.

Tetapi bagi masyarakat perantauan untuk tetap memelihara hubungan kekrabatan dengan keluarga induk, disamping dengan lahan memang sempit bias mendirikan palinggih padmasari saja.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Padmasari
adalah suatu bangunan/palinggih yang ditempatkan di timurlaut dimana pada bagian diatasnya dibuat terbuka dan pada bagian tabing mahkota dipahat lukisan/relief hyang acintya. Fungsi padmasari adalah sebagai tempat pengayatan (pemujaan) Hyang Widhi dan bhatara-bhatari. Dengan demikian Padmasari selain amat cocok bagi keluarga dengan lahan sempit, yang penting lagi wujud bakti kepada leluhur tetap bias dilaksanakan.

Sanggah Kemulan - Taksu
merupakan tempat berstananya bhatara hyang guru, yang juga merupakan tempat pemujaan/pengayatan Tri Murti. Ini sesuai dengan bunyi mantra saat muspa di hadapan rong tiga; “om brahma wisnu iswara dewam……” selain itu Fungsi sanggah kemulan adalah sebagai tempat suci untuk memuja Bhatara-bhatari leluhur atau dewa pitara, sedangkan kedudukanny sebagai pura kawitan yaitu tempat suci pemujaan dimana para penyungsungnya terikat dalam satu garis keturunan.

Selain sanggah kemulan, yang termasuk ke dalam pura kawitn yaitu pura paibon, panti dan pedarman. Bedanya, lingkup penyungsung sanggah kemulan lebih terbatas yaitu keluarga inti terdekat yang masih serumah atau senatah (beberapa rumah dalam satu halaman).

Sedangkan pura kawitan yang lain, dalam lontar siwagama disebutkan, apabila keluarga inti sudah berkembang menjadi 10 keluarga hendaknya mendirikan pelinggih hedong pertiwi, jika sudah menjadi 20 keluarga hendaknya mendirikan palinggih ibu, dan kalau sudah mencapai 40 keluarga membangun pura panti. Akhirnya pura kawitan (yang fungsinya sebagai pemersatu dari keluarga – keluarga yang satu sama lain memiliki ikatan keturunan meski berasal dari keturunan jauh sekalipun) disebut pura pedharman. Di pura pedharman inilah seseorang akan mengetahui bahwa walaupun dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak saling mengenal, ternyata mereka berasal dari keturunan yang sama. Ibarat ranting – ranting pohon yang tidak saling bersentuhan , tetapi kesemua ranting berpangkal pada akar yang sama (satu).

Palingih Penglurah atau Ratu Ngurah
merupakan linggih bhatara kala sebagai pengatur hidup dan penguasa ruang waktu. juga disebutkan sebagai stana sang catur sanak.

Palinggih Pangijeng/Panunggun Karang
Konsepsi ketuhanan dalam agama hindu membenarkan adanya pemujaan ista dewata yaitu manifestasi hyang widhi yang diinginkan kehadirannya dalam pemujaan pada suatu palinggih dan atau pura. Oleh karena itu, maka apa yang disebut tugu atau penunggu karang sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari konsep tersebut. Sesuai dengan namanya, fungsi panunggun karang adalah sebagai penjaga karang atau palemahan beserta penghuninya agar senatiasa berada dalam lindunganNya, tentram, rahayu sekala niskala.

Mengenai pendirian palinggih yang disebut dengan tugu dengan berbagai jenisnya sesuai dengan lontar asta dewa, asta kosala-kosali dan asta bhumi, ternyata tidak selalu harus berada di lahan uttama mandala.

Setelah dicermati petunjuk lontar diatas, diketahui bahwa terdapat 5 jenis tugu;
yang apabila bentuk lahan mengarah timur-barat makan penempatannya 2 jenis tugu di lahan uttama mandala (areal sanggah/merajan) yaitu tugu penyarikan, di posisi tenggara menghadap ke barat, dan tugu anglurah sedan dengan posisi di baratlaut menghadap keselatan.
Di lahan madya mandala, juga terdapat 2 jenis tugu, yaitu tugu ajaga-jaga berkedudukan di pintu masuk bagian kanan menghadap ke barat dan tugu (surya) pangijeng natah berkedudukan di tengah-tengah natah (pekarangan) menghadap kebarat/selatan.
Dan akhirnya di lahan nista mandala terdapat jenis tugu yaitu tugu panunggun karang terletak di barat laut menghadap ke selatan.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Mencapai Herd Immunity Dengan Membiarkan Penularan Virus Covid-19 Adalah Keliru


JAKARTA - Satgas Penanganan Covid-19 meluruskan anggapan di masyarakat, yang menyatakan bahwa kekebalan komunitas atau herd immunity dapat dicapai dengan membiarkan orang yang terkena Covid-19 sembuh sendiri Sehingga kekebalan tubuh akan tercipta dengan sendirinya. 

"Membiarkan orang sakit menjadi kebal dengan sendirinya, adalah keliru. Hal ini telah ditegaskan WHO (World Health Organization) sejak Oktober 2020," jelas Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengabarkan perkembangan penanganan Covid-19 di Gedung BNPB, Kamis (28/1/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden. 

Penegasan WHO menyatakan bahwa herd immunity adalah konsep yang digunakan untuk pelaksanaan program vaksinasi ketika masyarakat di suatu daerah tertentu, dapat terlindungi ketika sebagian besar populasinya  telah divaksin. "Sehingga perlu ditegaskan, bahwa kekebalan komunitas dapat terbentuk dengan melindungi populasi dari virus, bukan dengan sengaja membiarkannya," tegas Wiku. 

Saat ini klaster Covid-19 masih bermunculan seperti klaster keluarga, klaster perkantoran, klaster industri, maupun klaster komunitas. Hal ini mencerminkan bahwa perlu ditingkatkannya monitoring kepatuhan protokol kesehatan secara intensif dan berkelanjutan. 

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat melalui pembentukan posko hingga ke tingkatan terkecil yaitu RT atau RW. Pada prinsipnya, Indonesia adalah bangsa yang unggul, dan mampu memanfaatkan dengan baik aset bangsa yaitu masyarakat dengan nilai-nilai kegotongroyongannya. 

Jakarta, 28 Januari 2021

Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional

Presiden Joko Widodo

Jumat, 29 Januari 2021

Pengertian Reinkarnasi

 




Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula") atau t(um)itis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.

Terdapat dua aliran utama yaitu

Mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali. 
Mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang kedua.Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di kehidupan sebelumnya.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Reinkarnasi dalam agama Buddha
Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya karma pada detik kematiaannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma masing-masing.

Reinkarnasi dalam Hinduisme
Dalam agama Hindu, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya.

Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya (kualitas).

Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini juga memberi optimisme kepada manusia. Bahwa semua perbuatannya akan mendatangkan hasil, yang akan dinikmatinya sendiri, bukan orang lain.

Yang bisa berinkarnasi itu bukanlah hanya jiwa manusia saja. Semua jiwa mahluk hidup memiliki kesempatan untuk berinkarnasi dengan tujuan sebagaimana di atas (menikmati hasil perbuatannya di masa lalu dan memperbaiki kulaitas hidupnya).

Proses Reinkarnasi
Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rusak, sehingga roh harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka.

Dalam filsafat agama yang menganut faham reinkarnasi, neraka dan sorga adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru. Neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia bisa bereinkarnasi menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya hewan mampu bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai hewan selama ratusan, bahkan ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah suatu jiwa harus lahir di badan yang cacat atau tidak.



Akhir Proses Reinkarnasi
Selama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan kasarnya berusaha melepaskan diri dari belenggu duniawi dan harus mengerti hakikat kehidupan yang sebenarnya. Jika tubuh terlepas dari belenggu duniawi dan jiwa sudah mengerti makna hidup yang sesungguhnya, maka perasaan tidak akan pernah duka dan jiwa akan lepas dari siklus kelahiran kembali. Dalam keadaan tersebut, jiwa menyatu dengan Tuhan (Moksha).

Awal Mula Penelitian Reinkarnasi di Barat
Kisah Cameron Macaulay, anak lelaki Inggris dan Tang Jiangshan anak lelaki Tiongkok, di wilayah lain seluruh duniapun ada kejadian serupa itu, maka dari itu boleh dikatakan teori reinkarnasi bukannya kusus milik bangsa atau agama tertentu.

Akan tetapi, bukannya setiap masyarakat akan dengan serius melangsungkan penelitian terhadap hal tersebut. Misalkan saja di sebagian wilayah Asia Selatan, reinkarnasi adalah pengetahuan umum, tiada orang yang akan menyelidikinya; sedangkan di daratan Tiongkok, tiada ruang dan waktu yang cukup bebas untuk melakukan suatu reset.


Sebagai perbandingan, sikap ilmiah yang serius dari orang barat dan atmosphere ilmiah bebas mereka malah telah menciptakan suatu peluang bagi reset reinkarnasi.
BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Dibahas secara konservatif, penelitian sistematik orang barat terhadap reinkarnasi bisa dilacak ke tahun 1882, saat pendirian Society for Psychical Research, yang salah satu sasaran utamanya ialah menyelidiki dan mengungkap atau mengkisahkan secara dokumenter fenomena yang menunjukkan orang sesudah mati masih eksis jiwanya.

Sejak tahun 1882 s/d tahun 1930an, para peneliti dari society tersebut di Perancis dan Italia telah menemukan contoh kasus beberapa kisah pribadi tentang memori kehidupan masa lampaunya, beberapa diantaranya telah mengalami pembuktian penelitian secara jangka panjang, memiliki daya keterandalan yang sangat kuat.

Berdasarkan memory pribadi tentang pengalaman pada kehidupan masa lampau semacam ini dan setelah melalui metode penyelidikan dan pembuktian, disebutlah “Metode tradisional”.

Metode penelitian yang lainnya berkaitan dengan penggunaan hypnotherapy. Salah satu peneliti fenomena ganjil paling tersohor di Perancis: Col. Albert de Rochas, pertama kali secara sistematis menggunakan hypnotherapy membawa obyek penelitian ke dalam memori kehidupan masa lampau mereka dan menemukan bahwa si obyek tersebut walau tiada tertarik sedikitpun dengan reinkarnasi, mereka tetap saja dapat mengingat pengalaman kehidupan masa lampaunya. Begitulah ia menyimpulkan penemuan pribadinya di dalam artikel yang ditulisnya pada tahun 1905.

Tahun 1956, “The Search for Bridey Murphy”, hasil karya terkenal dari Morey Bernstein telah terbit. Buku tersebut melalui sang penulis sendiri yang mengikuti suatu kasus hypnotis, menggabungkan konsepsi reinkarnasi dan hypnotherapy menjadi satu, telah mengumandangkan terompet pioneer bagi reset ilmiah untuk reinkarnasi modern barat, juga telah membangun sebuah panggung lapang bagi climax reset reinkarnasi yang kelak bakal tiba.

Semenjak tahun 50 an pada abad yang lalu, hasil karya reset mengenai reinkarnasi dari barat sudah menumpuk sangat banyak. Entah sudah diatur atau memang kebetulan, sewaktu kalangan ilmuwan barat mulai tergugah ketertarikannya dengan reinkarnasi, Tiongkok dengan tanah humus budaya reinkarnasi paling tebal mulai mengkategorikannya sebagi “Tahayul” yang “Anti Iptek” dan telah membuangnya ke dalam tong sampah sejarah.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI


Ian Stevenson: Tokoh Simbolik Riset Reinkarnasi Reinkarnasi
Membicarakan penelitian reinkarnasi, ada seorang peneliti yang tidak bisa tidak, musti kita sebut, ia adalah tokoh simbolik peneliti reinkarnasi yang menggunakan “metode tradisional” yakni: Ian Stevenson, pakar psychiater tersohor dari universitas Virginia – Amerika.

Artikel yang ia publikasikan pada tahun 1960 (Bukti Memory Kehidupan Masa Lampau), dinobatkan sebagai prolog penelitian reinkarnasi barat modern. 40 tahun lebih sesudah tahun itu, ia berkeliling ke seluruh pelosok dunia, telah mengkoleksi 2600 lebih contoh kasus dan telah mempublikasikan 10 buah karya kusus serta beberapa puluh tesis ilmiah, banyak diantaranya oleh para peneliti dianggap sebagai “kitab suci” mereka, terutama adalah 2 karya buku, “Twenty Cases Suggestive of Reincarnation” dan “Children Who Remember Previous Lives”, yang telah banyak dimanfaatkan oleh peneliti generasi penerus.

“Twenty Cases Suggestive of Reincarnation” adalah karya Stevenson yang membuatnya menjadi tersohor. 20 contoh kasus reinkarnasi yang tercatat di dalam bukunya, adalah sebagian contoh kasus yang dikoleksi, di-edit dan telah dilakukan verifikasi tatkala ia pada tahun antara 1961 hingga 1965 dari India, Sri Langka, Brazil, Libanon hingga ke Alaska-Amerika.

Di dalam buku tersebut ada satu contoh kasus dalam reinkarnasi yang sangat langka dan mengandung contoh yang memiliki nilai penelitian istimewa, professor Stevenson menyebutnya sebagai “exchange incarnation / Pertukaran Inkarnasi” dan ia sebetulnya adalah gejala “Arwah Yang Kembali Dengan Meminjam Jenazah” yang pernah dicatat di dalam sejarah authentic Tiongkok.

Anak lelaki kecil asal India berumur 3 setengah tahun mati karena cacar, belum sempat dikubur, pada malam harinya telah hidup kembali. Setelah lewat beberapa hari sudah mulai bisa berbicara lagi, sesudah beberapa minggu ternyata bisa dengan jelas mengekspresikan dirinya sendiri. Namun ia langsung menyebut dirinya bukan si anak, melainkan adalah putra dari Mr. X dari desa X yang berusia 22 tahun, serta menjelaskan dengan detail jalan cerita tentang kematiannya: Ia di dalam grup perkawinan dari satu desa ke desa lain telah memakan sebuah permen beracun pemberian seseorang yang meminjam uang darinya, menjadi pening dan terjatuh dari atas kereta kuda yang ditumpanginya dan kepalanya terbentur hingga mati. Selain itu ia menolak segala makanan dari rumah, karena ia menyebut dirinya termasuk kelas Brahmana yang lebih tinggi kastanya.

Jikalau bukan seorang perempuan Brahmana yang setiap hari berbaik hati membuatkan nasi untuknya, ia kemungkinan bisa sungguh-sungguh mati kelaparan. Kemudian kisahnya telah memperoleh pembuktian, anggota keluarga kehidupan masa lampaunya sering mengajaknya keluar bermain. Ia bermain dengan sukaria di “rumah lama”nya, tidak sudi balik ke rumah lagi, karena ia di situ mengalami kesepian dan kesendirian.

Karya utama Stevenson termasuk: “Reinkarnasi dan ilmu biologi – perjumpaan disini”, “Bahasa yang bisa sendiri tanpa dipelajari – penelitian baru terhadap kemampuan bahasa asing supra natural”, “Contoh kasus bentuk reinkarnasi (4 jilid)” dll. Meskipun Stevenson bukannya orang pertama dari barat yang melakukan penelitian reinkarnasi, tetapi ia dengan sikap yang serius, gaya yang teliti dan status/posisi keilmuan yang menonjol telah memperoleh penghargaan dari seluruh masyarakat yang tidak pernah ada sebelumnya bagi reset reinkarnasi.

Professor M. Netherton di dalam sebuah buku “Metode pengobatan kehidupan masa lampau” telah mengenalkan cara penelitian yang tidak berkaitan dengan ilmu hipnotis: Ia beranggapan penyakit sebagian besar orang berkaitan dengan kehidupan masa lampaunya.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Kamis, 28 Januari 2021

Sejarah Singkat Pura Khayangan Jagat di Bali

 




Setelah mengungkap sekelumit asal usul Pura-pura Khayangan Jagat di Bali, berdasarkan sumber - sumber menuskrip tua, yang kini masih tersimpan di Bali. Hubungan Pura-pura Khayangan Jagat di Bali dengan Gunung Semeru, pengungkapannya mirip dengan kejadian pemindahan puncak gunung Mahameru (Himalaya) di India ke Tanah Jawa.

Dalam naskah sejarah Bali oleh Gora Sirikan, diceritakan bahwa “ Gunung – gunung dan Danau menjadi tempat pemujaan Dewa – Dewi. sebagai Gunung Mahameru yang dipindahkan dari Jambudwipa ke Bali oleh Dewa – Dewi itu, katanya terjadi pada tahun Saka 11 (’89 M). Perhitungan tahun saka itu dinyatakan dengan istilah “Candra Sangkala” yang berbunyi “Rudira Bumi”. baik perkataan “Rudira” maupun “Bumi”, masing – masing mempunyai nilai angka 1, sehingga kedua patah perkataan itu menujukan bilangan angka tahun saka 11. Semenjak itulah katanya keadaan Pulau Bali mulai sentosa,tiada bergoyang lagi karena adanya gunung – gunung itu. hal ini dapat diartikan bahwa semenjak itu masyarakat di Bali mulai mengalami perubahan karena desakan paham baru yang datang dari india.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Dalam lontar Raja Purana Sasana Candi Sapralingga Bhuana, dikemukakan keadaan Balidwipa dan salaparangdwipa, masih sunyi senyap. Seolah-olah masih mengambang di tengah lautan yang luas, bak perahu tanpa kemudi, oleng kesana kemari, tak menentu arahnya. Pada waktu itu di Balidwipa hanya baru ada Gunung Lempuyang di bagian Timur. Disebelah selatan Gunung Andakasa. Di sebelah barat, Gunung Batukaru, disebelah utara Gunung Mangu dan Beratan. Sehingga Balidwipa pada waktu itu masih labil dan goyang.

Keadaan Balidwipa yang masih labil dan bergoyang terus, diketahui oleh Dewa Pasupati yang bersthana di Gunung Semeru. Agar Balidwipa menjadi stabil, Dewa Pasupati memerintahkan Sanng Badawangnala, Sang Naga Anantaboga, Sang Naga Basuki, Sang Naga Taksaka memindahkan bagian salah satu puncak Gunung Semeru ke Balidwipa.

Sang Badawangnala, menjadi alas bagian puncak Gunung Semeru yang dipindahkan ke Balidwipa, Naga Anantaboga dan Naga Basuki mengikat. Sedangkan Naga Taksaka, juga mengikat dan menerbangkan ke utara. Bagian-bagian puncak Gunung Semeru yang diterbangkan ke Balidwipa pada waktu itu, adapula bagian - bagian yang rempak dan jatuh tercecer di Balidwipa, menjadi gunung Batur, dan sebagian yang tidak tercecer menjadi Gunung Agung. kemudian setelah itu, keadaan Balidwipa menjadi stabil. Sejak itu pula di Balidwipa ada Sadpralinggagiri (enam sthana gunung), yakni Gunung Lempuyang, Gunung Andakasa, Gunung Watukaru, Gunung Pucak Mangu atau Gunung Bratan, Gunung Batur dan Gunung Agung.

Setelah keadaan Balidwipa menjadi stabil, kemudian Dewa Pasupati, memerintahkan tiga istadewata atau prabhawanya, yang dalam penghayatan Agama yang immanent, dikemukakan sebagai tiga putra-Nya. Ketiga Putra-Nya yang diberi bhisama agar bersthana di Balidwipa menjadi sungsungan Raja-raja dan Rakyat di Balidwipa, adalah

Hyang Gnijaya, bersthana di Gunung Lempuyang,
Hyang Putrajaya, bersthana di Gunung Agung
Hyang Bhatari (Dewi Danu), bersthana di Gunung Batur.Maka sejak itu, bagi Raja-raja dan Rakyat Balidwipa, telah ada sungsungan Trilinggagiri (tiga sthana gunung).

Agar keadaan Balidwipa menjadi sempurna, kemudian Dewa Pasupati di Gunung Semeru, memerintahkan lagi empat orang putranya untuk bersthana di Balidwipa yakni;

Bhatara (Hyang) Tumuwuh, bersthana di Gunung Watukaru,
Bhatara (Hyang) Manik Gumawang, bersthana di Gunung Bratan (Pucak Mangu),
Bhatara (Hyang) Manik Galang, bersthana di Pejeng,
Bhatara (Hyang) Tugu, bersthana di Gunung Andakasa.Sejak itu Balidwipa, dikenal adanya Saptalinggasari, tujuh gunung sebagai lingga, yang dalam penghayatan agama immanent selaras dengan konsep dan sistem ajaran Upaweda, sebagai sthana putra-putra Dewa Pasupati, yang bersthana di Gunung Semeru.



Dalam naskah Purana Bali yang disusun oleh Ida Peranda Gede Pemaron, Geria Agung Menara Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, dinyatakan sebagai berikut;

Sang Hyang Wisnu mengadakan Gunung Batur namanya dan lereng Gunung Batur, terus berkahyangan disitu di Toya Bungkah namanya di sebelah Gunung Batur itu. Danau Batur kahyangan Bhetari Uma, Danau Buyan kahyangan Bhatari Gangga, Danau Beratan kahyangan Bhatari Laksmi dan Danau Tamblingan kahyangan Bhatari Sri.
Hyang Pasupati menyuruh Hyang Putranjaya dan Dewi Danuh untuk menuju Benoa Bangsul (Pulau Bali) serta berkahyangan disana sebagai bhetara yang disembah oleh masyarakat disana (Bali). Hyang Putranjaya dan Dewi Danuh menuju Bali dengan merubah dirinya berwujud dua ekor burung perkutut yaitu Hyang Putranjaya menjadi Perkutut (titiran) Putih dan Bhatari Danuh menjadi Perkutut Brumbun. Sementara itu Hyang Pasupati terbang ke Bali dengan membawa dua buah keping gunung yang diambil dari Jambudwipa (Gunung Himalaya) yang dipegang dengan tangan kanan dan kiriNya. Kedua buah keping itu kemudian diletakkan di Bali yaitu keping yang dipegang dengan tangan kanan menjadi Giri Tohlangkir (Gunung Agung) sebagai stana Hyang Putranjaya dan keping yang dipegang dengan tangan kiri menjadi Gunung Batur sebagai kahyangan Dewi Danuh atau Bhatari Ulun Danu.Diterangkan pula dalam Lontar Usana Bali, bahwa “sesungguhnya aku adalah putra Dewa Pasupati dari Jambudwipa yang bersemayam di Gunung Mahameru. aku dititahkan oleh Dewa Pasupati untuk bersemayam di Bali, selanjutnya berstana di Pura Besakih yang merupakan tempat pemujaan Raja – raja di Bali, lagi pula aku dititahkan sebagai junjungan masyarakat di Bali dan sudah berganti nama. kini aku bernama Dewa Mahadewa dan adikku ini bernama Dewi Danuh”.
BACA JUGA
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Muput Piodalan Alit di Merajan / Sanggah
Kamus Hindu Bali
Diterangkan juga dalam lontar tersebut bahwa Gunung Agung di Bali pernah meletus pada tahun saka 13 (91M). perhitungan tahun saka itupun dinyatakan dalam istilah candra sangkala yang berbunyi “Geni Bhudara”. Geni mempunyai nilai angka 3, sedangkan Bhudara bernilai angka 1. cara membacanya harus terbalik, sehingga dibaca tahun saka 13. Akibat meletusnya Gunung Agung Itu, maka terjadilah gempa besar, disertai hujan lebat siang dan malam tiada henti – hentinya selama 2 bulan. kilat dan petir bersambung di udara, setelah itu turunlah Dewa dan Dewi dari kahyangan, Dewa itu masing – masing disebut Hyang Putranjaya, Hyang Gnijaya dan Dewi Danuh. Hyang Putranjaya dianggap paling tinggi derajatnya sebab itulah disebut juga Mahadewa yang berkahyangan di Gunung Agung. Hyang Gnijaya kemudian berkahyangan di Gunung Lempuhyang sedangkan Dewi Danuh dinyatakan berkahyangan di Gunung dan Danu Batur.

Tempat pemujaan untuk Dewi Danuh di daerah Gunung Batur kemudian dulu dikenal dengan nama Pura Tampurhyang yang letaknya di Desa Sinarata. tapi akibat meletusnya Gunung Batur pada tanggal 3 Agustus 1926, yang berakibat desa dan pura tersebut rata tertutup lahar panas, sehingga penduduk desa menyingkir ke sebelah selatan desa kintamani, yang kemudian daerah tersebut kemudian disebut Desa Batur. Di Desa batur inilah masyarakat membangun kembali Pura Tampurhyang yang selesai di plaspas pada hari Redite Pon Prangbakat tanggal 14 April 1935. Belakangan, karena keberadaan Pura Tampurhyang berada di wilayah Desa Batur, masyarakat Bali sering juga disebut Pura Ulun Danu Batur.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Mengenai Pura Lempuyang sedikit dijelaskan dalam naskah turunan prasasti Sading C yang disimpan di Geria Mandhara Munggu, yang isinya menyebutkan sebagai berikut " Pada tahun 1072 Caka (1150) bulan ke-9 hari tanggal 12 bulan paroh terang, wuku julungpujut, ketika hari itu beliau Paduka Çri Maharaja Jayaçakti, merapatkan seluruh pemimpin perang. Karena beliau akan pergi ke Bali karena disuruh oleh ayahnya yaitu Sang Hyang Guru yang bertujuan untuk membuat Pura (dharma) disana di Gunung Lempuyang, terutama sebagai penyelamat bumi bali, diikuti oleh Pendeta Çiwa dan Budha serta mentri besar. Beliau juga disebut Maharaja Bima, yaitu Çri Bayu atau Çri Jaya atau Çri Gnijayaçakti."

Selain itu didalam Lontar Kutarakanda Dewa Purana Bangsul lembar ke 3-5 koleksi Ida Pedande Gde Pemaron di Gria Mandhara Munggu Badung ada di singgung mengenai Lempuyang yang kutipannya kira-kira sebagai berikut " Demikianlah perkataan Sang Hyang Parameçwara kepada putra beliau para dewa sekalian, terutama sekali Sang Hyang Gnijayaçakti wahai ananda, anda-anda para dewa sekalian, dengarkanlah perkataanku kepada anda sekalian, hendaknya anda turun (datang) ke Pulau Bali menjaga pulau Bali, seraya anda menjadi dewa disana"

Di dalam bahsa Jawa kata Lempuyang berarti "Gamongan" gunung Lempuyang berarti gunung gamongan atau bukit gamongan sebagaimana disebutkan dalam lontar Kusuma Dewa dan sampai sekarang masyarakat sekitar tempat itu menyebutkan bahwa Pura Lempuyang terletak di Bukit Gamongan disebelah timur kota Amlapura. Suatu yang menarik dan merupakan keistimewaan adalah didalam Pura Lempuyang luhur terdapat serumpun bambu jenis kecil. Setelah selesai menghaturkan bhakti batang pohon bambu itu dipotong oleh pemangku untuk mendapatkan tirta (disebut tirtha pingit) bagi setiap orang yang pedek tangkil ngaturang bhakti kesana. Tirta tersebut juga berfungsi sebagai Tritha Pengenteg-enteg yakni tirtha yang dipakai untuk Ngenteg Linggih baik di Pura-Pura, mrajan ataupun sanggah. Tetapi anehnya tidak selalu didalam batang bambu tersebut diketemukan air.

Pengungkapan pantheon Hindu, seperti yang dikemukakan di dalam Lontar Raja Purana Sasana Candi Sapralingga Bhuana, kalau disimak dan dikaji, ada titik temu dengan Lontar Usana Bali, yang ditulis oleh Danghyang Nirartha, atau di Bali lebih dikenal sebagai Ida Pedanda Shakti Bawu Rawuh, salah seorang Wiku Siwa yang datang dari Jawadwipa, sebagai wiku pembaharu sistem kehidupan sosial agama Hindu di Bali dan Lombok. Dalam karya tulisnya itu, ada dikemukakan Pelinggih Pura Catur Lokapala, yakni:

Ring Purwa (Timur), Gunung Lempuyang, dengan Pura Lempuyang Luhur, sthana Bhatara Gnijaya,
Ring Pascima, (Barat), Gunung Watukaru, dengan Pura Luhur Watukaru, sthana Bhatara Hyang Tumuwuh,
Ring Uttara (Utara), Gunung Mangu, dengan Pura Ulun Danu Bratan, sthana Bhatara Hyang Danawa,
Ring Daksina, (Selatan), Gunung Andakasa, dengan Pura Andakasa, adalah sthana Bhatara Hyang Tugu.
Ring Madya,adalah Gunung Agung, dengan Pura Besakihnya, pusat pemujaan Siwa Tri purusha (Prama Siwa, Sadasiwa dan Siwa), lengkaplah menjadi Pancagiripralingga (lima gunung sebagai sthana) lima Dewa.Demikian titik temu antara konsep Lontar Raja Purana Sasana Candi Sapralingga Bhuana dengan Lontar Usana Bali, yang telah dikemukakan. Selaras dengan konsep gunung sebagai tempat suci dan Candi Pralingga, di dalam buku upadesa, yang diterbitkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat (sekarang) juga ada yang dikemukakan sembilan Khayangan Jagat, yang berlokasi secara kardinal di Balidwipa. Berlokasi di sembilan gunung dengan sembilan dewa-dewa yang bersthana di pura-pura Nawagiri yang kardinal, sebagai istadewata Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Atau dengan kata lain prabhawa kekuatan Hyang Widhi Yang Tunggal , yang dalam penghayatan agama yang immament di Bali, lebih dikenal sebagai Dewata Nawasanga.
Dewata Nawasanga, yang bersthana secara kardinal, disembilan penjuru mata angin, masing-masing adalah :

Gunung Lempuyang (Pura Lempuyang), ditimur tempat pemujaan istadewata Hyang Widhi, sebagai Dewa Iswara.
Gunung Andakasa, di Selatan (Pura Andakasa), tempat memuja Dewa Brahma.
Gunung Watukaru (Pura Luhur Watukaru), di Barat, tempat memuja Dewa Mahadewa.
Gunung Batur (Pura Ulundanu Batur), di Utara, tempat memuja Dewa Wisnu
Perbukitan Gua Lawah (Pura Gua Lawah), di Tenggara, tempat memuja Dewa Mahesora.
Bukit Pecatu (Pura Luhur Uluwatu), di Baratdaya, tempat memuja Dewa Rudra.
Gunung Mangu (Pura Ulun Danu Bratan), di Baratlaut, tempat memuja Dewa Sangkara.
Gunung Agung (Pura Agung Besakih) di Timur Laut, tempat memuja Dewa Shambu.
Pura Agung Besakih, merupakan Khayangan Jagat (di tengah) tempat pemujaan Dewa Siwa, Siwa Tripurusha (Paramasiwa, Sadasiwa, dan Si-wa) seperti yang telah dikemukakan.Dalam tradisi yang masih hidup sampai sekarang di Balidwipa, di Nawagiri (sembilan gunung) dengan masing-masing puranya, kalau dilaksanakan pemujaan dan persembahan di Pura-pura selalu melakukan Upacara Pemendak Tirtha, beberapa hari sebelum upacara berlangsung. Dan kalau pelaksanaan pemujaan dan persembahan telah selesai, akan dilanjutkan dengan Upacara Mancakarma, atau mejejauman ke Gunung Semeru, yang bermakna selaku Perwujudan angayubagya atau sejenis upacara perwujudan terima kasih kehadapan Dewa Pasupati, yang bersthana di Gunung Semeru.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Rabu, 27 Januari 2021

Lukas, Pahlawan Yang Terlupakan


Mayor Jenderal TNI (Purn) Lukas Kustaryo 

Pria ini bertubuh kecil, namun kiprahnya sangat merepotkan pemerintahan Belanda di Indonesia. Pria Magetan kelahiran 1920 ini bernama Lukas Kustaryo. 

Saat zaman pendudukan Jepang, Lukas masuk dalam pasukan Peta dan ditempatkan di Brigade III/Kian Santang, Purwakarta. Kemudian menjadi Komadan Kompi Batalyon I Sudarsono/ Kompi Siliwangi atau yang dikenal sebagai Kompi Siliwangi Karawang-Bekasi. 

Saat menjadi komandan kompi, Lukas memang dikenal sebagai pejuang yang gagah berani dan punya banyak taktik untuk mengalahkan pasukan Belanda. Beliau suka memakai seragam pasukan Belanda untuk memburu para tentara Belanda. Selain itu pria tersebut sangat gesit seperti belut saat disergap Belanda.

Selain sering menyamar dan membunuh prajurit Belanda, Lukas kerap kali merampas persenjataan pasukan Belanda yang diangkut kereta api yang melintas di Karawang. 
Lukas pernah membajak rangkaian kereta yang berisi penuh senjata dan amunisi bagi pasukan Belanda dari Karawang menuju Jakarta.

Karena ulah Lukas itu, pemerintah Belanda sampai-sampai menjulukinya sebagai Begundal Karawang. Belanda pun mengabadikannya dalam bentuk patung separuh badan  di sebuah gedung di Den Haag. yang bertulisan ‘Lukas’ 

Setelah pasukan Belanda hengkang dari Indonesia, nama Lukas seolah hilang ditelan Bumi. Ia baru muncul ketika monumen pembantaian Rawagede didirikan.
Beliau wafat di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 8 Januari 1997, pada usia 77 tahun.

Meski sangat berjasa bagi perjuangan kemerdekaan, Lukas dikenal sebagai sosok yang rendah hati sehingga jarang yang tahu kiprahnya saat Perang Kemerdekaan. Masyarakat hanya tahu beliau pernah menjabat sebagai Komandan Komando Daerah Militer Purwakarta, Jawa Barat.

: berbagai sumber

Pis Bolong Arjuna Adalah Salah Satu Uang Magis di Masyarakat Bali

 




Pis Rejuna (Pis Arjuna / uang kepeng arjuna), sesuai dengan sebutannya, merupakan uang kepeng yang pada salah satu sisinya terdapat gambar Arjuna. Dalam cerita Mahabharata, Arjuna dikenal sebagai putra ketiga dari Dewi Kunti dan nomor tiga dari Panca Pandawa. Di samping pandai memanah, ia juga dikenal sebagai ksatria yang gagah berani. Wajahnya yang rupawan menyebabkan ia diidolakan oleh banyak wanita. Hal ketampanan itulah yang sebenarnya menjadi penyebab pengapa banyak lelaki kemudian berkeinginan untuk memiliki pis Rejuna tersebut.

Sebagian masyarakat di Bali ada yang meyakini bahwa dengan menjadikan pis Rejuna sebagai jimat dan dipercaya bisa digunakan untuk memikat gadis yang menjadi incaran sang pemuda. Dengan simbol sang Arjuna ini diyakini akan dapat memanah Jantung Asmara sang gadis untuk dipersunting dijadikan istri. Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa pis Rejuna fungsinya tiada lain untuk melanggengkan hubungan orang bersuami-istri atau hubungan sejoli yang sedang dilanda asmara dan sebagai penjaga, ataupun penambah kekuatan untuk bertempur/berperang

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sedemikian sulit dan kuatnya kepercayaan akan khasiat dari Pis Rejuna ini tidak sedikit di antara pemuda-pemuda yang kuat keinginannya untuk segera mempersunting gadis idaman ini berburu di malam hari ke tempat tempat yang angker untuk mendapatkan Pis Arjuna ini.

Dalam pewayangan Panca Pandawa disebutkan bahwa:

Sang Yudistira; merupakan tokoh tertua, yang menjadi panutan dan dikenal kebijaksanaannya dalam menjalankan kehidupan, sehingga sering juga disebut “dharma wangsa” yaitu orang yang dengan teguh menjalankan ajaran dharma.
Sang Bima (bimasena); merupakan tokoh yang dikenal dengan kekuatannya, adalah tokoh yang terkuat diantara ke-empat saudaranya. dia juga dikenal dengan keteguhannya, kesetiaan dan baktinya.
Sang Arjuna; merupakan tokoh yang ahli dalam ilmu panah, paling sakti karena dianugrahi berbagai macam keterampilan karena keuletannya dalam belajar serta meditasi / tapan. karena kesenangannya dalam mencari sesuatu yang baru tersebut (belajar) maka beliau sering pergi meninggalkan saudara-saudaranya untuk menuntut ilmu. dalam perjalannanya tersebut bertemu dengan para wanita yang beberapa diantaranya dijadikan istri beliau.
Sang Nakula dan Sahadewa; si kembar yang merupakan tokoh dikenal sebagai ahli ilmu pengobatan (ayur weda) serta ilmu gaib lainnya (atharwa weda). diantara saudara-saudaranya, Nakula Sahadewa-lah yang paling tampan, tetapi kurang dikenal karena kurangnya minat beliau untuk berkelana dan mencari wanita lain.Dikehidupan sehari hari, masyarakat menjabarkan ajaran Panca Pandawa kegiatannya / sikap sosial, yaitu; yudistira merupakan akal pikiran, bima merupakan semangat, arjuna merupakan emosi, serta nakula dan sahadewa merupakan sikap. hikmahnya, apabila ingin dihargai di masyarakat kuasailah sifat dari panca pandawa. bila terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan yang membuat kita marah dan kekesalan menyelimuti diri, biarkan yudistira (akal pikiran) meredam empat saudaranya. caranya saat mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan, berpikirlah jernih & tetap tenang (sifat yudistira), tahan semangat /panasnya hati (sifat Bima), tetaplah tersenyum (Arjuna) dan tetap sadar akan perbuatan, bersikap santai, dengan melipat kedua tangan di depan dada (Nakula Sahadewa) yang juga berfungsi untuk menahan marah dalam dada. dengan menguasai sifat-sifat dari panca pandawa maka akan akan tetap disegani masyarakat seperti halnya sang Panca Pandawa.


oleh beberapa sumber pis arjuna yang beredar dalam masyarakat adalah Pis Arjuna mentang panah ( baik yang memanah kearah depan ataupun kea rah atas), Arjuna nunggal, Arjuna yang sedang disembah oleh wanita serta Pis Arjuna sedang memangku wanita dll.
cara untuk memperoleh Pis Arjuna ada 3 yaitu;

Paica; dengan cara meyasa, bersemedi / meditasi di tempat - tempat tertentu. pis bolong ini dipandang sangat sakral karena datangnya secara gaib, misalnya melalui wong samar, paica Ida Bhatara, dll
Turunan; merupakan warisan atau pemberian orang
Pasupati; merupakan uang kepeng yang baru dibuat / digambar oleh para balian/dukun di Bali disertai pemasupatiSeperti halnya benda gaib lainnya, Pis Arjuna juga memiliki kelemahan yaitu sangat dipantangkan untuk melewati sarana ini, yaitu “keungkulan semat maisi tain sampi”. apabila uang tersebut melanggar pantangan tersebut maka kasiat yang terkandung didalamnya akan hilang (punah). tapi untuk menghindari punahnya kasiat dari Pis Arjuna ini hendaknya jangan membawanya, cukup nunas wangsuhnya saja. selain itu, untuk memperkuat kekuatan dari Pis Arjuna tersebut diperlukan sarana “Dedes" / alat kelamin dari binatang yang bernama Rase, dengan cara mengasapi, atau di olesi minyaknya.

Khasiat yang dikandung dalam Pis Arjuna tidak akan dapat menyatu dengan penggunanya, tanpa rapalan (mantra). mungkin orang-orang tertentu langsung dapat menggunakannya, mungkin karena tingkat sepiritualnya sudah mencukupi, tapi untuk orang biasa tentunya harus melalui pengucapan mantra tersebut. salah satu mantra yang sering dipakai oleh para sesepuh di bali untuk piolas. mantranya “ ih sang arjuna, aku anggago piolas agung, angadeg ring jadma manusa kabeh, teke lengleng bungeng hatine …..(nama target)…. aninggalin awak sarisanku, kedep sidi mandi mantranku”. selain itu untuk lebih memantafkannya lagi mintalah restu dahulu kepada yang lebih berwenang dan berpengalaman.

Untuk mengatasi masalah terbesar dalam penggunaannya, setiap “Tumpek Krulut” dibuatkan upacara sebagaimana halnya benda gaib lainya, serta saat “Tumpek Landep” untuk mepasupatinya kembali.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Selasa, 26 Januari 2021

Leak Adalah Ilmu Spiritual Tingkat Tinggi Warisan Leluhur Bali

 




Leak merupakan suatu ilmu kuno yang diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali. Kata leak sudah mendarah daging di benak masyarakat hindu di Bali atau asal Bali yang tinggal di perantauan sebab kata-kata ini sangat sering kita dengar dan membuat bulu kuduk merinding atau hanya sekedar ga berani keluar malam gara-gara kata “leak" ini.

Begitu juga keributan sering terjadi antar tetangga gara-gara seorang nenek di sebelah rumah di tuduh bisa ngeleak. Bahkan bayi menangis tengah malam, yang mungkin kedinginan atau perut kembung yang tidak di ketahui oleh ibunya, juga tuduhannya pasti “amah leak” apalagi kalau yang bilang balian sakti (paranormal).

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Asumsi kita tentang leak paling-paling rambut putih dan panjang, gigi bertaring, mata melotot, dan identik dengan wajah seram. Hal inilah yang membuat kita semakin tajam mengkritik leak dengan segala sumpah serapah, atau hanya sekedar berpaling muka bila ketemu dengan orang yang bisa ngeleak.

Secara umum leak itu tidak menyakiti, leak itu proses ilmu yang cukup bagus bagi yang berminat. Karena ilmu leak juga mempunyai etika-etika tersendiri. Yang menyakiti itu ilmu teluh atau nerangjana, inilah ilmu yang bersifat negatif, khusus untuk menyakiti orang karena beberapa hal seperti balas dendam, iri hati, ingin lebih unggul, ilmu inilah yang disebut pengiwa. Ilmu pengiwa inilah yang banyak berkembang di kalangan masyarakat seringkali dicap sebagai ilmu leak.

Tidak gampang mempelajari ilmu leak. Dibutuhkan kemampuan yang prima untuk mempelajari ilmu leak. Dulu ilmu leak tidak sembarangan orang mempelajari, karena ilmu leak merupakan ilmu yang cukup rahasia sebagai pertahanan serangan dari musuh. Orang Bali Kuno yang mempelajari ilmu ini adalah para petinggi-petinggi raja disertai dengan bawahannya. Tujuannya untuk sebagai ilmu pertahanan dari musuh terutama serangan dari luar. Orang-orang yang mempelajari ilmu ini memilih tempat yang cukup rahasia, karena ilmu leak ini memang rahasia. Jadi tidak sembarangan orang yang mempelajari. Namun zaman telah berubah otomatis ilmu ini juga mengalami perubahan sesuai dengan zamannya. Namun esensinya sama dalam penerapan.

Pada dasarnya ilmu leak adalah “ilmu kerohanian yang bertujuan untuk mencari pencerahan lewat aksara suci”.



Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan leak, yang ada adalah “Lia Ak" yang berarti lima aksara (memasukkan dan mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan aksara ini disebut “Panca Gni Aksara” yang merupakan pemuteran "Dasa Aksara", siapapun manusia yang mempelajari kerohanian merek apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan cahaya (aura).

Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat mata dan mulut, sehingga apabila kita melihat orang ngelekas di kuburan atau tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.
BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Orang yang kebetulan melihatnya tidak perlu waswas. Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut melihat, ucapkanlah nama nama Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan endih tidak bisa dipakai untuk memasak karena sifatnya beda. Endih leak bersifat niskala, tidak bisa dijamah.

Pada prinsipnya ilmu leak tidak mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang, yang di pelajari adalah bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa jalan-jalan keluar tubuhnya melalui “ngelekas” atau ngerogo sukmo.

Kata “Ngelekas” artinya kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar, ini pula alasannya orang ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di sebut “angeregep pengelekasan” sering juga disebut NGEREHan.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang umum disebut “ndihan” bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan adalah bagian dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan pelaku bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain.

Dalam dunia pengeleakan ada kode etiknya,

Tidak sembarangan berani/boleh keluar dari tubuh kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak, sehingga tidak semua orang bisa melihat ndihan.
Tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati, orang ngeleak hanya main2 di kuburan (pemuhunan) apabila ada mayat baru, anggota leak wajib datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat tempat yang baik sesuai karmanya, begini bunyi doanya leak memberikan berkat, "ong, gni brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta, mulihankene kite ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahutama, ong rang sah, prete namah.." sambil membawa kelapa gading untuk dipercikkan sebagai tirta.Ditinjau dari sumber ilmunya ada 2 jenis ilmu leak:

Leak Panugerahan adalah kemampuan spiritual yang diberikan oleh Tuhan sebagai gift (hadiah lahir) karena yang bersangkutan memiliki karma yang sangat baik dalam kehidupan sebelumnya. Orang yg menguasai Leak Panganugerahan mampu menghidupkan sinar Tuhan dlm tubuhnya yg diistilahkan dgn “api” dan mampu memadamkannya dgn unsur2 cair yg ada dlm tubuhnya juga. Biasanya unsur2 cair ini akan keluar dalam bentuk ludah/air liur/dahak. Dia juga mampu menyatukan unsur bhuana alit (tubuh manusia) dgn bhuana agung (alam semesta). Dgn demikian ybs mampu menguasai semua makhluk2 halus (jin, setan,dll) yg ada di dalam tubuh manusia dan di alam semesta dalam genggamannya. dan sekali yang menerima anugrah tersebut melanggar aturan atau berbuat diluar kebajikan, maka semua ilmunya akan sirna dan hidupnya pasti menderita. Sehingga apapun yang akan dilakukannya berkaitan dengan ilmu leak, selalu minta ijin terlebih dahulu dari Sesuhunannya atau paling tidak mengadakan pemberitahuan (matur piuning).
Leak Papalajahan adalah kemampuan yg didapat dgn cara belajar baik dengan meditasi, tapa semadhi atau yoga atau belajar dari guru. orang yg menguasai Leak Papalajahan hanya mampu menghidupkan api saja tanpa mampu memadamkannya. Dia juga tdk mampu menguasai makhluk2 halus yg ada di alam semesta dalam dirinya, tapi bisa memerintahkan mereka dgn jalan memberikan seperangkat sesajen tertentu utk menyenangkan makhluk2 halus, karena sesajen2 ini adalah makanan buat mereka.Dalam sebuah tayangan episode televisi ada seorang praktisi leak yang mencoba menghapus kesan buruk ilmu leak dengan menayangkan prosesi nglekas. Dinyatakan di sana bahwa kru televisi dari luar Bali pada ketakutan dan menjauh dari sang praktisi karena melihat perubahan wujud menjadi sangat menyeramkan. Padahal dari rekaman video perubahan wujud itu tidak tampak sama sekali. Hanya dari beberapa bagian tubuh sang praktisi mengeluarkan cahaya terang, terutama mulut dan ubun-ubun, sedangkan dari telapak tangan keluar asap putih. Itu bedanya mata manusia yang memiliki sukma dan mata teknologi (kamera).

Jadi Kesimpulannya adalah

Leak tidak perlu di takuti, tidak ada leak yang menyakiti,
Takutlah terhadap pikiran picik, dengki, sombong, pada diri kita sebab itu sumber pengiwa dalam tubuh kita. Bila tidak diantisipasi tekanan darah jadi naik, dan penyakit tiga S akan kita dapat, Stres, Stroke, Setra.
Pada hakekatnya tidak ada ilmu putih dan hitam semua itu hati yang bicara
Sama halnya seperti hipnotis, bagi psikiater ilmu ini untuk penyembuhan, tapi bagi penjahat ilmu ini untuk mengelabui serta menipu seseorang, tinggal kebijaksanaan kita yang berperan.
Pintar, sakti, penting namun..ada yang lebih penting adalah kebijaksanaan akan membawa kita berpikir luas, dari pada mengumpat serta takut pada leak yang belum tentu kita ketemu tiap hari.
Sumber : cakepane.blogspot.com

Senin, 25 Januari 2021

Tingkatan Ilmu Leak di Bali

 




Ilmu leak dalam hal kewisesan ilmu pengliakan ini bisa dipelajari dari lontar-lontar yang memuat serangkaian ilmu pengeleakan, antara lain; “Cabraberag, Sampian Emas, Tangting Mas, Jung Biru”. Lontar - lontar tersebut ditulis pada zaman Erlangga, yaitu pada masa Calonarang masih hidup.

Pada Jaman Raja Udayana yang berkuasa di Bali pada abab ke 16, saat I Gede Basur masih hidup yaitu pernah menulis buku lontar Pengeleakan dua buah yaitu “Lontar Durga Bhairawi” dan “Lontar Ratuning Kawisesan”. Lontar ini memuat tentang tehnik-tehnik Ngereh Leak Desti.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Selain itu lontar yang bisa dipakai refrensi diantaranya; “Lontar Tantra Bhairawa, Lontar Kanda Pat dan Lontar Siwa Tantra”.

Leak mempunyai keterbatasan tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada tujuh tingkatan leak.

Leak barak (brahma). Leak ini baru bisa mengeluarkan cahaya merah api.
Leak bulan,
leak pemamoran,
Leak bunga,
leak sari,
leak cemeng rangdu,
leak siwa klakah.Leak siwa klakah inilah yang tertinggi. Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak batinnya.

Di samping itu, ada tingkatan yang mungkin digolongkan tingkat tinggi seperti :

Calon Arang
Pengiwa Mpu Beradah
Surya Gading
Brahma Kaya
I Wangkas Candi api
Garuda Mas
Ratna Pajajaran
I Sewer Mas
Baligodawa
Surya Mas
Sanghyang Aji Rimrim.Dalam gegelaran Sanghyang Aji Rimrim, memang dikatakan segala Leak kabeh anembah maring Sang Hyang Aji Rimrim, Aji Rimrim juga berbentuk Rerajahan. Bila dirajah pada kayu Sentigi dapat dipakai penjaga (pengijeng) pekarangan dan rumah, palanya sarwa bhuta-bhuti muang sarwa Leak kabeh jerih.

Dan berikut kutipan mantranya:

Ih ibe bute leak, enyen ngadakang kite, sangiang mrucu kunda sangkan ibe ngendih, sangiang brahma menugra sire, kai sangiang siwa menugra kai, angimpus leak, angawe leak bali grubug, tutumpur punah, pengawe pande tikel, pengawen dewa tulak, aku sarinning sangiang rimrim, asiyu bale agung wong ngleak, kurang peteng 3x, jeng. Om ram rimrim durga dewi dan seterusnya....

Disamping itu, ada sumber yang mengatakan ilmu leak mempunyai tingkatan. Tingkatan leak paling tinggi menjadi bade (menara pengusung jenasah), di bawahnya menjadi garuda, dan lebih bawah lagi binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing ayam putih, kambing, babi betina dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I Pudak Setegal (yang terkenal cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I Jaka Punggul dan I Pitik Bengil (anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup).

Dari sekian macam ilmu Pengleakan, ada beberapa yang sering disebut seperti
BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Bajra Kalika yang mempunyai sisya sebanyak seratus orang,
Aras Ijomaya yang mempunyai prasanak atau anak buah sebanyak seribu enam ratus orang. Di antaranya adalah I Geruda Putih, I Geringsing, I Bintang Sumambang, I Suda Mala, Pudak Setegal, Belegod Dawa, Jaka Tua, I Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian Emas, Kebo Komala, I Misawedana, Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo Wangsul, dan I Cambra Berag. Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat ilmu bebai yakni I Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog. Masing-masing bebai mempunyai teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan apabila dihitung maka akan ada sebanyak 108 macam bebai.Di lain pihak ada pula disebutkan bermacam-macam ilmu pengLeakan seperti :
Aji Calon Arang, Ageni Worocana, Brahma Maya Murti, Cambra Berag, Desti Angker, Kereb Akasa, Geni Sabuana, Gringsing Wayang, I Tumpang Wredha, Maduri Geges, Pudak Setegal, Pengiwa Swanda, Pangenduh, Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah Pertiwi, Penyusup Bayu, Pasupati Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna Geni Sudamala, Ratu Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang, Weda Sulambang Geni, keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan tungtung tangis, keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang Hyang Sumedang, Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang Aji Kretket, Sang Hyang Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan lain-lain yang tidak diketahui tingkatannya yang mana lebih tinggi dan yang mana lebih rendah.
Hanya mereka yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya.



Tingkatan Leak pun sebenarnya sangat banyak. Namun karena suatu kerahasiaan yang tinggi, jadinya tidak banyak orang yang mengetahui. Mungkin hanya sebagian kecil saja dari nama-nama tingkatan tersebut sering terdengar, karena semua ini adalah sangat rahasia. Dan tingkatan-tingkatan yang disampaikan pun kadangkala antara satu perguruan dengan perguruan yang lainnya berbeda. Demikian pula dengan penamaan dari masing-masing tingkatan ada suatu perbedaan. Namun sekali lagi, semuanya tidak jelas betul, karena sifatnya sangat rahasia, karena memang begitulah hukumnya.

Setiap tingkat mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecele, ketika emosinya labil. Ilmu tersebut bisa membabi buta atau bumerang bagi dirinya sendiri. Hal inilah membuat rusaknya nama perguruan. Sama halnya seperti pistol, salah pakai berbahaya. Makanya, kestabilan emosi sangat penting, dan disini sang guru sangat ketat sekali dalam memberikan pelajaran.

Selama ini leak dijadikan kambing hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit, atau aji ugig bagi sebagian orang. Padahal ada aliran yang memang spesial mempelajari ilmu hitam disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana membikin celaka, sakit, dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah dengan memancing kesalahan orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia bereaksi.

Emosi itu dijadikan pukulan balik bagi penestian. Ajaran penestian menggunakan ajian-ajian tertentu, seperti aji gni salembang, aji dungkul, aji sirep, aji penangkeb, aji pengenduh, aji teluh teranjana. Ini disebut pengiwa (tangan kiri). Kenapa tangan kiri, sebab setiap menarik kekuatan selalu memasukan energi dari belahan badan kiri.

Pengwia banyak menggunakan rajah-rajah ( tulisan mistik) juga dia pintar membuat sakit dari jarak jauh, dan “dijamin tidak bisa dirontgen dan di lab” dan yang paling canggih adalah cetik ( racun mistik). Dan aliran ini bertentangan dengan pengeleakan, apabila perang beginilah bunyi mantranya, "ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ……….."

Yang paling canggih adalah cetik (racun mistik). Aliran ini bertentangan dengan pengeleakan. Apabila perang, beginilah bunyi mantranya; ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan segara gni………..…

Ilmu Leak ini sampai saat ini masih berkembang karena pewarisnya masih ada, sebagai pelestarian budaya Hindu di Bali dan apabila ingin menyaksikan leak ngendih datanglah pada hari Kajeng Kliwon Enjitan di Kuburan pada saat tengah malam.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Minggu, 24 Januari 2021

Sejarah Desa Ketewel - Sukawati

 




Tersebutlah seorang keturunan Pasek Prawangsa dari Lembah Tulis Majapahit, datang ke Bali, beliau menjadi pamongmong Widhi di Pasar Agung Besakih. Beliau sangat bijaksana dan mendalami filsafat ketuhanan (Widhi Tatwa), beliau bernama Mangku Sang Kulputih. Mangku Sang Kulputih mempunyai dua orang putera yang bernama I Wayan Pasek dan I Made Pasek. Kedua bersaudara itu sudah beristri dan masing - masing mempunyai keturunan. Mereka berdua sama-sama bijaksana dalam ilmu pengetahuan Ketuhanan.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Beberapa lamanya Mangku Sang Kulputih menjadi pamongmong di Pasar Agung Besakih, tentramlah pulau Bali ini, dan akhirnya beliau berpulang ke Sorga (meninggal dengan jalan moksah).

Sepeninggal Mangku Sang Kulputih, maka putera beliau I Made Pasek meninggalkan Pasar Agung Besakih bersama-sama dengan istri dan putra beliau mengembara keluar masuk hutan. Di dalam perjalanannya diam-diam beliau dibuntuti oleh seekor burung perkutut putih. Pada suatu ketika di tengah perjalanan I Made Pasek merasa lelah, maka mendekatlah burung perkutut putih itu serta memberikan tiga butir biji kuning untuk di makan sekedar menambah tenaga. Dengan dimakannya pemberian burung perkutut itu maka I Made Pasek kembali segar bugar serta melanjutkan perjalanan.

Sepanjang perjalan I Made Pasek dengan setia memuja serta memohon anugrah Ida Hyang Widhi agar mereka selamat dalam perjalanan.

Beberapa tahun lamanya I Made Pasek mengembara di hutan-hutan akhirnya sampailah beliau di alas Jerem (hutan jerem). Karena kelelahan akhirnya beliau tertidur di tepi alas jerem tersebut. Tidak beberapa lama beliau merasa seolah-olah mimpi hingga beliau terkejut dan terbangun. Tatkala itu terdengarlah suara gaib dari angkasa, yang isinya :

"Hai engkau manusia keturunan Pasek Prawangsa, Aku adalah Hyang Pasupati datang memberitahukan kepadamu, hentikanlah perjalananmu, aku memberikan tugas suci kepadamu untuk menjadi Tukang sapu, pamongmong di Kahyangan-Ku yaitu di Pura Jogan Agung di hutan Jirem ini dan Aku memberikan panugrahan kepadamu yaitu menjadi wangsa Dukuh Murti, selanjutnya mulai saat ini engkau tidak boleh lagi mengingat Wangsa Pasekmu sebagai asal kawitanmu" Demikianlah sabda dari Hyang Pasupati.



Setelah beberapa kurun waktu Dukuh Murti menjadi pamongmong di Pura Payogan Agung di hutan Jerem, beliau sangat setia terhadap tugas dan taat melakukan tapa brata, serta mengadikan diri sepenuhnya terhadap Hyang widhi.

BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di BaliPutra Dukuh Murti yang diberi nama Dukuh Centing Tinggal di alas Mercika (Mercika Wana) yang sehari-harinya melaksanakan Yoga Semadi dan melakukan Brahmacari (tidak kawin).

Diceritakan sekarang pada hari baik yaitu Soma Wage Dukut purnamaning Kasa, sampailah waktunya beliau terpanggil pulang ke alam baka (meninggal dunia) dengan jalan moksa tanpa meninggalkan jasad. Beliau meninggalkan setetes darah untuk meyakinkan putranya Dukuh Centing bahwa beliau beserta istrinya telah meninggal.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Bertepatan dengan meninggalnya Dukuh Murti, Dukuh Centing selalu dihinggapi perasaan gelisah dengan adanya firasat-firasat buruk sehingga beliau memutuskan untuk kembali ke alas Jerem menemui orang tuanya. Sesampainya beliau di alas Jerem, keadaan sunyi senyap baik di kahyangan Payogan Agung maupun di pondoknya. Tiba-tiba tercium bau wangi dari angkasa serta ditemukan setetes darah. Dalam keprihatinnannya yakinlah Dukuh Centing bahwa darah itu adalah darah orang tuanya yang membuktikan bahwa orang tuanya telah meninggal. Oleh karena itu diambilnyalah darah itu dan diupacarai sebagaimana mestinya. Setelah diupacarai abunya lalu ditanam di pekarangan pondok beliau. Kemudian Dukuh Centing kembali ke Mercika Wana untuk melanjutkan Yoga semadinya.

Tidak beberapa lama Dukuh Centing melakukan yoga semadi, kembalilah beliau pulang ke alas jerem untuk menghadap ke kahyangan Payogan Agung. Tiba-tiba beliau dikagetkan dengan adanya dua batang pohon nangka yang sudah besar sekali, padahal beliau meninggalkan alas jerem dalam waktu tidak beberapa lama.

Dalam kebingungannya yang dihantui oleh rasa takut tiba-tiba terdengar suara gaib dari angkasa, sebagai berikut:

"Hai kamu Dukuh Centing janganlah engkau pergi dan takut,ini ada tumbuh dua batang pohon nangka yang membuktikan bahwa orang tuamu Dukuh Murti telah mejelma kembali kedunia ini. Pada saatnya nanti apabila pohon ini telah sama-sama dewasa, maka dari kedua pohon ini akan lahirlah 2 orang laki dan perempuan, yang laki diberi nama Gede Mawa dan yang perempuan bernama Ni Mawit Sari, yang selanjutnya Gede Mawa bergelar I Gede Ketewel, karena beliau lahir dari pohon nangka. Nantinya atas restuku, Aku perkenankan kepada seluruh keturunannya menggunakan Wangsa Ketewel dimanapun dia berada di pulau Bali ini, dan alas Jerem Aku jadikan sebuah desa yang bernama Desa Ketewel"

Sumber : cakepane.blogspot.com