Kamis, 05 Desember 2019

ILUC dan Proteksionisme Perdagangan Uni Eropa


ILUC dan Proteksionisme Perdagangan Uni Eropa
Sejak semula, presiden  Joko Widodo menyadari bahwa kampanye negative terhadap sawit Indonesia harus diatasi secara lebih serius. Beragam langkah telah dilakukan untuk membendung atau menjawab ragam kampanye hitam hitam yang menerpa. Khususnya dari Uni Eropa yang menuding industri ini tidak ramah lingkungan serta menjadi biang deforestasi.
Agar mendapat justifikasi maka dibentuklah Rountable  Sustainabel Palm Oil yang diiniiasi oleh  sekelolompok korporasi pengguna sawit mentah asal Indonesia, LSM, serta pegiat lingkungan.  Status keikutsertaan yang suka rela tak serta membuat mereka tak punya daya lobby lemah. Karena masuk dari kasus dan isu lingkungungan, yang memang paling banyak terjadi pada usaha.
Karena Indonesia sejak awal sadar bahwa nilai strategis sawit yang demikian besar,  maka pemerintah memilih sendiri penerapan label label untuk industri ini, 
Nama labelnya  SPO (Indonesia Sustainable Palm Oil),  yang mana label ini juga  dalam menerapkan prinsip bisnis berkelanjutan dan pro lingkungan seperti yang diminta negara-negara tersebut.
Karena dengan label atau sertifikasi yang wajib diikuti oleh seluruh stake holder sawit dalam negeri ini, Indonesia punya senjata untuk membantah tuduhan yang sebagiannya sudah naik menjadi rancangan peraturan sebagaimana yang termaktub dalam ILUC (Indirct Land Use Change) yang dibuat Uni Eropa
Karena di dalam ISPO ,semua aspek yang dituntut Eropa sudah terpenuhi dan tidak Cuma boleh diberlakukan di negara produsen.
Dengan mengedepankan ISPO, dunia bisa melihat secara lebih fair bahwa ini tidak Cuma urusan pasar Eropa namun juga dunia yang terus tumbuh, seiring populasi umat manusia. 
Saat ini, sawit menjadi solusi utama sebagai minyak nabati berkelanjutan dimana sawit memiliki produktifitas 6-10 kali lipat lebih besar dengan penggunaan lahan yang lebih efisien dibandingkan dengan minyak nabati dunia lainnya.
Untuk itu, jika melihat dari  kebijakan perdagangan, sistem berbasis aturan perdagangan multirateral perlu ditinjau ulang dan harus mencerminkan kepentingan negara-negara berkembang secara memadai, termasuk dalam hal CEPA Indo-EU. Regionalisme menjadi penting dimana ASEAN dan sekitarnya juga merupakan peluang pasar inti terbesar di dunia.
Lagi pula, sejak awal Indonesia yakin kredibilitas masalah lingkungan ini tak lebih dari kedok  proteksionisme, terutama untuk melindungi dan mempromosikan minyak nabati rapeseed yang tumbuh di Eropa.
Atau dalam bahasa lain, aspek berkelanjutan tersebut,  jangan Cuma diterapkan kepada kelapa sawit lewat ISPO yang secara sukarela menjadi pionir untuk industri minyak nabati berkelanjutan.
ISPO dengan kelapa sawit sejatinya bisa menjadi bench mark tentang tanggungjawab permintaan global tentang  minyak nabati berkelanjutan.  Atau dengan kata lain,  ILUC tersebut jangan cuma menyebut dan menuduh Indonesia sebagai tidak pro lingkungan karena sawitnya. Karena pada saat bersamaan, kenapa campuran kimia pada minyak nabati dari bahan lain yang mayoritas diproduksi oleh sejumlah negara Eropa dan Amerika tidak masuk dalam daftar negative tersebut ?.


- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI
- Jual Cake Ulang Tahun Bali

- Jasa Tata Rias Denpasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar