Pertanyaan ini berangkat dari kenyataan bahwa, negara yang bangsanya sangat beragama, ternyata terpuruk dalam berbagai krisis, krisis ekonomi, krisis hukum, krisis kepemimpinan. Dan semua ini bersumber pada krisis moral.
Agama yang diyakini oleh masing-masing pemeluknya sebagai tuntunan atau pedoman tertinggi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin, di dunia ini dan di dunia setelah kematian, tampak telah gagal memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia, masyarakat dan bangsa di dunia.
Alih-alih membantu memecahkan masalah, agama, tampak bagi sebagian orang, justru sebagai sumber masalah. Mengapa terjadi pertikaian, dan kekerasan antar kelompok yang berdasarkan agama? Bukankah agama seharusnya mendorong manusia untuk mencapai kedamaian?
Apakah kehidupan beragama kita tidak mampu menumbuhkan moralitas? Mahatma Gandhi mengatakan "agama tanpa moralitas, hanyalah tong kosong yang nyaring bunyinya".
Biasanya alasan yang diberikan untuk menjawab anomali di atas adalah bahwa kehidupan beragama kita masih sangat ritualistik, formalistik, legalistik, dan dogmatik. Apapun definisi dari istilah-istilah ini, yang dimaksud tampaknya adalah, bahwa kehidupan beragama kita baru menyentuh kulit-kulitnya saja, belum masuk ke dalam jiwa atau batin kita. Belum menyentuh hati nurani atau qalbu kita. Ajaran-ajaran agama belum terinternalisasi dalam kehidupan kita.
OM Shanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar