DEPOK - "Aku tidak mau mati," ucap B, seorang perawat di sebuah puskesmas di Depok, Jawa Barat.
Ungkapan tersebut ia sampaikan kepada Popi Rahim, kakaknya.
B tak lagi dapat membendung gundah lantaran setiap hari berdatangan pasien suspect (dicurigai) Covid-19 di puskesmas tempatnya bekerja.
Hal ini karena warga di sekitar lingkungan kediamannya di Kampung Bulak, Cisalak, Depok tak mengindahkan larangan berkerumun guna mencegah penularan Covid-19.
B merasa prihatin, saat orang sepertinya rela menukar nyawa di ranjang perawatan pasien, puluhan tetangganya malah seakan menantang maut.
Peringatan demi peringatan yang meluncur dari mulut B, mentah begitu saja oleh puluhan tetangganya dengan perkara yang sulit didebat.
Mereka ngotot mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad di Masjid Jami Almuhajirin, pada Minggu (12/4/2020) lalu.
“Tetap dia bekerja di puskesmas, akhirnya. Saya beri kekuatan padanya, jangan khawatirkan lingkungan sini,” kata Popi saat berbincang via telepon dengan Kompas.com, Rabu (15/4/2020).
“Adik saya nge-down banget. Saya bilang, ‘saya janji sama kamu, kalau ada apa-apa saya akan lapor ke pemerintah’. Kalau dia berhenti di puskesmas, siapa yang ngurus (orang) sakit?” tambah dia.
Bukan hanya B yang resah pada sekelompok warga yang ngotot ingin menghelat perayaan Maulid Nabi pada hari Minggu lalu.
Popi juga menyimpan kekhawatiran sejenis. Begitu pun dengan mayoritas warga di sekitar kediamannya.
Mereka sama-sama tak habis pikir, alasan kelompok warga itu enggan mengindahkan instruksi jaga jarak fisik (physical distancing) yang digaungkan keras-keras oleh banyak pihak.
Hampir tiap malam sebelum gelaran, kata Popi, masjid tersebut ramai dengan acara keagamaan.
Popi dan para tetangga berulang kali membahas siasat agar perayaan tersebut batal terselenggara, karena pasti akan mengundang kerumunan.
“Warga sini sudah bilangin ke mereka yang segelintir, mungkin 50 orang itu. Sudah sering menegur, (mereka) tidak mau (batal),” kata Popi.
Menurut Popi, para panitia perayaan itu selalu punya kartu truf jawaban setiap kali diminta membatalkan perayaan Maulid Nabi. Jawaban itu selalu berhasil membungkam Popi dan rekan untuk sesaat.
“Sebelum mau acara, sudah diingatkan oleh adik saya yang perawat,” ujar Popi.
“Kalian jadi acara besok?” tanya B seperti ditirukan Popi, kepada panitia.
“Jadi,” kata Popi menirukan jawaban salah seorang panitia.
Baca juga: Pemkot Depok Diminta Buka Data Penerima Bansos Selama PSBB agar Bisa Diawasi Para RT
“Kan tidak boleh?” sergah B pada mereka.
“Sudah ada izin polisi,” ujar Popi meniru tanggapan mereka waktu itu.
Itu dia kartu trufnya: klaim mengantongi izin polisi.
Tak ayal, hal ini membuat Popi bingung. Menurut dia, tak mungkin polisi memberikan izin untuk acara yang mengundang kerumunan seperti itu.
Insiden dicopotnya Kapolsek Kembangan, Kompol Fahrul Sudiana beberapa waktu lalu akibat menggelar resepsi pernikahan jadi acuan Popi.
Lantas, apakah Popi mengadukan masalah ini ke aparat RT atau RW?
“Justru, ini mantan-mantan (pejabat) RT di sini (panitia), (entah) apa dia masih menjabat, saya baru 2 tahun di sini. Sepertinya, setahu saya, mereka menjabat sebagai RT. Terus, masih ada salah satu panitia yang disebut ‘Bu RW’,” jelas Popi.
“Pelakunya justru itu, kan aneh. Bagaimana bisa lapor, orang istrinya juga pelakunya. Mau lapor sama siapa? Berarti sudah izin (kepada RW) kan, orang yang disebut ‘Bu RW’ yang mengoordinir acara itu,” tambah dia.
Popi lapor polisi
Sabtu (11/4/2020), Popi masih berharap perayaan Maulid Nabi di masjid pada hari Minggu urung terselenggara. Mungkin saja mereka berubah pikiran, gumamnya. Namun, harapan itu rupanya bak mimpi di siang bolong.
Hari yang dinanti para panitia tiba. Minggu (12/4/2020), mulai ada keramaian di masjid, kata Popi, sekitar pukul 08.00.
Merespons peristiwa itu, ia lantas melaporkannya ke aparat berwenang. Berbekal pengalamannya sebagai wartawan, ia menghubungi salah seorang pejabat Polres Metro Depok melalui SMS untuk melaporkan kerumunan tersebut.
“Cuma dia doang yang saya kasih (laporan). Dia meneruskan, memerintahkan ke Kapolsek. Kapolsek suruh anak buah,” tutur Popi.
Kepala Bagian Humas Polres Metro Depok, AKP Firdaus mengetahui peristiwa tersebut. Firdaus menegaskan, perayaan Maulid Nabi di masjid itu tak mengantongi izin kepolisian.
“Tidak ada izin,” kata dia ketika dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.
“Laporannya (ada acara yang mengundang kerumunan di masjid) sudah ditindaklanjuti,” ujar Firdaus.
Popi masih diam di rumahnya yang ada di belakang masjid, setelah melaporkan kerumunan itu ke Polres Metro Depok. Betul kata Firdaus, polisi menindaklanjuti laporan itu.
Popi menerima informasi dari warga, beberapa polisi datang menyambangi Masjid Jami Almuhajirin sekitar pukul 10.30. Sesuatu yang menurut Popi terlambat.
“Informasi dari warga, polisi tidak masuk ke masjid, (melainkan) duduk-duduk and mereka dikasih makanan juga, terus pulang bawa tentengan, ketawa-ketawa. Kan enggak lucu, hampir 2 jam baru datang, pas (perayaan) sudah mau selesai. Lucunya, bukannya masuk masjid (untuk) membubarkan, tapi memang pas bubar,” tukas Popi.
“Terus bahas-bahas aku. Ada saksi warga bilang, loh kok (mereka) membicarakan saya. Kok tahu saya yang melapor?” tambah dia.
Popi di-bully karena laporannya bocor
Popi terkejut, tiba-tiba namanya menjadi sasaran tembak warga yang dilaporkannya. Aneka umpatan mengalir deras di grup WhatsApp warga di mana ia tak ada di dalamnya.
“Ada yang memberiku screenshot (tangkapan layar), habislah aku dibilang wartawan gadungan, menghina lah, buruk muka, buruk hatinya, iblis. Ada screenshot-nya,” aku Popi.
“Jadi saya tuh seolah-olah manusia, di mata mereka, kayak iblis. Benar saya dikata-katain gitu, berhati iblis,” tambah dia.
Umpatan itu karena warga mengetahui Popi-lah yang melaporkan acara tersebut ke polisi. Salah seorang warga memiliki teks pesan laporan yang dikirim Popi ke polisi itu.
Popi pun dua kali kecewa. Sudah tak diindahkan oleh warga yang tetap nekat menggelar perayaan berjamaah, Popi patah hati karena laporannya ke polisi bocor.
Akibatnya, Popi kini dirundung hujatan oleh mereka yang sejak awal berseberangan pendapat dengannya yaitu warga yang ngotot merayakan Maulid Nabi di tengah pandemi.
Terus terang, ia terkejut ketika namanya dijadikan sasaran tembak oleh warga yang merasa terusik.
Popi menyayangkan laporannya ke polisi bisa bocor. Padahal, ia menganggap laporan itu sebagai upayanya sebagai warga negara untuk bahu-membahu melawan pandemi Covid-19 yang membutuhkan kerja bersama.
Akibat bocornya laporan tersebut, beserta identitas dia sebagai pelapor, Popi dan warga yang ngotot tadi justru bersitegang, alih-alih bersatu melawan Covid-19.
Pada akhirnya, insiden bocornya laporan ini membuat Popi merasa geram ketimbang berlangsungnya perayaan. Ia mengecam anggota polisi, siapa pun itu, yang membocorkan laporannya.
Popi paham, laporannya pasti akan diteruskan ke jajaran hingga anggota polisi di lapangan. Namun, bukan berarti laporan itu jadi menyebar di kalangan warga.
Kepala Bagian Humas Polres Metro Depok, AKP Firdaus sempat ditanya mengenai hal ini. Namun dia mengaku tak tahu soal laporan yang bocor itu.
“Ini yang belum tahu kami, menyebarkan identitas seperti apa?” ujar AKP Firdaus kepada Kompas.com saat diminta tanggapannya mengenai pengakuan Popi.
Popi di-bully karena laporannya bocor
Popi terkejut, tiba-tiba namanya menjadi sasaran tembak warga yang dilaporkannya. Aneka umpatan mengalir deras di grup WhatsApp warga di mana ia tak ada di dalamnya.
“Ada yang memberiku screenshot (tangkapan layar), habislah aku dibilang wartawan gadungan, menghina lah, buruk muka, buruk hatinya, iblis. Ada screenshot-nya,” aku Popi.
“Jadi saya tuh seolah-olah manusia, di mata mereka, kayak iblis. Benar saya dikata-katain gitu, berhati iblis,” tambah dia.
Umpatan itu karena warga mengetahui Popi-lah yang melaporkan acara tersebut ke polisi. Salah seorang warga memiliki teks pesan laporan yang dikirim Popi ke polisi itu.
Popi pun dua kali kecewa. Sudah tak diindahkan oleh warga yang tetap nekat menggelar perayaan berjamaah, Popi patah hati karena laporannya ke polisi bocor.
Akibatnya, Popi kini dirundung hujatan oleh mereka yang sejak awal berseberangan pendapat dengannya yaitu warga yang ngotot merayakan Maulid Nabi di tengah pandemi.
Terus terang, ia terkejut ketika namanya dijadikan sasaran tembak oleh warga yang merasa terusik.
Popi menyayangkan laporannya ke polisi bisa bocor. Padahal, ia menganggap laporan itu sebagai upayanya sebagai warga negara untuk bahu-membahu melawan pandemi Covid-19 yang membutuhkan kerja bersama.
Akibat bocornya laporan tersebut, beserta identitas dia sebagai pelapor, Popi dan warga yang ngotot tadi justru bersitegang, alih-alih bersatu melawan Covid-19.
Pada akhirnya, insiden bocornya laporan ini membuat Popi merasa geram ketimbang berlangsungnya perayaan. Ia mengecam anggota polisi, siapa pun itu, yang membocorkan laporannya.
Popi paham, laporannya pasti akan diteruskan ke jajaran hingga anggota polisi di lapangan. Namun, bukan berarti laporan itu jadi menyebar di kalangan warga.
Kepala Bagian Humas Polres Metro Depok, AKP Firdaus sempat ditanya mengenai hal ini. Namun dia mengaku tak tahu soal laporan yang bocor itu.
“Ini yang belum tahu kami, menyebarkan identitas seperti apa?” ujar AKP Firdaus kepada Kompas.com saat diminta tanggapannya mengenai pengakuan Popi.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar