Subutai dalam lukisan Tiongkok.
Sumber
Subutai (Mongolia modern: Sübeedei) adalah seorang jenderal dan ahli strategi militer utama Genghis Khan dan anaknya, Ögedei Khan. Ia memimpin lebih dari 20 kampanye militer dan sukses memenangkan 65 pertempuran berat. Dari sekian banyak panglima perang Mongol, Subutai memiliki pencapaian paling gemilang. Ia menguasai lebih banyak wilayah daripada panglima lainnya saat ekspansi Kekaisaran Mongol. Di lingkup dunia, ia mencatatkan diri sebagai komandan militer dengan wilayah taklukan terluas dalam sejarah.
Subutai yang bergelar bahadur (gelar tertinggi untuk komandan militer di Asia Tengah, Barat, dan Selatan) juga menjadi salah satu panglima perang yang mempunyai reputasi tak terkalahkan dalam pertempuran, sejajar dengan Alexander Agung, Khalid bin Walid, Laksamana Yi Sun-sin, dan beberapa panglima perang lainnya. Genghis Khan sangat mengandalkan strategi imajinatif nan spekulatif Subutai, terlepas kesolidan koordinasi pasukan menjadi sumber utama kekuatan.
Sejarawan meyakini Subutai lahir pada tahun 1175, diperkirakan di sebelah barat Sungai Onon yang saat ini bagian dari wilayah Mongolia. Ia berasal dari klan Uriankhai, sekelompok penghuni hutan Siberia yang dikenal sebagai “orang rusa”. Tak seperti orang Mongol yang tumbuh di dataran rumput stepa, klan Uriankhai bukanlah penunggang kuda. Itu mengapa Subutai menjadi anak bawang saat di lingkungan masyarakat Mongol.
Potret prajurit Mongol.
Sumber
Sejak dulu keluarga Subutai memang akrab dengan orang Mongol. Kakek buyutnya, Nerbi merupakan sekutu salah satu Mongol Khan, Tumbina Sechen. Sementara itu, Jarchigudai ayahnya pernah membantu kelompok Temujin (nama asli Genghis Khan) saat kesulitan pangan di Danau Baljuna. Kakak lelakinya, Jelme merupakan sahabat dekat Temujin. Jelme juga pernah menyelamatkan Temujin saat terluka parah akibat panah beracun musuhnya, Jebe yang kelak menjadi sekutu. Dalam sejarah ekspansi Kekaisaran Mongol, dikenal “anjing perang” yang terdiri dari empat panglima perang utama: Subutai, Jelme, Jebe, dan Kubilai (bukan Kubilai Khan).
Terlepas dari hubungan kekerabatan keluarga Subutai dengan Temujin, sejarawan menyatakan bahwa Kekaisaran Mongol menganut konsep meritokrasi yang mengutamakan kinerja dan kompetensi. Sebab latar belakang Subutai hanyalah orang biasa, bukan bangsawan. Saat berusia 14 tahun, ia meninggalkan kelompoknya untuk bergabung dengan Temujin, mengikuti jejak Jelme.
Yurt, rumah tradisional Mongol.
Sumber
Berawal dari sekadar penjaga pintu yurt (rumah tradisional Mongol), Subutai giat belajar berkuda yang menuntunnya terjun ke medan perang pada tahun 1197. Ketika itu ia berusia 22 tahun dan hendak melawan klan Merkit di Sungai Tchen. Subutai menyamar sebagai pembelot Mongol untuk membocorkan rahasia bahwa pasukan utama Mongol masih berada jauh dari lokasi. Merkit yang merasa aman mengendurkan penjagaan dan patroli kawasan. Akibatnya pasukan Mongol dengan mudah menyergap dan mengepung kamp Merkit. Subutai memenangkan pertempuran dan berhasil menyandera dua jenderal Merkit.
Pada tahun 1204, Subutai menjadi panglima utama saat kampanye melawan klan Naiman. Lagi ia memenangkan perang yang membuat Genghis Khan memiliki kontrol penuh atas seluruh wilayah Mongolia. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, Subutai diangkat menjadi salah satu komandan tümen. Tümen adalah sistem administrasi masyarakat Turki dan Mongol berbentuk unit sosial-militer yang biasanya terdiri dari 10.000 keluarga termasuk tentara.
Selama invasi ke utara Tiongkok melawan Dinasti Jin pada tahun 1211, Subutai bekerja sama dengan Jebe yang jauh lebih senior. Jebe yang dikenal sebagai jenderal kavaleri terhebat Mongol, mengajarkan banyak ilmu perkudaan kepada Subutai. Mereka menjadi mitra abadi sampai kematian Jebe pada tahun 1223, usai menaklukkan sebagian kawasan Eropa Timur.
Subutai adalah inovator dalam seni perang Mongol. Ketika invasi ke Tiongkok, Rusia, dan Eropa, ia rajin mengoordinasi pasukan yang berpencar ratusan atau ribuan kilometer jauhnya dengan tujuan membingungkan dan menyesatkan strategi musuh untuk kemudian menyergapnya dari arah yang tak terduga.
Dengan latar belakang pandai besi, Subutai mengembangkan mesin pengepungan yang terdiri dari menara fleksibel, battering ram (pendobrak benteng), dan artileri berat (catapult, balista, trebuchet, dll).
Salah satu artileri berat yang dipajang di Mongolian Military Museum, Ulaanbaatar.
Sumber
Ia mematahkan persepsi umum tentang strategi ortodoks Mongol yang membinasakan musuh dengan hujanan anak panah dari pasukan pemanah berkuda. Kombinasi ini ia gunakan dalam Pertempuran Mohi melawan Kerajaan Hongaria pada tanggal 11 April 1241. Pasukan pemanah Hongaria tak henti-hentinya menyasar jembatan yang digunakan pasukan Mongol untuk menyeberang. Tak ingin jatuh korban lebih banyak, Subutai memerintahkan pemboman artileri besar-besaran ke arah pemanah Hongaria untuk memudahkan jalan kavaleri menyeberangi sungai.
Pada tahun 1219, Subutai dan Jebe menghabiskan sebagian musim dingin di Azerbaijan sambil merazia dan menjarah wilayah sekitarnya. Di sinilah ia menyusun rencana pengintaian paling berani dalam sejarah yang menurut sejarawan Edward Gibbon sebagai sebuah ekspedisi yang tak pernah dicoba siapa pun dan takkan pernah diulang oleh siapa pun. Sekitar 20.000 pasukan Mongol mengelilingi Laut Kaspia, menghancurkan perlawanan Persia di Azerbaijan, menyerbu Kerajaan Georgia dua kali, dan menembus Pegunungan Kaukasus.
Misi tersebut secara tak sengaja mengubah jalannya Perang Salib Kelima di Levant dan Mesir karena sekitar 70.000 pasukan Georgia yang seharusnya berangkat, malah dihabisi pasukan Mongol. Subutai bersama pasukannya melanjutkan perjalanan menuju Derbent Pass. Setelah rute melelahkan dan berbahaya, mereka berhasil menembus Pegunungan Kaukasus. Di kaki gunung sudah menunggu koalisi dataran stepa Kaukasus yang terdiri dari Alan, Konfederasi Cuman-Kipchak, Lezgian, dan Volga Bulgar yang berjumlah 50.000 pasukan.
Dengan diplomasi cerdas, Subutai menyuap Konfederasi Cuman-Kipchak yang memiliki pasukan terbanyak untuk keluar koalisi. Atas dalih persaudaraan bangsa nomaden, Konfederasi Cuman-Kipchak menerima tawaran tersebut. Berkurangnya kekuatan lawan jelas menguntungkan pasukan Mongol. Dataran rumput stepa Kaukasus yang mirip kampung halaman, memberikan kemenangan untuk mereka.
Ekspedisi berlanjut ke selatan Rusia untuk mengejar Konfederasi Cuman-Kipchak yang melambat akibat membawa banyak harta sogokan. Pasukan Mongol sukses merebut kembali harta mereka, sementara sisa-sisa Cuman-Kipchak berhamburan ke utara untuk mengabarkan kedatangan Mongol kepada pangeran-pangeran Rusia yang langsung membentuk koalisi baru berjumlah sekitar 80.000 pasukan.
Saat kedua pihak bertemu, Subutai menyadari kalah jumlah pasukan. Ia mengorbankan 1.000 pasukan di garis depan untuk mengalihkan perhatian musuh supaya mengejar. Koalisi pangeran Rusia terpancing dan memburu pasukan Mongol yang berlari tak tentu arah sesuai skenario. Setelah 9 hari pengejaran, Subutai dan Jebe lantas berbalik menghabisi koalisi Rusia dan Cuman-Kipchak dalam Pertempuran Kalka pada tanggal 31 Mei 1223.
Pesta kemenangan para jenderal Mongol dengan alas manusia.
Sumber
Para pangeran dan bangsawan dibiarkan hidup untuk diikat bersama-sama dan dijadikan alas papan tempat para jenderal Mongol berpesta kemenangan. Pada akhirnya para pangeran dan bangsawan tersebut tewas perlahan karena tertindih beban.
Pada tahun 1227, Genghis Khan wafat dan digantikan oleh putra ketiganya, Ögedei Khan yang harus menghadapi kebangkitan Dinasti Jin pada tahun 1230-1231. Subutai yang awalnya ditugaskan untuk menaklukkan Cuman-Kipchak di Rusia bagian tengah, ditarik pulang untuk berangkat ke Tiongkok setelah kekalahan besar Mongol di bawah komando Dolqolqu.
Belajar dari kekalahan Dolqolqu yang terlalu ortodoks, Subutai menyebar pasukannya untuk memberikan teror dan kebingungan. Lokasi dengan benteng penjagaan yang kuat dilewati, sedangkan wilayah yang rentan dan tanpa kawalan akan dijarah untuk perbekalan. Hal tersebut membuat bidang pertanian hancur. Ia juga menjalin koalisi dengan Dinasti Song yang membuat Dinasti Jin akhirnya menyerah setelah muncul wabah kelaparan.
Pada musim panas tahun 1234, Dinasti Song merebut Kaifeng dan Luoyang saat ketidakhadiran Subutai di Tiongkok. Namun, Subutai segera datang dan kembali merebut kota-kota tersebut. Ia juga menyerang wilayah Dinasti Song yang mengawali perang antara Mongol dan Dinasti Song. Meskipun perang sedang berlangsung, Subutai harus pulang untuk dikirim kembali ke Eropa. Kengerian yang diciptakan Subutai memberi pelajaran bagi Dinasti Song untuk mencari aman dan bersikap defensif. Tahun-tahun berikutnya tak ada pasukan Song yang berani pergi ke utara untuk mengusik wilayah Mongol.
Misi penaklukan Eropa berikutnya bukan sekadar invasi biasa. Subutai dititipi beberapa pangeran Mongol generasi berikutnya untuk dilatih sebelum ia meninggal. Keseluruhan komando berada di tangan Pangeran Batu, anak dari Jochi, putra tertua Genghis Khan yang mendapat jatah kekuasaan Persia dan Eropa.
Tak seperti pada tahun 1222-1223, negara-negara di Rusia tak lagi bersekutu untuk menahan gempuran Mongol yang melaju mulus hingga ke Eropa Tengah. Mereka tertahan sebentar di Polandia dan Hongaria yang harus bersekutu sebab tak mendapat bantuan dari Kekaisaran Romawi Suci dan Paus. Meskipun sebagian besar metode perang Mongol masih misteri di Barat, Raja Hongaria, Bela IV sudah mendengar keganasan invasi Mongol ke Rusia. Namun, kekuatan Mongol tetap tak terbendung. Hongaria hancur total, tapi korban dari pihak Mongol lebih tinggi dari biasanya. Pangeran Batu kehilangan 30 dari 4.000 prajurit terbaiknya, termasuk seorang letnan andalan Mongol, Bagatu yang menyebabkan perselisihan dan ketegangan di kamp.
Pertempuran di atas jembatan antara pasukan Mongol dan pasukan Hongaria pada Pertempuran Mohi 11 April 1241.
Sumber
Subutai menghabiskan energi yang cukup besar untuk menjaga ego para pangeran Mongol selama penaklukan Hongaria. Beberapa kali ia tak sepaham dengan Pangeran Batu yang terlalu bernafsu di medan perang, seperti pada Pertempuran Mohi saat mereka terjebak di jembatan. Pangeran Batu bersikeras melanjutkan perjalanan, sedangkan Subutai memiliki rencana yang lebih efisien. Pangeran Batu akhirnya meminta maaf kepada Subutai.
Sebetulnya itu bukan yang pertama kali. Ketika invasi ke Rusia, Pangeran Batu harus berjuang selama berminggu-minggu untuk menaklukkan benteng Torzhok. Namun, di tangan Subutai hanya memerlukan waktu tiga hari saja. Pemakluman semacam ini menimbulkan iri bagi pangeran-pangeran Mongol yang lain, seperti Pangeran Guyuk dan Pangeran Buri yang menuding Pangeran Batu tak kompeten. Pangeran Guyuk adalah putra tertua Ögedei Khan, sedangkan Pangeran Buri adalah cucu kesayangan Chagatai Khan, anak kedua Genghis Khan.
Pada awal tahun 1242, Subutai sedang mendiskusikan rencana penyerangan ke Kekaisaran Romawi Suci ketika tiba-tiba datang dua berita mengejutkan: kematian Ögedei Khan dan pemberontakan Cuman di Rusia. Dengan berat hati Pangeran Batu menarik pulang pasukan, sedangkan Subutai bersama pasukannya berangkat ke Rusia untuk meredam pemberontakan Cuman, kemudian juga pulang ke Mongolia.
Beberapa sumber mengatakan bahwa Subutai kesal atas penarikan mundur pasukan oleh Pangeran Batu yang ingin berpartisipasi dalam pemilihan penerus Ögedei Khan. Padahal faktanya ia tak datang pemilihan yang kemudian menobatkan Pangeran Guyuk sebagai Khan Besar berikutnya. Guyuk Khan yang tak menyukai Pangeran Batu membawa Kekaisaran Mongol pada ancaman perpecahan. Sementara itu, Subutai diangkat menjadi penanggung jawab melawan Dinasti Song pada tahun 1246-1247. Saat itu usianya sudah 71 tahun ketika ia melakukan kampanye militer ke sana. Pada tahun 1248, ia pulang ke Mongolia dan menghabiskan sisa hidupnya di kediamannya di sekitar Sungai Tuul (dekat Ulaanbaatar yang modern ini menjadi ibu kota Mongolia) hingga kematiannya pada usia 72 tahun.
Sebuah legenda rakyat menceritakan bahwa Subutai sebenarnya ingin mati di tepi Sungai Danube, Eropa bersama putra kesayangannya, Uriyangkhadai yang kelak menggantikannya sebagai panglima perang utama Mongol.
Wilayah kekuasaan Kekaisaran Mongol pada tahun 1279.
Sumber
Di masa tuanya, Subutai dihadapkan kenyataan bahwa wilayah Kekaisaran Mongol membentang dari Hongaria hingga ke Laut Jepang dan dari pinggiran Novgorod hingga ke Teluk Persia. Kemaharajaan itu sebagian besar merupakan kontribusinya selama melayani tiga Khan Besar selama bertahun-tahun.
Uriyangkhadai menggantikannya sebagai panglima perang utama Mongol yang berlanjut ke cucunya, Aju yang juga mengabdi kepada Khan Besar. Uriyangkhadai meneruskan kampanye militer ke Dinasti Song sembari menaklukkan Kerajaan Dali dan Dai Viet. Dinasti Song akhirnya takluk secara keseluruhan di tangan Aju pada tahun 1279.
Anomali sejarah pun tercipta kala strategi dan inovasi Subutai menjadi hilang yang kembali muncul 600-700 tahun kemudian di tempat dan peradaban yang berbeda. Jejak kengeriannya terabaikan oleh Barat hingga abad ke-20.
Eksploitasi tentang Subutai baru ditampilkan oleh ahli militer Inggris, Liddell Hart dalam bukunya Great Captains Uneveiled yang mengangkat prinsip mobilitas dan sergapan kejutan bangsa Mongol dalam berperang. Secara khusus, “Rubah Gurun” Erwin Rommel dan jenderal andalan AS pada Perang Dunia II, George Smith Patton merupakan pengikut setia strategi bangsa Mongol.
Download GTA San Andreas Mobile
Tidak ada komentar:
Posting Komentar