Saya ingin berbagi cerita, bapak saya terconfirmasi covid-19.
sejauh yang saya tahu, bapak adalah orang yang disiplin mengikuti protokol covid. Selain karena saya orang yang cerewet masalah kesehatan keluarga, mungkin juga karena dia menganggap dirinya kaum rentan. Karena situasi ekonomi keluarga yang tidak baik bapak memutuskan untuk mencari sampingan untuk sekedar menambah uang dapur.
Ibu dan istri saya di PHK, hanya saya dan bapak kini yang bekerja. Yah hidup di Indonesia negara yang sama sekali tidak ada keberpihakannya terhadap buruh sebagai skrup-skrup kecil penggerak roda ekonomi negara membuat mereka sama sekali tidak ada pemasukan selama beberapa bulan terakhir.
Bapak mencari uang tambahan dengan membantu kawannya berjualan, jualannya lumayan ramai dan diminati anak muda. beberapa kali saya lewat kesana banyak yang berbelanja tidak mengikuti protokol kesehatan. Setidaknya pakai masker. Belum lagi ojek online yang nongkrong bergerombol didepan warung. mungkin mereka menganggap dirinya kuat, tp mungkin lupa dengan orang sekitar yang rentan. Kadang saya berfikir, ekonomi memang hal yang penting, tp haruskah menjalankan dengan kemachoan? Atau karena pengaruh media sosial akhir-akhir ini yang membuat orang tak lagi ikuti protokol kesehatan? Entahlah.. Mungkin ini bagian dari kesesatan pikiran saya.
Ketegasan pemerintah dalam penanggulangan wabah juga tidak ada. Omong kosong, hanya menunggu yang terjangkit lalu diobati. Bagi saya itu bukan penanggulangan, tp terima nasib.
Hal-hal itu tentu membuat saya khawatir akan kesehatan bapak saya yang suatu saat mungkin akan terpapar. Beberapa kali saya mewanti agar tak usah lagi membantu berjualan apalagi harus berhadapan dengan orang banyak. Tapi lagi-lagi alasan bapak biar ada pemasukan. saya tak berani melarang meski takut, hanya doa pada semesta berharap nasib baik selalu melindungi. (pada point ini saya merasa gagal sbg seorang anak)
seminggu yang lalu bapak demam, dirawat oleh saya dan ibu. rasa khawatir selalu mengikuti ketika harus berkontak langsung dengan bapak karena saya memiliki istri dan anak dibawah 2 tahun dan ibu yang fisiknya tak lagi seperti dulu. Selama perawatan saya selalu menggunakan masker dan mencuci tangan setelah kontak, tak lupa pula menggunakan handsanitazer sebagai perlindungan lebih. Saya harap cukup dan yakin cukup untuk melindungi seandainya itu bukan penyakit yang biasa.
Anak dan istri saya ungsikan kerumah mertua, berharap tidak tertular.
3 hari setelah demamnya reda dan bapak sudah merasa sehat, saya ajak kembali anak dan istri pulang. Saya rasa sudah aman karena melihat kondisi bapak baik dan meyakini itu bukan virus Covid19.
Sehari setelah anak dan istri saya ajak pulang, demam bapak kumat lagi, diikuti dengan batuk dan sesak. Kembali saya ungsikan anak dan istri setelah itu mengajak bapak untuk test darah. Hasil test darah begitu tidak baik, sel darah putihnya turun drastis, kadar Monosit tinggi dan Eosinofil yang rendah menandakan bahwa ada infeksi yang terjadi dalam tubuh.
Dari pembacaan hasil lab saya langsung mengajak bapak pergi ke IGD Bali Mandara untuk di Rapid dan screning. Hasilnya reaktif, hasil rontgent ada infeksi di Paru-paru, diianjurkan untuk swab. Keesokan hari saya ajak bapak swab dan dibarengi dengan ibu yang mengalami demam. Dua hari setelah swab, hasil positif yang keluar. Betapa hancur hati saya, apa yang saya khawatirkan akhirnya terjadi. Beruntung teman-teman dokter yang saya kenal selalu support dan memberi petunjuk yang baik.
sejak gejala pertama muncul, bapak dirawat di sanglah setelah isolasi mandiri dirumah karena susahnya berjuang mencari ruangan isolasi karena rumah sakit untuk penanganan covid19 penuh akibat dari penyebaran penyakit yang meluas disertai dengan banyaknya orang yang tak lagi peduli dengan protokol kesehatan. kondisi bapak masih bisa dikatakan baik setelah diberikan doping vitamin dan konsumsi obat-obatan yang banyak.
Pagi ini saya dan keluarga akan diswab. Kekhawatiran saya ada pada si kecil, buah hati saya satu-satunya. Selama ini saya selalu taat protokol kesehatan, keluar rumah hanya ketika ada keperluan saja, pun mengindari keramaian.
semoga saja ini tidak terjadi pada keluarga yang lain.
Bagi saya hal ini menjadi pembelajaran yang sangat penting disaat pandemi. Menjauhkan ego serta memiliki empati itu sungguh luar biasa saya kira. Empati terhadap kaum rentan, anak-anak, para pekerja yang menggerakkan roda ekonomi dan tentu saja bagi para tenaga kesehatan yang saya saksikan langsung bagaimana sibuk dan lelahnya mereka menghadapi situasi yang sama sekali tidak biasa ini.
If you think you are superman, think twice. In this case, not everyone is superman as you think you are. semoga semesta memberkati semuanya.
Ady Apriyanta Parma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar