Senin, 26 September 2022

Thomas Wanggai, Bapak Republik Melanesia Barat

 Ia disebut-sebut sebagai “Nelson Mandela” nya orang Papua. Kematian misterius Thomas Wanggai menggoreskan luka rakyat Papua sekaligus menabalkan sentimen anti Indonesia.


Thomas Wanggai, Bapak Republik Melanesia Barat
Thomas Wanggai. Ilustrasi: Betaria/Historia.

Huru-hara menggemparkan distrik Abepura di kota Jayapura, Papua. Amukan massa yang tersulut amarah berujung aksi pembakaran. Sejumlah kios di Pasar Abepura habis dilalap api. Kurang dari enam mobil hangus dan hancur. Puluhan bangunan di jalur Sentani-Abepura sepanjang 20 km rusak berat. Ada yang menyobek bendera Merah Putih sementara yang lain menaikkan panji Bintang Kejora.
“Kerusuhan melanda Sentani-Abepura hari Senin (18/3) segera setelah kedatangan jenazah Dr. Thomas Wanggai, terhukum kasus subversi yang meninggal di Jakarta,” demikian berita Kompas, 19 Maret 1996.
Semua bermula dari isu Thomas Wanggai dibunuh dalam tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur. Ketika jenazah tiba di Bandara Sentani, ribuan massa simpatisan telah menanti. Mereka mendadak berubah beringas setelah aparat menolak memperlihatkan jenazah Tom Wanggai untuk disemayamkan di aula Universitas Cenderawasih (Uncen). Begitu dihormatinya Thomas Wanggai sehingga kematiannya jadi simbol perlawanan terhadap pemerintah Indonesia.
Bendera Bintang 14
Pada 14 Desember 1988, sekira 60 orang berkumpul di Stadion Mandala, Jayapura. Mereka menghadiri upacara pembacaan proklamasi Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang kesekian kalinya. Namun, ada yang berbeda hari itu. Bendera yang dikibarkan bukanlah Bintang Kejora, melainkan Bendera Bintang 14. Naskah proklamasi maupun Bendera Bintang 14 itu dirancang oleh Thomas Wanggai.
Thomas Wapai Newei Serampayai Wanggai adalah pendukung OPM berpendidikan tinggi. Ia lahir di kampung Ambai, Serui pada 5 Desember 1937. Gelar sarjana hukumnya direngkuhnya dari Okoyama State University pada 1969. Pada saat menempuh pendidikan di Jepang itulah Tom bertemu dengan Mimie Teruko Kohara yang kemudian menjadi istrinya. Setelah itu, Tom meraih gelar doktor bidang administrasi negara di Florida University pada 1985. Tom Wanggai bekerja di kantor gubernuran sebagai staf ahli Bappeda Pemda Papua.

Dibandingkan dengan gerakan nasionalisme Papua sebelumnya, menurut George Junus Aditjondro, gerakan Tom Wanggai mendapat perhatian paling luas dan terbuka dari masyarakat Papua. Berbeda dengan para pendahulunya yang selalu menggunakan entitas dari zaman kolonial Belanda, yakni Papua Barat, Tom menamakan negeri merdeka yang dibayangkannya: Melanesia Barat. Entitas ini merujuk pada rumpun ras masyarakat di kawasan Pasifik Selatan. Tapi, gagasan Tom Wanggai tentang perjuangannya mendirikan Negara Republik Melanesia Barat berlandaskan ke-Kristenan adalah daya pikat bagi masyarakat.
“Yang jelas proklamasi Tom Wanggai punya appeal yang besar terhadap sebagian penduduk kota Jayapura dan kota-kota satelitnya. Proklamasi Tom Wanggai juga punya appeal secara khusus bagi kalangan terdidik dan pegawai negeri yang berasal dari Kabupaten Yapen-Waropen,” ungkap Aditjondro dalam Cahaya Bintang Kejora: Papua Barat dalam Kajian Sejarah, Budaya, Ekonomi, dan Hak Asasi Manusia.
Bendera Bintang 14 dijahit sendiri Teruko Wanggai, istri Tom Wanggai. Sementara itu, Tom Wanggai mendaulat dirinya sebagai presiden Republik Melanesia Barat. Aktivis Papua Merdeka Filep Karma mengenal kiprah Tom Wanggai. Dalam catatannya Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia di Tanah Papua, Filep mengatakan, “Wanggai berpendapat bendera Bintang Kejora dari 1961 warnanya terlalu Eropa: merah, putih, biru.”

Namun, tersirat motif lain di balik pilihan Tom Wanggai mendirikan Negara Melanesia Barat. Gerakan kemerdekaan itu, seperti ditulis Philipus Robaha, aktivis Solidaritas Nasional Mahasiswa Pemuda Papua (Sonamappa), dalam artikelnya di kanal laolao-papua.com, disebut-sebut pelarian atas kegagalan Tom Wanggai menjadi gubernur Papua.
Pada 1987, Tom Wanggai kalah bersaing melawan Barnabas Suebu dalam pemilihan gubernur. Rumor ini jadi cerita dari mulut ke mulut yang berkembang hingga sekarang. Barnabas Suebu sendiri pada 2017 didakwa bersalah atas kasus korupsi. Ia mendekam di LP Sukamiskin, Bandung.

Misteri di LP Cipinang
Gerakan Tom Wanggai meresahkan otoritas pemerintah Indonesia di Papua. Setelah peristiwa pengibaran Bendera Bintang 14, ia ditangkap. Pengadilan Negeri Jayapura menjerat Tom Wanggai dengan dakwaan perbuatan makar dan vonis hukuman penjara 20 tahun. Sementara, istri Tom dikenai hukuman 8 tahun penjara. Dari LP Jayapura, Tom kemudian dipindahkan ke LP Cipinang, Jakarta Timur.   
Pada 12 Maret 1996, Tom Wanggai ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di selnya. Sekujur tubuhnya kaku membiru. Kepala LP Cipinang menyatakan Tom Wanggai meninggal karena menderita penyakit. Temuan-temuan kejanggalan kemudian menyingkap tabir penyebab kematian Tom yang masih berselubung tanda tanya.

Tokoh gerakan Papua Pdt. Socrates Sofyan Yoman tidak percaya dengan pernyataan pihak LP Cipinang. Dalam Pemusnahan Etnis Melanesia di Papua Barat, ia menyebut kematian Tom Wanggai tidak wajar. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian jurnalis Australia, Robin Osborn, yang mengatakan Tom Wanggai adalah salah satu korban penyiksaan dalam penjara.
Diduga kuat, Tom Wanggai dibunuh oleh tentara Indonesia. Konfirmasi mengenai laporan tersebut, ungkap Osborn, berasal dari dokumen resmi. Beberapa di antaranya sampai ke tangan OPM, atau media massa di Indonesia (yang tidak bisa menerbitkannya), atau ke wartawan asing, lembaga-lembaga bantuan serta pekerja gereja dan akademisi. 
Sementara itu, menurut mantan komisioner Komnas HAM Decki Natalis Pigay, kematian Tom Wanggai tidak lepas dari wacana politik resistensi lokal OPM akibat keberaniannya memproklamasikan kemerdekaan Republik Melanesia Barat. Patut dicatat bahwa Tom Wanggai melakukan itu di tengah-tengah kota satelit Jayapura sedangkan para pendahulunya kebanyakan bergerak di tengah hutan belantara pedalaman Papua.

Banyak kabar yang beredar di tengah masyarakat seputar meninggalnya Tom Wanggai. Kepala LP Cipinang jadi sasaran tudingan. Ia dianggap turut bertanggung jawab karena terlambat mengirimkan Tom yang sakit keras itu ke Palang Merah Internasional. Polemik juga berlanjut pada persoalan hilangnya jenazah Tom Wanggai dari lemari kamar mayat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tanpa sepengetahuan pihak keluarga. Desas-desus inilah yang kemudian meletupkan kerusuhan saat jenazah Tom Wanggai dipulangkan ke Papua.
“Pada saat itu rakyat Irian termasuk kalangan terpelajar, mahasiswa, serta masyarakat biasa berduyun-duyun menuju Bandara Sentani untuk menyambut seorang tokoh yang dihormati sebagai simbol intelektual Irian,” kata Pigay dalam Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua.
Raga Thomas Wanggai memang telah lama meninggalkan dunia ini. Tapi ideologinya untuk mendirikan negara merdeka yang terpisah dari Republik Indonesia masih hidup dalam dada sebagian orang Papua sampai saat ini. Entah sampai kapan.

https://historia.id/politik/articles...t-vogxW/page/1


Diskriminasi Rasial terhadap Orang-Orang Keturunan Korea di Jepang

 Diskriminasi Rasial terhadap Orang-Orang Keturunan Korea di Jepang

14 Sep 2022 10:00 WIB

Diskriminasi Rasial terhadap Orang-Orang Keturunan Korea di Jepang
Minggu, 19 Mei 2013, pengunjuk rasa ultranasionalis membawa bendera Jepang di jalanan Tokyo untuk berdemonstrasi menentang "hak istimewa" bagi penduduk keturunan Korea di Jepang. Sepanjang tahun 2013, demonstrasi anti-Korea menyebar di berbagai kota yang menaungi banyak komunitas Korea (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Diskriminasi rasial masih dialami oleh penduduk minoritas keturunan Korea Zainichi di Negeri Sakura yang 98 persen populasinya beretnis Jepang.

tirto.id - Jepang lekat dengan masyarakat dan budayanya yang homogen. Hampir 98 persen dari 126 juta populasinya beretnis Jepang. Asumsi sederhananya, keberagaman sosiobudaya nyaris tidak ada sehingga muncul kesan atau ilusi, terutama di kalangan publik Jepang, bahwa negerinya cenderung kebal dari gesekan antaretnis.

Maka itu, ketika gerakan Black Lives Matter untuk melawan diskriminasi struktural terhadap orang kulit hitam di Amerika Serikat meletus pada musim panas tahun 2020, sejumlah warga Jepang tampak agak sulit merasa tersambung atau memang sekadar lugu dalam menanggapinya.

Pelantun lagu "First Love", Hikaru Utada, di Twitter sempat berkicau, “Sebagai orang Jepang yang lahir dan besar di Jepang, rasisme mungkin tidak terlintas sama sekali dalam pikiran, namun yang sekarang terjadi di Amerika nampaknya bakal jadi satu fase yang terekam dalam sejarah dunia di masa depan…”

Ketika BBC menerbitkan artikel tentang praktik diskriminatif oleh media dan publik Jepang terhadap orang kulit hitam dan penduduk keturunan campuran--seperti petenis Naomi Osaka dan Miss Universe Jepang Ariana Miyamoto--warganet menanggapinya dengan gusar.

Berpegang pada narasi bahwa pada dasarnya tidak ada diskriminasi ras di Jepang, mereka menuding artikel tersebut justru sudah mendiskriminasikan bangsa Jepang. Juga dipandang sebagai satu upaya untuk memamerkan betapa bangsa kulit putih dari Barat jauh lebih mulia dan unggul dibandingkan orang-orang Jepang.

Reaksi yang mirip juga muncul ketika produsen pakaian olahraga asal AS, Nike, merilis iklan tentang remaja-remaja dari kalangan marginal di Jepang (latar birasial sampai keturunan Korea) yang berjuang jadi atlet meskipun mengalami perundungan di lingkungan sekitar.

Di samping mengkritiknya sebagai “tuduhan salah yang tidak berdasar”, warganet juga menyerukan aksi boikot produk-produk Nike, bahkan mereka menantang Nike untuk membuat iklan yang mengkritik penindasan otoritas Cina pada etnis Uyghur dan rakyat Tibet.

Diskriminasi Rasial Tetap Ada

Di balik penyangkalan terhadap isu-isu rasialisme, perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas tetap lestari di negara yang setiap tahun langganan masuk dalam sepuluh peringkat negara paling damai sedunia ini.

Survei oleh Kementerian Hukum Jepang terhadap 4.200 penduduk asing pada 2016 mengungkap 40 persen responden pernah ditolak saat mencari apartemen semata-mata karena mereka bukan orang Jepang.

Sebanyak 30 persen responden mengaku “sering” dan “kadang-kadang” dihina atau diperlakukan diskriminatif. Mayoritas pelakunya adalah orang lalu-lalang alias pihak tidak dikenal.

Sampai tahun 2021, terdapat 2,8 juta penduduk keturunan asing yang menetap di Jepang.

Sebanyak 440 ribu jiwa merupakan keturunan Korea yang disebut Zainichi. Mereka adalah generasi kedua dan ketiga dari orang-orang yang bermigrasi dari Semenanjung Korea ke Jepang—kemudian juga dipaksa datang ke sana—untuk bekerja sejak awal abad ke-20.

Zainichi secara harfiah artinya “bertempat tinggal di Jepang” dan bisa merujuk pada orang asing atau bangsa non-Jepang lainnya. Akan tetapi istilah tersebut sudah terlanjur diasosiasikan dengan etnis Korea.

Meskipun populasinya paling kecil setelah penduduk keturunan etnis Cina (740 ribu) dan Vietnam (450 ribu), komunitas Korea Zainichi-lah yang cukup sering disorot sebagai sasaran kebencian.

Organisasi layanan pendidikan Korean Scholarship Foundation pernah menyurvei seribu pelajar dan mahasiswa keturunan Korea di Jepang sejak Desember 2019-Februari 2020. Hasilnya, sebagaimana dilansir dari harian Mainichi, sekitar 30 persen responden mengaku pernah dilecehkan secara verbal.

Kata-kata kasar yang mereka terima seperti seruan “pulang sana ke Korea Selatan”, “pergilah dari Jepang”, dan “Chon (panggilan merendahkan untuk orang Korea)”.

Sementara 74 persen responden pernah mendapati kasus-kasus diskriminasi ras di forum daring. Presentase responden yang sama juga mengaku sudah melihat atau mendengar ujaran-ujaran kebencian dalam aksi protes atau pidato-pidato.

Gerakan Anti-Zainichi

Dalam dua sampai tiga dekade belakangan, kasus diskriminasi tidak bisa dipisahkan dari hubungan rumit Tokyo dengan Pyong Yang terutama terkait isu pertahanan.

Awal dekade 1990-an, sempat berlangsung krisis nuklir yang dipicu oleh ancaman Korea Utara untuk keluar dari Perjanjian Nonprofilerasi (kesepakatan agar membatasi kepemilikan senjata nuklir). Publik Jepang, yang menyadari negaranya masuk dalam jangkauan target penghancuran Pyong Yang, mulai merasa waswas.

Ketakutan itu lantas diekspresikan lewat serangan-serangan bernuansa teror, yang semakin marak terjadi setelah 31 Agustus 1998. Pada hari itu, militer Korea Utara meluncurkan rudal balistik ke sekitar perairan Jepang, diyakini sebagai insiden pertama dalam sejarah relasi Jepang-Korut.

Pejabat Jepang pun gencar mendemonisasi rezim Kim Jong-il, yang beritanya jadi konsumsi sehari-hari masyarakat.

Sepanjang bulan September 1998, tercatat lebih dari 30 kasus serangan terhadap orang Korea Zainichi. Anak perempuan yang bersekolah di insitusi pendidikan Korea di Jepang termasuk targetnya. Mungkin karena mereka mudah dikenali dengan seragam khas rok dan jaket pendek chima jeogori—pakaian tradisional Korea.

Di sekitaran Tokyo misalnya, seorang pelajar perempuan tengah berjalan kaki dari sekolah ketika kepalanya disodok dengan payung oleh seorang pria bersepeda. Ketika tiba di stasiun, dirinya juga diludahi oleh seorang lelaki paruh baya.

Setelah itu, teror demi teror menyusul. Satu sekolah Korea menerima telepon misterius dari pria yang mengancam akan menculik salah satu murid, menelanjangi, lalu membunuhnya di sungai.

Kepanikan juga sempat menyebarluas di lingkup insitusi pendidikan Korea setelah Asosiasi Umum Penduduk Korea (Chosen Soren atau Chongryon, organisasi yang dipimpin tokoh-tokoh dari Partai Buruh Korea dan berfungsi sebagai kedutaan de facto Korut) menerima laporan telepon tentang racun sianida yang dimasukkan ke dalam tanki air milik satu sekolah.

Insiden pembakaran dengan bensin juga dilaporkan terjadi di cabang kantor Chosen Soren di Yokohama, Tokyo, dan Chiba. Di Chiba, staf yang sedang jaga malam bahkan dianiaya dan dibakar hingga meninggal dunia. Akan tetapi, polisi menyimpulkan kasus tersebut tak lebih dari perampokan, alih-alih dipicu motif politis.

Grup-grup sayap kanan Jepang atau uyoku, tak terkecuali netto-uyoku atau netizen ultranasionalis, disinyalir berada di balik aksi kekerasan di atas. Salah satu yang cukup terorganisasi dan terkenal bernama Zaitokukai.

Grup yang berawal dari forum internet ini didirikan tahun 2006, tak lama setelah relasi Jepang-Korut semakin tegang karena pengakuan Pyong Yang tentang penculikan warga Jepang pada dekade 1970-1980.

Dalam laman resminya, Zaitokukai yang diperkirakan punya 14 ribu pengikut ini dideskripsikan sebagai “grup patriotik yang bercita-cita menghapus hak istimewa Zainichi”.

Hak istimewa Zainichi berkaitan dengan status khusus untuk orang-orang asing di Jepang, terutama keturunan Korea, yang tidak dinaturalisasi.

Dipetik dari studi oleh Yuuka Wickstrum dalam Bulletin of Institute for Education and Student Services Okayama University (2016), sejak 1991 pemerintah Jepang melalui UU Imigrasi Spesial memberikan status spesial bagi orang-orang Korea Zainichi, yakni “penduduk permanen khusus”.

Menurut hoaks yang dikembangkan oleh grup Zaitokukai, status istimewa tersebut sudah menguntungkan banyak orang Korea Zainichi (mendapatkan tunjangan kesejahteraan dari pemerintah dan keringanan pajak layanan umum). Padahal, siapa lagi mayoritas penerima tunjangan kesejahteraan jika bukan orang Jepang sendiri (97 persen per tahun 2012)?

Kegiatan Zaitokukai meliputi aksi demo di jalanan, termasuk di kedutaan-kedutaan negara yang kerap bersitegang dengan pemerintah Jepang terkait perkara teritorial (Cina, Rusia, Korea Selatan).

Mereka kerap mengibarkan bendera Jepang versi Matahari Terbit--simbol yang menyakitkan bagi masyarakat eks-koloni Jepang karena mencerminkan era penjajahan Jepang. Mereka juga mengadakan acara pergi bersama ke Kuil Yasukuni, tempat didoakannya arwah-arwah penjahat perang Jepang.

Zaitokukai mulai menarik perhatian publik setelah melakukan aksi demo anti-Korea di sekolah dasar khusus anak Korea di Kyoto pada 2009-2010. Mereka dilaporkan mengganggu aktivitas belajar di kelas dengan memakai pengeras suara untuk menyerukan agar sekolah tersebut dibubarkan karena berafiliasi dengan pemerintah Korut.

Aksi mereka dipicu oleh wacana pemerintah memberikan tunjangan pada institusi pendidikan swasta, termasuk milik organisasi propemerintah Korea, baik Korsel dan Korut, yang pada dasarnya memang dikecualikan dari anggaran pendidikan negara.

Diskriminasi Rasial terhadap Orang-Orang Keturunan Korea di Jepang

Pada 2013, Zaitokukai akhirnya diminta oleh pengadilan untuk membayar ganti rugi seebsar 120 juta yen kepada pihak sekolah Korea. Pada tahun itu juga mereka bikin geger lagi dalam aksi demo anti-Zainichi di Tsuruhashi, distrik yang ditempati banyak komunitas Korea Zainichi di kota Osaka. Dilansir dari laman organisasi HAM HuRights Osaka, Zaitokukai memberikan panggung pada gadis remaja usia 14 tahun untuk menyampaikan orasi penuh kebencian. Aksinya direkam dan diunggah ke YouTube.

“Saya benci orang Korea sampai benar-benar tidak tahan dan hanya ingin membunuh mereka semua. Kalau orang Korea semakin berperilaku arogan, saya akan melakukan pembantaian di Tsuruhashi seperti pembantaian Nanking!” demikian petikan pidatonya yang disambut dengan sorakan peserta. Tragedi Nanking merujuk pada aksi pembunuhan ratusan ribu warga Cina oleh tentara kekaisaran Jepang pada 1937.

Sepanjang tahun 2013, terdapat 360 aksi demonstrasi dan penyebaran ujaran kebencian tak terkecuali yang bersifat daring. Wujudnya termasuk grafiti—berjumlah lebih dari 50—di dinding kawasan Shin-Okubo, pusat industri kuliner dan pernak-pernik Korea di ibu kota Tokyo.

Di kawasan itu juga grup-grup anti-Zainichi, termasuk Zaitokukai, rutin berdemo. Dan kerap terdengar di berbagai aksi demo tersebut ejekan terhadap orang Korea yang seperti “kecoak”, seruan agar mereka mati saja atau pulang ke negaranya.

Tahun 2016, pemerintah pusat mengesahkan aturan untuk meredam praktik-praktik diskriminatif terhadap penduduk etnis non-Jepang—disebut Undang-undang Ujaran Kebencian. Kementerian Hukum sudah mengiklankannya via video YouTube sejak 2015, termasuk melalui medium poster sampai komik atau manga.

Sayangnya, UU di atas dikritik karena tidak mengandung unsur hukuman. Kendati demikian, ia tetap dipandang penting sebagai gebrakan awal untuk membangun kesadaran publik tentang ujaran kebencian. Seiring itu, pemerintah daerah di level kota seperti Tokyo, Kobe, dan Osaka terinspirasi untuk mengembangkan undang-undangnya sendiri.

Contoh bagus datang dari kota Kawasaki di Prefektur Kanagawa, yang menaungi banyak penduduk Korea Zainichi dan kerap jadi lokasi sasaran aksi demo anti-Korea. Menurut aturan yang disahkan tahun 2019, pelaku yang berulang kali menyebarkan ujaran kebencian bisa didenda 500 ribu yen atau sekitar Rp 50 juta.

https://tirto.id/diskriminasi-rasial...di-jepang-gv6l



Beberapa Kasus Genosida Yang Terjadi Di Dunia






Genosida adalah tindakan yang disengaja untuk secara sistematis menghilangkan kelompok budaya, etnis, bahasa, kebangsaan, ras atau agama lain. Kata Genosida merupakan kombinasi dari kata "gen" (ras, orang) dan "kode" (membunuh). Konvensi PBB mendefinisikan Genosida sebagai "tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian bangsa, kelompok etnis, ras atau agama


Istilah "genosida" tidak ada sebelum tahun 1944. Ini adalah istilah yang sangat spesifik, mengacu pada kejahatan kekerasan yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok dengan maksud untuk menghancurkan keberadaan kelompok dan hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam RUU AS Rights atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB 1948 mengenai keprihatinan hak-hak individu. Dalam sejarah peradaban manusia telah terjadi banyak kasus mengenai Genosida.


Berikut adalah beberapa kasus genosida yang pernah terjaid


1.Kurdi merupakan etnis Iran kuno yang tersebar di beberapa negara di Timur Tengah. Diperkirakan bahwa dua puluh persen dari penduduk Irak adalah Kurdi, dengan sebagian besar permukiman berada di bagian utara negara itu. Mereka secara historis bertentangan dengan pemerintah Irak, dan ketegangan memuncak selama Perang Iran-Irak tahun 1980-an, ketika rezim Baath dibawah pimpinan Saddam Hussein dilakukan Operasi Militer Al-Anfal.





Operasi militer ini dipimpin oleh sepupu Hussein, Ali Hassan al-Majid, yang menggunakan gas mustard, sarin, dan gas saraf VX. Dia kemudian dijuluki Chemical Ali. Diperkirakan lebih dari 180.000 orang Kurdi tewas dan beberapa ribu lebih masih belum ditemukan. Chemical Aliditangkap oleh militer Amerika dan dieksekusi karena kejahatan perang, termasuk perannya dalam genosida Kurdi.


2. Moriori

Suku Maori adalah orang-orang Polinesia asli yang berada do Selandia Baru. Mereka telah berdiam di daerah itu untuk sekitar delapan ratus tahun. Sekitar lima ratus tahun yang lalu, sekelompokMaori bermigrasi ke Kepulauan Chatham di dekat wilayah suku Moriori telah hidup dengan damai selama ratusan tahun.

Sayangnya, suku Maori sukan berperang dan ketika bangsa Amerika dan Eropa datang ke wilayah Selandia Baru, suku ini menjalin hubungan dengan bangsa asing itu. Suku Maori sangat kagum dengan senjata dari Barat yang dibawa bangsa asing ini. Maka suku Maori menjalin hubungan perdagangan senjata dengan bangsa Barat.




Mulai tahun 1835, Maori yang telah bersenjata lengkap tiba di Kepulauan Chatham untuk menyerbu, membunuh dan memakan sepupu mereka yang tak berdaya, suku Moriori. Mereka yang selamat diperbudak, dan dipaksa untuk kimpoi dengan Maori. Dalam waktu kurang dari tiga puluh tahun dari penyerbuan pertama itu, hanya ada 101 Moriori tersisa. Suku Moriori asli yang tersisa meninggal pada tahun 1933.


3. Potato Famine di Irlandia

Inggris memang tidak dapat disalahkan secara langsung untuk pihak yang menyebabkan Potato Famine Irlandia tetapi banyak sejarawan berpendapat bahwa kegagalan mereka untuk bertindak cepat dapat ditafsirkan sebagai tindakan genosida. Selama berabad-abad, telah ada hubungan buruk antara Inggris dengan sebagian besar penganut Protestan dan Katolik Irlandia. Bahkan hingga sekarang ini hubungan buruk Inggris masih ada dengan kelompok separatis Tentara Republik Irlandia.





Irlandia adalah tanah yang subur, dan selama bertahun-tahun daerah ini mengeskspor hasil pertaniannya ke ke Inggris. Ketika Irlandia itu tiba-tiba, daerah ini terancam oleh hawar (salah satu jenis penyakit padi atau tanaman), Inggris telah menutup pelabuhannya untuk ekspor dari Irlandia. Tentu hal ini membuat Irlandia tidak dapat menjaga pasokan makanan. Ratusan ribu orang Irlandia mulai sekarat karena penyakit dan kelaparan antara tahun 1846-1852. Ditambah pula ada peraturan yang ditetapkan oleh pemilik tanah kaya Inggris yang menendang petani dari tanah mereka, ketika mereka tidak mampu membayar sewa. Akibatnya, lebih dari satu juta Irlandia meninggal, dan jutaamn lain dipaksa untuk berhijrah dari Irlandia.


4. Rwanda

Seperti Maori dan Moriori, orang-orang Hutu dan Tutsi kemungkinan berasal dari nenek moyang yang sama yaitu cabang orang Bantu. Kedatanga imperialis asing yaitu Belgia dan Jerman ke wilyah negara mereka membuat kedua suku tersebut terpecah dan saling bersaing. Orang-orang Eropa membagi dua kelompok berdasarkan status ekonomi, orang Tutsi menjadi kelompok elite, karena mereka kaya (minimal untuk dapat masuk kelompok ini harus memiliki sepuluh sapi yang menjadi kebutuhan dasar). Sementara orang Hutu menjadi kelompok yang termaginalkan. Apabila ada orang Hutu yang memiliki “segepok uang” maka ia bisa mengubah statusnya menjadi Tutsi.





Selama bertahun-tahun, kelas elit Tutsi berkuasa di Rwanda, menegakkan aturan mereka dalam beberapa kasus kekerasan yang besar terhadap rakyat Hutu. Namun pada awal 1990-an pemberontakan dimulai, suku Hutu terlibat dalam pembantaian genosida Tutsi. Ratusan ribu orang Rwanda tewas. Metode yang sering dilakukan dalam perang ini adalah eksekusi dengan parang, karena harga amunisi/peluru senjata terlalu mahal dan sulit didapat. Pemerkosaan, mutilasi, dan penyebaran penyakit yang disengaja juga digunakan sebagai alat teror. Ada catatan yang sangat berbeda dari jumlah akhir korban, beberapa orang yang mengklaim bahwa ada lima ratus ribu korban, dan sementara yang lain mengatakan ada lebih dari satu juta.


5. America Native / Penduduk Asli Amerika

Sangat sulit untuk menentukan dengan tepat berapa banyakpribumi yang ada di Amerika sebelum kedatangan Christopher Columbus, tetapi diperkirakan jumlah mereka minimal satu juta. Setelah tahun 1492, orang Eropa datang ke Amerika seperti sebuah banjir besar. Jumlah mereka yang besar di Amerika membuat mereka dapat merebut kendali atas sumber daya alam yang besar di Dunia Baru ini. Meskipun demikian terdapat kerikil besar dalam Dunia Baru ini, yaitu penduduk aslinya yang tidak senang akan kedatangan orang asing.





Di Amerika Selatan, Francisco Pizarro membantai bangsa Inca. Di Meksiko, Hernán Cortés menghancurkan Aztec. Tapi yang paling menjadi penyebab kehancuran penduduk asli ini adalah penyakit terutama penyakit cacar karena mereka tidak memiliki kekebalan. Apakah Eropa sengaja berusaha untuk menginfeksi orang-orang pribumi? hal ini masih diperdebatkan. Jutaan penduduk asli tewas, desa-desa mereka dibakar. Hingga hari ini telah banyak suku dan adat istiadat kuno Amerika telah hilang selamanya.


6. Suku Pygmy

Suku Pygmy hidup di Afrika Tengah, dan mereka terdiri dari beberapa suku. Secara umum yang disebut suku Pygmy adalah mereka yang telah mencapai usia dewasa tetapi tingginya kurang dari lima puluh sembilan inci. Ada beberapa teori mengeni aalasan mereka bertubuh kecil, tetapi tidak ada yang benar-benar akurat.







Sebagian besar Pygmiy yang merupakan orang primitif, tinggal di hutan. Mereka telah sangat menderita selama perang sipil Kongo di wilayah tersebut. Perwakilan Pygmy telah mengajukan banding mati-matian untuk PBB, mengklaim bahwa kelompok pemberontak seperti Gerakan Pembebasan Kongo telah berburu dan mengorbankan rakyat Pygmy seolah-olah mereka binatang liar. Diperkirakan hanya ada 500.000 orang Pygmy yang tersisa, dan jumlah mereka tajam menurun karena terjadinya pembantaian dan deforestasi.


7. Armenia

Kekaisaran Ottoman, yang sekarang wilyahnya menjadi negara Turki modern, bertanggung jawab untuk banyak sekali pelanggaran HAM, termasuk Genosida Armenia yang menakutkan. Aktivitas genosida ini dimulai tahun 1915, berhenti sejenak karena adanya Perang Dunia I tetapi kemudian dilanjutkan kembali. Kekaisar Ottoman bersikap sangat keras pada orang Armenia, minoritas Kristen.





Meskipun tidak begitu mirip dengan Holocaust, tetapi genosida ini dianggap mengerikan. Laki-laki berbadan sehat dibantai, dan perempuan serta anak-anak dipaksa untuk memulai pawai kematiannya sendiri melalui gurun Suriah. Seluruh desa dibakar dengan penghuninya masih di dalam, dan kapal dengan muatan orang Armenia dibawa ke Laut Hitam dan tenggelam. Setidaknya ada dua lusin kamp konsentrasi didirikan, di mana di kamp tersebut dengan disengaja terjadi keracunan dan penyerangan dengan gas beracun. Anak-anak yang tidak bersalah disuntik oleh dokter Turki dengan darah darah pasien demam tifoid. Jumlah korban dari genosida ini masih diperdebatkan tapi perkiraan antara 600.000 dan 1,8 juta orang Armenia mati.


8. Aborigin

Aborigin adalah salah satu ras yang paling kuno di seluruh dunia. Hasiltes DNA baru-baru ini menunjukkan bahwa mereka berasal dari Asia, setelah tiba di Australia 50.000 tahun yang lalu atau lebih tua lagi. Dimulai pada tahun 1909 (dan terus ke 1970-an), pemerintah Australia menerapkan kebijakan menghapus atau mengambil anak Aborigin dari orang tua mereka.





Tujuan yang paling sesuai di belakang program ini masih bisa diperdebatkan, dengan beberapa mengklaim mereka diambil dari orang tuanya untuk "melindungi" dari cara pendidikan primitif orang tua mereka. Sementara yang lain mengklaim bahwa anak-anak Aborigin dibawa ke salah tempat untuk mencegah percampuran antar ras dengan kulit putih, atau untuk menghancurkan jejak warisan asli mereka. Sejarawan masih memperdebatkan apakah ini termasuk ke dalam genosida, tetapi pada tahun 2008, pemerintah Australia diminta permintaan maaf secara resmi kepada "generasi yang dicuri."


9. Holocaust

Sejak zaman kuno, orang-orang Yahudi telah dianiaya oleh orang Mesir, Roma, dan Kristen. Tetapi diantara semua kekerasan terhadap Yahudi adalah Holocaust Nazi oleh Adolf Hitler.

Sebelumnya harus telebih dulu dipahami kondisi sosial ekonomi dari Jerman pada tahun-tahun setelah Perang Dunia Satu. Negara telah mengakuisisi utang besar, dan pampasan perang memaksa negara ini berada dalam ekonomi buruk. Inflasi sangat buruk membuat orang Jerman menghabiskan tabungannya hanya untuk beberapa potong roti.





Di tengah kekacauan ini, Hitler mempropagandakan kebenciannya dengan menggunakan orang-orang Yahudi sebagai kambing hitam atas segala masalah yang terjadi. Orang-orang Yahudi digiring ke ghetto dan dibawa dengan kereta api ke kamp-kamp konsentrasi, di mana mereka dibunuh dan disiksa dengan cara yang paling tak terbayangkan. Pada tahun 1945, ketika kamp dibebaskan, sedikitnya enam juta orang Yahudi tewas.


10. Bosnia

Jatuhnya Uni Soviet membuat terjadinya konsekuensi politik sosial di bekas wilyahnya. Diantara semuanya, tidak ada yang lebih dahsyat daripada di bekas negara Yugoslavia. Dimulai pada tahun 1990, negara ini mulai menjadi republik, yang mengarah kepada ketegangan etnis intens dan perpindahan penduduk.





Hal terburuk yaitu kejahatan kemanusiaan terjadi di negara Bosnia yang baru terbentuk. Jenderal Ratko Mladic, pimpunan Tentara Republika Srpska memimpin sebuah operasi militer terhadap ribuan Muslim Bosnia dan Serbia dalam upaya untuk "pembersihan etnis" di daerah ini. Sebuah kedamaian di daerah itu akhirnya muncul pada tahun 1995, tetapi upaya ini terlambat kerena baru muncul setelah lebih dari dua puluh ribu korban dan kebanyakan dari mereka telah mengalami eksekusi, pembakaran, perkosaan, dan bahkan pemenggalan di depan publik.

11.Rohingnya

Pemandangan yang sangat kejam dan mengerikan sebagai gambaran genosida militer Myanmar terhadap suku Rohingya di utara Rakhine. Human Rights Watch (HRW) menyatakan, ratusan rumah suku Rohingya di desa-desa dihancurkan hingga luluh lantak oleh mikiter Myanmar.





Ini menimbulkan kekerasan yang terus-menerus antara militer Myanmar dengan suku Rohingya. Kekejaman militer Myanmar sudah di luar batas kemanusiaan.

Pemerintah Bangladesh mengatakan, puluhan suku Myanmar banyak yang menyeberang ke Bangladesh dari perbatasan Myanmar. Mereka berusaha melarikan diri dari militer Myanmar.

Sebuah gambar satelit menunjukkan militer Myanmar menghancurkan desa Kyet Yoe Pyin yang penduduknya merupakan suku Rohingya. Kekerasan pada awal Oktober menunjukkan sejumlah tentara dan polisi Myanmar dibunuh oleh 300 kelompok pria bersenjata.

Kekerasan terus terjadi di Myanmar yang dipicu oleh kekejaman militer dengan membunuh puluhan suku Rohingya dan menangkan 230 suku Rohingya. Menurut HRW, kematian akibat kekerasan militer terhadap suku Rohingya bisa mencapai ratusan jiwa lebih.

Rakhine merupakan tempat tinggap suku Rohingya yang beragam Islam di Myanmar. Mereka terus mengalami represi dan diskriminasi dari Pemerintah Rohingya walaupun sesungguhnya mereka merupakan penduduk Myanmar.

12.Pembantaian/Pemerkosaan Nanking





Juga dikenal sebagai Pemerkosaan Nanking, adalah sebuah episode dari pembunuhan massal dan perkosaan massal yang dilakukan oleh tentara Jepang terhadap penduduk Nanking . Pembantaian terjadi selama periode enam minggu mulai sejak tanggal 13 Desember 1937, hari itu Jepang menguasai Nanking, yang kemudian menjadi ibukota Tiongkok. Selama periode ini, antara 40.000 hingga lebih 300.000 (perkiraan bervariasi) warga sipil Tiongkok dan melucuti kombatan dibunuh oleh tentara dari Tentara Kekaisaran Jepang. Perkosaan meluas dan penjarahan juga terjadi. Beberapa pelaku kunci dari kekejaman, pada saat dicap sebagai kejahatan perang, kemudian diadili dan dinyatakan bersalah di Pengadilan Militer Internasional Timur Jauh dan pengadilan Kejahatan Perang Nanjing, dan dieksekusi. Pelaku utama lainnya, Pangeran Asaka, anggota dari Keluarga Imperial, lolos dari penuntutan dengan memiliki kekebalan sebelumnya yang telah diberikan oleh Sekutu.

Karena sebagian besar catatan militer Jepang pada pembunuhan sengaja dirahasiakan atau hancur tak lama setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, sejarawan belum bisa secara akurat memperkirakan jumlah korban tewas dalam pembantaian. Pengadilan Militer Internasional Timur Jauh memperkirakan pada tahun 1948 bahwa lebih dari 200.000 orang Cina tewas dalam insiden itu. Perkiraan resmi dari Tiongkok lebih dari 300.000 tewas berdasarkan evaluasi Pengadilan Kejahatan Perang Nanjing tahun 1947. Jumlah korban tewas telah aktif diperdebatkan oleh peneliti sejak 1980-an, dengan perkiraan khas mulai dari 40.000 sampai lebih dari 300.000.


Selasa, 06 September 2022

LOWONGAN KERJA DI BALI POSISI LAUNDRY

Promo dan info lowongan kerja GRATIS!!!⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Like, share dan tag teman atau saudara siapa tau ada yg butuh pekerjaan ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
PERHATIAN !!! Lowongan mungkin sudah tidak berlaku
Follow Sosial media di bawah untuk info lowongan terbaru


Facebook⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Info lebih lanjut hubungi kontak yg tersedia di gambar
kami juga melayani promo usaha



LOWONGAN KERJA DI BALI POSISI WAITRESS


Promo dan info lowongan kerja GRATIS!!!⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Like, share dan tag teman atau saudara siapa tau ada yg butuh pekerjaan ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
PERHATIAN !!! Lowongan mungkin sudah tidak berlaku
Follow Sosial media di bawah untuk info lowongan terbaru


Facebook⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Info lebih lanjut hubungi kontak yg tersedia di gambar
kami juga melayani promo usaha



Sabtu, 03 September 2022

LOWONGAN KERJA DI BALI POSISI SUPERVISOR, KEPALA OUTLET, HOSTESS, KASIR


Promo dan info lowongan kerja GRATIS!!!⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Like, share dan tag teman atau saudara siapa tau ada yg butuh pekerjaan ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
PERHATIAN !!! Lowongan mungkin sudah tidak berlaku
Follow Sosial media di bawah untuk info lowongan terbaru


Facebook⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Info lebih lanjut hubungi kontak yg tersedia di gambar
kami juga melayani promo usaha