Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah ramainya perdebatan terkait kenaikan tarif PPN, pemerintah diketahui tengah merumuskan regulasi yang mengakomodasi pengenaan pajak atas aset kripto sejalan dengan maraknya transaksi instrumen tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan skema pungutan tengah dibahas oleh otoritas perniagaan dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
“Mengenai pengaturan pajak [aset kripto], kami sedang berdiskusi degan BKF,” katanya, pekan lalu.
Dia menambahkan, penyusunan aturan pajak memang mendesak menyusul terus melonjaknya transaksi dan jumlah investor aset kripto. Hingga Februari 2022, transaksi aset kripto tercatat mencapai Rp83,8 triliun dengan 12,4 juta investor.
Kepala BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu sebelumnya mengatakan bahwa perlakuan perpajakan atas transaksi aset kripto masih menunggu kepastian dari regulator lain mengenai keamanan instrumen investasi jenis ini. Lembaga yang dimaksud adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Hal yang pasti, skema yang akan digunakan oleh otoritas fiskal menurutnya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Final. “Tetapi pemerintah tidak bisa sendiri [merumuskan aturan pajak aset kripto],” ujarnya.
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhammad Husein Fadlulloh pemerintah perlu menyusun regulasi untuk penjualan aset kripto dalam rangka mengamankan potensi penerimaan negara.
“Kami melihat di sini ada potensi perdagangan cryptocurrency ini ada memberikan pemasukan kepada negara,” katanya.
Pengenaan pajak dalam aset kripto sebenarnya telah banyak dilakukan oleh negara lain untuk mengamankan penerimaan negara. Adapun, bagi Indonesia, pemerintah bisa menggunakan dasar pada UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan yang mengamanatkan pengenaan pungutan untuk setiap tambahan kemampuan ekonomis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar