Sejak kasus Jiwasraya masuk pengadilan, mention-mention ke akun-akun di medsos saya tiba-tiba sepi. Biasanya akun-akun bodong menyebu akun-akun medsos saya, baik ke akun twitter, IG dan Facebook. Apapun tulisan saya, selalu dikomen soal kasus Jiwasraya. Tak lupa mereka mengaitkannya dengan Jokowi.
Padahal tidak ada hubungan saya dengan Jiwasraya, saya bukan pegawai Jiwasraya, bukan direksi bukan pula komisaris. Tak pernah pula kecipratan duit Jiwasraya.
Eh, Jiwasraya kena kasus, kok saya yang diseret-seret. Demikian pula Presiden Jokowi yang disudutkan gara-gara kasus Jiwasraya. Padahal, Kejagung yang di bawah Jokowi lah yang membongkar kasus ini. Jokowi memang presiden, tapi pengawasan langsung Jiwasraya dalam industri keuangan terletak di OJK yang bersifat independen. Presiden pun tak punya kewenangan intervensi, seperti halnya tak punya kewenangan intervensi penegakan korupsi via KPK.
Tapi namanya juga akun-akun bayaran, makin gak masuk akal, makin bodoh, mungkin semakin tinggi bayarannya. Semuanya dihubung-hubungkan, dikait-kaitkan. Ibaratnya ada polisi menangkap maling, yang disalahin malah polisinya.
Kasus Jiwasraya adalah permainan pasar modal. Dikenal dengan goreng-goreng saham. Saya bukan ahli ekonomi, apalagi pasar modal, tapi modus permainan ini jamak dikenal di semua sektor usaha. Penentuan nilai atau harga komoditas berasal dari apa yang sering disebut sebagai 'invisible hand' alias tangan-tangan tersembunyi. Misalnya dari harga mobil seken ditentukan oleh komplotan broker penjual mobil bekas. Harga mobil seken mau digoreng hangus atau digoreng cantik ditentukan bukan dari sisi mobil saja tapi oleh mekanisme penawaran dan penentuan harga di pasaran para broker.
Demikian pula harga produk di pasaran. Bisa turun naik yang berdasarkan "supply" dan "demand", tapi penentuan adanya supply dan demand ini tak bebas dari kerjasama "tangan-tangan tersembunyi", kalau 'demand' naik, agar harga melambung, 'supply' dikurangi, bahkan 'dihilangkan' seperti cara barang-barang ditimbun agar hilang di pasaran agar harga melambung.
Makanya ada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengawasi masalah ini agar para 'invisible hand' tidak merajalela.
Permainan pasar modal, tak jauh dari modus itu, tapi tentunya dengan cara yang lebih canggih. Kalau kita baca di berita-berita ternyata Jiwasraya ini sudah bermasalah sejak tahun 2004. Jadi ini kasus yang sudah lama bermain dan dibiarkan.
Pertanyaan, bagaimana dengan OJK yang seharusnya punya tugas dan kewenangan mengawasi hal ini. Kok bisa pergerakan saham aneh dan gorengan bisa lolos selama bertahun-tahun. OJK tidak tahu atau seperti kura-kura dalam perahu, atau ditutup mata dan mulutnya entah pakai apa?
Kini, Jiwasraya sudah harus masuk pengadilan sementara tanggungan pembayaran pada nasabah masih pertanyaan besar. Apa urgensinya penegakan hukum kalau nasabah dibiarkan terlantar? Tengok kasus penipuan Abu Tours, First Travel atau investasi bodong yang uang nasabah pun tak pernah kembali.
Sejak awal kasus Jiwasraya ini dibongkar perhatian Presiden Jokowi adalah pada pengembalian dana nasabah kecil.
"Target saya yang penting selesai, terutama nasabah rakyat kecil," kata Jokowi di Istana Merdeka, pada pertengahan Januari tahun ini.
Penegakan hukum atas kasus Jiwasraya yang dilakukan oleh Kejagung sudah menjanjikan, tapi selanjutnya adalah semua pihak yang terlibat harus dibongkar, karena ini pelanggaran yang dilakukan secara komplotan, dugaan keterlibatan pengawas pun juga harus diusut. Ujung-ujungnya yang tetap ditunggu publik adalah mengembalian dana nasabah.
Mohamad Guntur Romli
#Jiwasraya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar