Selasa, 30 November 2021

GO SOE LOET Pendiri Kopi Kapal Api

 



Tahun 1920 Go Soe Loet yang baru berusia 13 tahun, merantau ke Indonesia dari Fujian, Cina. Ia tidak bisa membaca dan tidak bisa berbahasa Indonesia. Untuk bertahan hidup, ia mengawali usahanya dengan menjual sayur. Setelah 8 tahun bergelut di sayur mayur, tahun 1927 ia bekerjasama dengan saudaranya Go Bie Tjong dan Go Soe Bie, mereka mendirikan perusahaan kopi bubuk merek Hap Hoo Tjan di Jalan Panggung, Kenjeran, Surabaya. Mereka berjualan kopi setelah mengamati ternyata Seluruh proses pembuatan masih dilakukan secara manual, mulai dari menimbang hingga membungkus kopi dengan kertas koran. Tahun 1928 ia menjual kopi itu dengan memikul. Sekali pergi berjualan, setidaknya ia membawa 20 kilogram kopi bubuk. Ia mulai berkeliling jam 6 pagi dari Jalan Panggung, lalu menelusuri kampung-kampung hingga jam 3 pagi ke Pelabuhan Tanjung Perak.

Untuk menekan harga agar terjangkau oleh masyarakat luas, ia mencampur kopi bubuknya dengan jagung. Perlahan-lahan kopinya mulai banyak peminat sehingga ia memutuskan naik becak untuk mengirim pesanan dalam jumlah banyak pada tahun 1950. Tahun 1952-1978 ia mulai berjualan dengan mengayuh sepeda menawarkan kopinya ke pabrik dan ke toko-toko di sekitar Pabean hingga Wonokromo, Surabaya.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Sebagai anak ke-4 dari 7 bersaudara, Soedomo Mergonoto, sudah menunjukkan minat yang besar terhadap usaha ini. Soedomo berkeliling kota dengan sepeda ontel tiap hari bersama Soetikno Gunawan dan Indra Boedijono. Tahun 1957 Soedomo membuat produk baru kopi Kapal Api. Ide membuat logo Kapal Api berawal dari seringnya Go Soe Loet menjual kopi di Pelabuhan Tanjung Perak. Di sana Soedomo sering melihat kapal-kapal bersandar sehingga lahirlah logo kapal api.

Tahun 1962 kongsi usaha Hap Hoo Tjan pecah lalu aset-asetnya dibagi tiga. Go Soe Loet mendapat bagian pabrik penggorengan kopi dan melanjutkan produksi kopi dibantu Soetikno, Indra dan Soedomo. Tahun 1982 Hap Hoo Tjan dinyatakan bangkrut.

Pada 7 Juni 1967 ketua Kabinet Ampera, Jendral TNI Soeharto mengeluarkan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 37/U/IN/6/1967 tentang Kebijaksanaan Pokok Penyelesaian Masalah Cina menutup sekolah asing untuk WNI sehingga pendidikan Soedomo di SMA Sim Cong, Ngaglik, Surabaya hanya sampai kelas satu.

Soedomo merasa harus melakukan sejumlah terobosan yaitu:
-Mesin canggih untuk meningkatkan kapasitas produksi
-Promosi secara agresif
-Membuat kemasan eceran
-Lahan luas untuk pabrik dan kantor
-Perbaikan manajemen

Saat itu Kapal Api baru mempekerjakan 10 orang dengan mesin goreng lokal seharga 150 ribu Rupiah dan mesin giling seharga 10 ribu Rupiah. Suatu saat, ia kaget ketika membaca sebuah ensiklopedia bahwa mesin kopi yang umum dipakai di Indonesia saat itu adalah teknologi tahun 1800-an.

Tahun 1978 ia mengunjungi pameran mesin interpack di Dusseldorf dan melihat mesin buatan Jerman seharga 130 juta Rupiah. Karena tidak punya uang, ia mengingat-ingat mesin tersebut dan mencoba membuat ulang. Mesin pun jadi dengan harga 4,5 juta Rupiah. Meski secara fisik mirip, hasil produksinya tidak seharum mesin impiannya dan volumenya pun terbatas.

Ia lalu beriklan di TVRI, stasiun TV satu-satunya di Indonesia saat itu. Ia memilih Paimo, pelawak Srimulat sebagai bintang Kapal Api tahun 1978. Langkahnya waktu itu adalah gebrakan dunia pemasaran. Meski iklan TV hanya satu tahun, pengaruhnya luar biasa. Dari urutan ke-7 daerah Jawa Timur saat itu, menjadi ke-1.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

Tahun 1980 Soedomo menghubungi pemasok mesin di Indonesia yaitu Lembaga Ikatan Indonesia Jerman. Dari sana ia mendapatkan kontak PT Erieska, agen mesin Jerman tersebut di Jakarta. Ia hanya diberi syarat bayar uang muka 20%, sisanya dicicil tiap 6 bulan selama 1,5 tahun. "Saya memberanikan diri mengambil kredit yang hanya 5 juta dari Bank Bumi Daya," kenang Soedomo. Dengan mesin baru kapasitas melonjak dari 300 kg/hari menjadi 500 kg/jam.

Langkah berikutnya adalah meningkatkan mutu kemasan. Ia terinspirasi kesuksesan Unilever tahun 1970-an yang berhasil memasarkan sabun lux dalam kemasan yang dibungkus rapi, dijual eceran, dibayar tunai dan harus antri untuk mendapatkan barangnya. Sebuah cara yang sangat baik dibanding cara menjual kopinya yang harus dalam skala besar per karung, sering dicicil, dan tidak ada sistem antrian.

Kopi yang sebelumnya diproduksi dengan ukuran 10 kg/kaleng dijual eceran dengan ditimbang dan dibungkus koran, diubah jadi kemasan plastik 100 gram, 250 gram, 500 gram, dan seterusnya.

Tahun 1981 ia membeli tanah seluas 1 hektare di Jalan Raya Gilang, Sidoarjo dan memindahkan pabrik PT Santos Jaya Abadi. Sekarang total lahan produksinya mencapai 10 hektare. Pabriknya menempati areal 3 hektare, kantornya menempati gedung berlantai tiga, berdiri di atas lahan 15x50 meter. PT Santos Jaya Abadi juga melahirkan banyak merek minuman terkenal seperti ABC, Good Day, Fresco, Ya!, Kapten, Excelso dan Ceremix.

Sumber, Gosipnya.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar