Peneliti mengidentifikasi adanya varian Delta Plus. Varian ini menyerang orang yang sudah divaksin dan terinfeksi COVID-19. Orang-orang yang sudah divaksin dan menjadi penyintas COVID-19 ini bisa terinfeksi lagi.
Salah satu orang yang mengalami hal ini adalah Kamlendra Singh, seperti dilaporkan oleh Science Daily. Singh terbang kembali ke Missouri dari India pada April lalu. Dalam perjalanan pulang, dia menderita batuk dan demam di pesawat. Untuk diketahui, Singh telah divaksinasi COVID-19 dan hasil tes COVID-19 yang dilakukannya sebelum keberangkatan menunjukkan hasil negatif.
Setibanya di rumah, Singh dinyatakan positif COVID-19, kemungkinan besar karena infeksi dari varian Delta. Mengingat diagnosis ini banyak dialami oleh orang-orang yang sudah divaksinasi dua dosis, dia ingin tahu mengapa.
Setelah menjalani pemulihan di rumah, Singh, yang merupakan profesor di MU College of Veterinary Medicine and Bond Life Sciences Center, bekerja sama dengan mahasiswa sarjana MU Austin Spratt, Saathvik Kannan, mahasiswa di Hickman High School, dan Siddappa Byrareddy, seorang profesor di University of Nebraska Medical Center untuk menganalisis urutan protein lebih dari 300 ribu sampel COVID-19 dari dua varian yang muncul di seluruh dunia, yang dikenal sebagai Delta dan Delta Plus.
Menggunakan alat dan pemrograman bioinformatika, tim mengidentifikasi lima mutasi spesifik yang jauh lebih umum pada infeksi Delta Plus dibandingkan dengan infeksi Delta, termasuk satu mutasi, K417N, yang ada di semua infeksi Delta Plus tetapi tidak ada di hampir semua infeksi Delta. Temuan ini memberikan petunjuk penting bagi para peneliti tentang perubahan struktural pada virus baru-baru ini dan menyoroti perlunya memperluas "senjata" dalam perang melawan COVID-19.
"Apakah itu antibodi alami yang dihasilkan dari penyintas COVID-19 atau antibodi yang dihasilkan dari vaksin, kami menunjukkan secara struktural betapa berbahaya dan pintarnya virus dengan mampu bermutasi dengan cara yang tampaknya tidak dikenali oleh antibodi. Mereka bertahan melawan varian baru ini," kata Spratt.
"Temuan ini membantu menjelaskan mengapa ada begitu banyak orang yang positif COVID-19 varian Delta meskipun telah divaksinasi atau sebelumnya telah terinfeksi COVID-19.
Singh menjelaskan, vaksin COVID-19 tetap efektif mencegah terinfeksi parah. Senjata tambahan yang mungkin bisa dikerahkan dalam menanggapi pandemi ini adalah pengembangan obat antivirus yang menargetkan area spesifik virus yang tetap tidak berubah oleh mutasi.
Dia memberikan contoh, belum ada vaksin untuk HIV karena variabilitas tak terduga yang sering menyertai virus yang sering bermutasi.
"Namun jika kita dapat mengembangkan obat molekul kecil yang menargetkan bagian virus yang tidak bermutasi, itu akan menjadi solusi pamungkas memerangi virus," sebutnya.
sumber : https://inet.detik.com/science/d-574...om=wp_hl_judul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar