Senin, 21 Juni 2021

Sejarah Partai Fasis Indonesia

 Sejarah Partai Fasis Indonesia

Partai Fasis Indonesia (PFI) (bahasa Belanda: Partij Fascist Indonesia atau Indonesische Fascistische Partij) adalah sebuah partai politik yang berumur pendek yang didirikan di Bandung, Hindia Belanda pada bulan Juli 1933 oleh seorang tokoh ekonom dan politikus Jawa bernama Notonindito.

Singkatan: PFI
Pendiri: Dr. Notonindito
Dibentuk: 1933
Dibubarkan: 1933
Ideologi: Fasisme, Chauvinisme Jawa

Partai Fasis Indonesia lahir pada 1933 di Bandung, Jawa Barat oleh seorang mantan anggota Partai Nasional Indonesia Lama (PNI Lama) atau PNI bentukan Soekarno, yaitu Dr. Notonindito. Dr. Notonindito adalah seorang priyayi Jawa yang sempat menjadi salah satu pengurus PNI cabang Pekalongan, dia sempat mengenyam pendidikan di Barat dan terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran radikal, salah satunya adalah nasionalisme, terutama nasionalisme yang memiliki kecenderungan fasisme, terutama saat Partai Nazi memenangkan Pemilu di Jerman.

Dr. Notonindito mendasari PFI dengan ideologi fasisme yang terinspirasi oleh Adolf Hitler dan Benito Mussolini. Seperti halnya Hitler yang ingin membangun kembali Kemaharajaan Jerman Raya dan Mussolini yang ingin kembali membangun kembali kejayaan Kekaisaran Romawi, maka Notonindito ingin kembali membangun Indonesia kembali jaya seperti Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Mataram dan menjadikan Jawa sebagai etnis dominan, persis seperti ketika Majapahit dan Mataram berkuasa di Nusantara Lama.

Namun, yang berbeda antara Notonindito dengan Hitler dan Mussolini dalah bentuk negara, bila Hitler dan Mussolini menjadikan Jerman dan Italia sebagai sebuah negara korporasi, Notonindito ingin menjadikan Indonesia sebagai sebuah kerajaan dengan supremasi Jawa sebagai pusat dari sistem nilai yang berlaku di Indonesia.

Meskipun ia terinspirasi oleh Hitler dan Mussolini, tetapi ide-ide Notonindito pada dasarnya tidak berlandaskan pada Nazisme ataupun fasisme, meskipun ia menggunakan terminologi "fasisme" tetapi praktiknya jauh dari fasisme yang berkembang saat itu, seperti ide tentang penaklukan etnis atau bangsa lain. Meskipun Notonindito mendasarinya sesuai dengan ide tentang supremasi Jawa-nya, tetapi ia tidak punya pemikiran untuk menjadikan Jawa sebagai sebuah bangsa besar yang kemudian menaklukkan etnis lainnya, ia justu menganjurkan dibentuknya semacam federasi antar-kerajaan dari seluruh etnis di Nusantara yang kemudiaan terintegrasi menjadi Kerajaan Indonesia, namun dipimpin oleh orang Jawa.

Kemunculan PFI dalam kancah politik pergerakan kemerdekaan Indonesia rupanya tidak terlalu disambut oleh kelompok pergerakan kemerdekaan Indonesia sendiri. Salah satunya tertulis dalam surat kabar kaum pergerakan, Harian Pemandangan. Dalam surat kabar tersebut, PFI diberikan sebuah kolom sendiri dan menjadi liputan khusus. PFI dikatakan dalam surat kabar itu sebagai kelanjutan dari sebuah organisasi etnonasionalis Jawa, bernama Komite Nasionalis Jawa yang dipimpin oleh Soetatmo Soerjokoesoemo pada 1914, bahkan di dalam surat kabar itu, dikatakan Nasionalisme Jawa adalah:

"... pergerakan jang sematjam Fascisme Italie itoe"

dan Notonindito beserta PFI adalah bentuk baru namun tetap pada gagasan lama Komite Nasionalis Jawa. Penentangan terhadap pemikiran Notonindito dan PFI pun juga muncul dari Partai Nasional Indonesia (PNI) - mantan partai Notonindito. PNI melalui hariannya, Menjala (Menyala), mengatakan bahwa:

"Rakjat Indonesia tidak bergerak karena membaoe asapnja kemenyan, karena mendengar boenyi gamelan ketoprak, karena sama merahnja atau hijaoenja darah kebangsaan."

Maksud dari PNI adalah, pergerakan nasional rakyat Indonesia dalam menuntut kemerdekaannya bukan untuk kembali kepada zaman dahulu, bukan kembali kepada zaman feodal (reaksioner), tetapi kemerdekaan Indonesia berdasarkan pada nasionalisme kerakyatan yang revolusioner dan bukan nasionalisme yang fasis.

Namun, meskipun begitu pada akhirnya PNI dan Soekarno sendiri - terutama pada masa pasca kemerdekaan - menurut pandangan kelompok dan tokoh kiri, seperti Tan Malaka, Sutan Sjahrir, bahkan Mohammad Hatta menunjukkan ciri-ciri fasistik dan ancaman nyata terhadap demokrasi Indonesia saat itu.

Terus menerus ditekan oleh kalangannya sendiri, Notonindito akhirnya memilih untuk vakum dari dunia politik, seperti yang ia katakan:

"Boeat sementara waktoe saja masih oendoerkan diri dari kalangan staak politiek."

Meski ia pernyataan undur diri Notonindito itu dikatakan hanya sementara, tetapi pada aktualisasinya Notonidito benar-benar berhenti dari dunia politik. Hal ini juga yang akhirnya menyudahi PFI sebagai organisasi politik, bahkan sebelum sempat menjalankan program-program politiknya sama sekali seperti yang dilakukan Adolf Hitler ataupun Benito Mussolini.


Notonindito dan Pemikirannya
Dr. Notonindito adalah seorang priyayi Jawa, intelektual, dan politisi Indonesia pada zaman Pergerakan Kemerdekaan, sekaligus pendiri dari Partai Fasis Indonesia.

Notonindito adalah putra dari seroang bangsawan dari Rembang, Jawa Tengah bernama Raden Pandji Notomidjojo. Pada 1918 ia lulus dari sekolah kolonial Meer Uitgebreid Lager Onderwijs dan melanjutkan pendidikannya ke Telefoon Cursus di Weltevreden, Batavia (sekarang Jakarta).

Setelah tamat sekolah ia bekerja sebagai pegawai pemerintah kolonial di Gouvernement Telefoon Dienst. Pada 1921, ia berangkat ke Belanda untuk belajar ekonomi dan perdagangan. Pada 1923 ia lulus dan meraih gelar adjunc accountant dan bekerja di Amsterdam, Belanda. Pada 1924, ia berangkat ke Berlin, Jerman untuk melanjutkan studi ekonominya dan meraih gelar doktoral dalam ilmu ekonomi dengan judul tesis Sedjarah pendek Tentang Perniagaan, Pelajaran dan Indoestri Boemipoetra di Poelaoe Djawa.

Setelah mendapatkan gelar doktor, ia pulang ke Indonesia dan bergabung dengan partai bentukan Soekarno, Partai Nasional Indonesia (PNI). Namun, ketika Adolf Hitler memenangkan Pemilu di Jerman, Notonindito memutuskan untuk mendirikan partai sendiri, Partai Fasis Indonesia(PFI).

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Sebagai seorang pengagum Adolf Hitler dan "separuh" pengikut Nazisme, Notonindito sadar betul bahwa dirinya tidak akan bisa masuk kedalam Partai Nazi di Jerman, maupun cabang-cabang Partai Nazi di Indonesia yang berisi orang-orang Jerman asli yang tinggal di Hindia Belanda saat itu. Ia juga sadar bahwa dirinya juga tidak akan bisa masuk partai fasis yang didirikan oleh Anton Mussert, Nationaal-Socialistische Beweging (NSB), tentu saja karena faktor ras dan etnisnya, yang merupakan seorang asli Jawa, oleh karena itu kemudian, Notonindito mengkonsepsikan sendiri mengenai "fasisme' dan "nasionalisme" tentu saja berlandaskan nilai-nilai Jawa.

Pemikiran Notonindito pada dasarnya mengikuti sebuah organisasi nasionalis Jawa, yang bernama Komite Nasionalis Jawa yang dibentuk pada 1914. Ide pokok pemikiran Notonindito itu antara lain:

1. Mendapatkan kemerdekaan Jawa dan kemudian diangkat seorang raja yang tunduk pada grondwet dan raja itu adalah keturunan dari Panembahan Senopati.

2. Membangun Statenbond (perserikatan atau federasi) dari kerajaan-kerajaan di Indonesia merdeka, dimana terhitung juga tanah-tanah raja.

Pokok-pokok pemikiran itulah kemudian yang menjadi dasar tujuan ideologis Partai Fasis Indonesia (PFI).

[url]https://id.m.wikipedia.org/wiki/Partai_Fasis_Indonesia#:~:text=Partai%20Fasis%20Indonesia%20(PFI)%20(,dan%20politikus%20Jawa%20bernama%20Notonindito.[/url]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar