Rabu, 26 Januari 2022

John Lie


Terlahir dari keluarga pengusaha pada 19 Maret 1911, sejak kecil John sangat tertarik tentang "Pelayaran" sehingga kala itu ia kabur menuju ke Batavia untuk mengikuti dan menjadi seorang Pelaut pada saat ia menginjak usia 17 tahun sebagaimana diceritakan oleh Rita Tuwasey Lie.

Ketika ia berada di kota itu ia menyempatkan dirinya bekerja sebagai buruh pelabuhan kemudian mengikuti kursus navigasi. Setelah itu John Lie menjadi klerk mualim III pada kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij, bekerja untuk perusahaan pelayaran Belanda. Tetapi pada tahun 1942 dimana Perang Dunia II semakin luas sampai ke Hindia Belanda, John Lie kemudian dikirim ke Khorramshahr, Iran untuk mendapatkan pendidikan militer. 

Setelah Perang Dunia II berakhir dan Indonesia Merdeka, John Lie memutuskan keluar dari Koninklijk Paketvaart Maatschappij dan bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI. Awalnya ia bertugas di Cilacap, Jawa Tengah dengan pangkat Kapten. Di pelabuhan ini selama beberapa bulan ia berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang yang kala itu dipersiapkan untuk menghadapi pasukan Sekutu jika Pulau Jawa benar benar diinvasi, atas jasanya yang begitu nekad pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor. 

Perang Kemerdekaan menjadi sengit dan muncul agresi agresi militer Belanda yang dilancarkannya untuk menghancurkan eksistensi RI yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia kembali dikuasai Belanda. Bahkan Belanda juga melakukan blokade dari wilayah udara dan laut dengan harapan secara pelan pelan Republik Indonesia bentukan Soekarno akan runtuh.

Kendati demikian hal ini tidak menggentarkan semangat para pejuang Indonesia seperti John Lie dengan melakukan penembusan Blokade Belanda dengan kapal yang diberi nama "The Outlaw" yang panjangnya hanya 34 meter dan tidak dilengkapi persenjataan jika seandainya kapal ini bertemu dengan patroli Belanda sudah pasti dikaramkan. Tujuan John Lie bersama anak buahnya dalam melakukan aksi penembusan Blokade tidak lain adalah membawa karet, teh atau hasil bumi lainnya kemudian barang-barang itu dibawa ke Singapura untuk ditukar senjata dan kebutuhan Republik lainnya.

John mengemudikan kapalnya hanya pada saat tengah malam agar tidak diketahui oleh kapal patroli Belanda dan melintasi Selat Malaka oleh sebab itu ia kerap dijuluki sebagai si "Hantu Selat Malaka" bahkan media Inggris pun menjulukinya "The Black Speed Boat."

Diketahui John Lie juga seorang kristen taat karena dia selalu membawa alkitab di kapalnya dalam perjalanan misinya tersebut. Majalah Life melukiskan sosoknya dengan judul "With one hand a bible and the other a gun." Perjuangannya pun tidak membedakan agama manapun yang berhak dibantu dimana John Lie memasok senjata untuk para pejuang di Aceh dan Sumatera yang Muslim.

Bahkan ada juga sebuah cerita John pernah dihentikan dan ditodong senjata oleh patroli Belanda  namun beruntungnya mereka dilepas tanpa sebab. Tidak sampai disitu John pernah juga ditangkap  oleh seorang perwira Inggris di Singapura saat hendak membawa 18 drum minyak kelapa sawit dan meski diadili, John tidak terbukti bersalah yang akhirnya dibebaskan.

Usaha John Lie dalam penembusan Blokade Belanda inipun dianggap telah menyelamatkan Ekonomi Indonesia dan membuka mata internasional bahwa kapal milik ALRI masih eksis yang menjadi hal penting Diplomasi Republik melawan ocehan Diplomasi Belanda.

Paling tidak John Lie bersama anak buahnya yang begitu setia telah melakukan penyelundupan 15 kali dari tahun 1947 - 1949 walaupun mereka semua sama sekali tidak dibayar tetapi mereka bisa melakukan aksi yang nekad ini juga berkat dari semangat Patriotisme.

Meskipun tidak dibayar, Moh Hatta yang sebagai Wakil Presiden terkesan terhadap keberanian John Lie dan awak kapal The Outlaw yang telah berkontribusi besar untuk Republik sehingga suatu hari Hatta mengirimkan kurir untuk membawa hadiah dan menyampaikan pesan yang berisi "Senjata dan peluru yang dibawa The Outlaw sudah diterima dengan baik." Surat yang disampaikan oleh Hatta inipun menjadi kegembiraan untuk John Lie dan seluruh awak kapal The Outlaw dimana pekerjaan yang mereka lakukan dipuji oleh seorang wakil presiden.

Setelah Indonesia merdeka. John Lie pernah memimpin kapal perang ALRI untuk menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan maupun PRRI/Permesta. Pada tahun 1966 dia pensiun dari ALRI dengan pangkat terakhir Laksamana Muda, setelah itu John membaktikan hidupnya untuk agama dan orang-orang miskin sampai ia meninggal tahun 1988.

Tahun 2009, 21 tahun setelah kematian John Lie, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan gelar pahlawan nasional pertama bagi keturunan Tionghoa untuk sang pelaut pemberani ini.

Referensi:

- “Guns—And Bibles—Are Smuggled to Indonesia”, yang terbit pada 26 Oktober 1949.

- "Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi: Biografi Laksamana Muda John Lie" (2008), yang diterbitkan Penerbit Ombak, Yogyakarta dan Yayasan Nabil, oleh M Nursam.

~J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar