Edward I, Raja Inggris yang memiliki banyak julukan diantaranya, 'Edward Longshanks', 'Hammer of the Scots' dan 'English Justinian', memerintah sebagai Raja Inggris dari tahun 1272 hingga 1307.
Quote:
Masa Muda Sebelum Menjadi Raja dan Perang Baron
Edward I lahir pada Juni 1239 di Istana Westminster, putra Raja Henry III dan Eleanor dari Provence. Ayahnya memberikan dia nama yang kurang umum di kalangan aristokrasi Inggris pada saat itu untuk menghormati Raja Edward the Confessor. Selama masa kanak-kanak, Edward memiliki kesehatan yang buruk namun ajaibnya saat sudah dewasa ia memiliki tinggi yang lebih dari enam kaki, hal itu sangat langka pada saat itu sehingga dia dijuluki dengan sebutan "Longshanks", yang berarti "si kaki panjang".
Ketika Edward berusia empat belas tahun, ayahnya menjodohkan dia dan mengatur pernikahan dengan putri Eleanor (bedakan dengan Eleanor ibu Edward) yang saat itu masih berusia tiga belas tahun, saudara tiri Raja Alfonso X dari Kastilia. Motivasi di balik perjodohan ini adalah untuk mematahkan klaim dari Kastilia ke Gascony, daerah di barat daya Prancis, yang pada saat itu merupakan provinsi milik Inggris. Untuk mengikat hubungan dengan Kastilia, pada tanggal 1 November 1254 bertempat di Kastilia, Edward menikahi Eleanor, Pernikahan ini kelak akan menghasilkan enam belas anak, namun hanya lima anak perempuan dan 1 anak laki-laki yang akan mencapai usia sampai dewasa.
Masa muda Edward dipengaruhi oleh para pamannya, namun anggota aristokrat Inggris lainnya cemburu dan tidak menyukai kedekatan mereka. Setelah pamannya disingkirkan, Edward malah terlibat dengan Simon de Montfort, pemimpin sekelompok baron yang menentang pemerintahan Henry III, ayah Edward. Namun hubungan mereka memburuk ketika 'Ketentuan Oxford' dibuat pada Mei 1258 yang isi intinya menambahkan lima belas anggota Dewan Penasihat untuk menasihati/menegur raja, tiga kali dalam setahun. Edward awalnya menentang reformasi ini tetapi kemudian dia mulai mengubah pandangannya dan di tahun berikutnya dia mengadakan kompromi dengan pihak reformis. Pada tanggal 15 Oktober, Edward menjanjikan dukungannya untuk para baron dan pemimpin mereka, Simon de Montfort. Keputusan ini membuatnya bertengkar dengan ayahnya yang takut dia akan melakukan kudeta. Namun setahun setelah itu, ia dan ayahnya berdamai tentang masalah ini.
Pada tahun 1264, meletus Perang Baron Kedua, kali ini Edward dengan mantap memihak disisi ayahnya, Henry bersama dengan para loyalis yang setia kepada hak-hak kerajaan. Dalam perang ini, pihak kerajaan berupaya merebut kembali Kastil Windsor dan memukul pemberontak secara telak. Semua upaya negosiasi, yang diprakarsai oleh Raja Louis IX dari Prancis (Prancis ikut mendukung para Baron) gagal dan konflik berlanjut. Edward meluncurkan kampanye militer yang berpuncak pada Pertempuran Evesham pada Agustus 1265. Hasilnya adalah kematian Montfort dan kelompok Baron berhasil dikalahkan di Kastil Kenilworth.
Edward I lahir pada Juni 1239 di Istana Westminster, putra Raja Henry III dan Eleanor dari Provence. Ayahnya memberikan dia nama yang kurang umum di kalangan aristokrasi Inggris pada saat itu untuk menghormati Raja Edward the Confessor. Selama masa kanak-kanak, Edward memiliki kesehatan yang buruk namun ajaibnya saat sudah dewasa ia memiliki tinggi yang lebih dari enam kaki, hal itu sangat langka pada saat itu sehingga dia dijuluki dengan sebutan "Longshanks", yang berarti "si kaki panjang".
Gambaran Edward I dengan ratu Eleanor
Ketika Edward berusia empat belas tahun, ayahnya menjodohkan dia dan mengatur pernikahan dengan putri Eleanor (bedakan dengan Eleanor ibu Edward) yang saat itu masih berusia tiga belas tahun, saudara tiri Raja Alfonso X dari Kastilia. Motivasi di balik perjodohan ini adalah untuk mematahkan klaim dari Kastilia ke Gascony, daerah di barat daya Prancis, yang pada saat itu merupakan provinsi milik Inggris. Untuk mengikat hubungan dengan Kastilia, pada tanggal 1 November 1254 bertempat di Kastilia, Edward menikahi Eleanor, Pernikahan ini kelak akan menghasilkan enam belas anak, namun hanya lima anak perempuan dan 1 anak laki-laki yang akan mencapai usia sampai dewasa.
Masa muda Edward dipengaruhi oleh para pamannya, namun anggota aristokrat Inggris lainnya cemburu dan tidak menyukai kedekatan mereka. Setelah pamannya disingkirkan, Edward malah terlibat dengan Simon de Montfort, pemimpin sekelompok baron yang menentang pemerintahan Henry III, ayah Edward. Namun hubungan mereka memburuk ketika 'Ketentuan Oxford' dibuat pada Mei 1258 yang isi intinya menambahkan lima belas anggota Dewan Penasihat untuk menasihati/menegur raja, tiga kali dalam setahun. Edward awalnya menentang reformasi ini tetapi kemudian dia mulai mengubah pandangannya dan di tahun berikutnya dia mengadakan kompromi dengan pihak reformis. Pada tanggal 15 Oktober, Edward menjanjikan dukungannya untuk para baron dan pemimpin mereka, Simon de Montfort. Keputusan ini membuatnya bertengkar dengan ayahnya yang takut dia akan melakukan kudeta. Namun setahun setelah itu, ia dan ayahnya berdamai tentang masalah ini.
lukisan tentang hukuman untuk Montford
Pada tahun 1264, meletus Perang Baron Kedua, kali ini Edward dengan mantap memihak disisi ayahnya, Henry bersama dengan para loyalis yang setia kepada hak-hak kerajaan. Dalam perang ini, pihak kerajaan berupaya merebut kembali Kastil Windsor dan memukul pemberontak secara telak. Semua upaya negosiasi, yang diprakarsai oleh Raja Louis IX dari Prancis (Prancis ikut mendukung para Baron) gagal dan konflik berlanjut. Edward meluncurkan kampanye militer yang berpuncak pada Pertempuran Evesham pada Agustus 1265. Hasilnya adalah kematian Montfort dan kelompok Baron berhasil dikalahkan di Kastil Kenilworth.
Quote:
Naik Tahta
Enam tahun kemudian, Edward terlibat dalam konflik yang lebih besar, kali ini skala konfliknya internasional yaitu Perang Salib Kesembilan, Perang Salib besar terakhir ke Tanah Suci. Didalam situasi perang, Edward dikabari bahwa Raja Louis IX dari Prancis gagal menguasai Tunisia dan mereka memutuskan untuk berlayar ke Acre. Disisi lain Edward sendiri tidak dapat melanjutkan perang karena dia mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal, dia memang tidak langsung pulang namun memilih bertahan sebentar di Sicilia sehingga Inggris diperintah sebentar oleh dewan kerajaan namun Edward tetap diproklamasikan sebagai raja walau dia tidak berada di Inggris. Lebih dari setahun kemudian, dia kembali ke Inggris dan dimahkotai sebagai Raja Edward I pada tanggal 19 Agustus 1274.
Edward I terkenal selama masa pemerintahannya atas kontribusinya pada reformasi dan pengembangan administrasi. Dia dipandang sebagai raja abad pertengahan yang kompeten, bisa melayani sebagai administrator yang baik, seorang raja ksatria, dan raja yang saleh.
Pada 1274 Edward I memulai program reformasinya dengan meluncurkan penyelidikan terhadap praktik administrasi dalam pemerintahan. Hasil dari penyelidikan ini dicatat di sebuah buku yang diberi nama 'Hundred Rolls' (mirip Domesday Booknya William I) yang juga mencatat penyalahgunaan kekuasaan oleh para Bangsawan dan para pembesar. Tujuan Edward adalah ingin memulihkan hukum dan ketertiban umum hingga orang-orang menjulukinya 'Justinian Inggris', Kaisar Bizantium yang mengkodifikasi hukum Romawi. Selama masa pemerintahannya, banyak undang-undang disahkan untuk menangani masalah yang berhasil diidentifikasi dalam penyelidikan. Salah satu UU yang berhasil diciptakan adalah 'The First Statute of Westminster' pada 1275 yang mengkodifikasi banyak hukum yang sudah ada dari zaman Magna Carta.
Pekerjaan besar ini sebagian besar didukung dan dibantu oleh kanselir Edward, Robert Burnell. Salah satu warisan terbesar Edward I adalah kelahiran Parlemen Inggris dan Edward juga sering mengadakan pertemuan dengan para anggota Parlemennya. Pada tahun 1275 Edward I memanggil Parlemen pertamanya yang anggotanya mencakup para bangsawan, Rohaniwan dan juga dua perwakilan County (setingkat kabupaten) dan dua perwakilan dari kota. Bentuk parlemen seperti ini akan menjadi standard Parlemen dimasa depan. Sebenarnya motivasi untuk mengembangkan bentuk pemerintahan seperti ini yaitu untuk menggalang dana dalam bentuk pajak yang kemudian akan digunakan untuk mendukung peperangan. Salah satunya adalah untuk berperang dengan Prancis yang saat itu menjadi penyokong dan sekutu bagi Skotlandia, duri dalam daging bagi pemerintahan Edward.
Edward Diatas tahtanya
Enam tahun kemudian, Edward terlibat dalam konflik yang lebih besar, kali ini skala konfliknya internasional yaitu Perang Salib Kesembilan, Perang Salib besar terakhir ke Tanah Suci. Didalam situasi perang, Edward dikabari bahwa Raja Louis IX dari Prancis gagal menguasai Tunisia dan mereka memutuskan untuk berlayar ke Acre. Disisi lain Edward sendiri tidak dapat melanjutkan perang karena dia mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal, dia memang tidak langsung pulang namun memilih bertahan sebentar di Sicilia sehingga Inggris diperintah sebentar oleh dewan kerajaan namun Edward tetap diproklamasikan sebagai raja walau dia tidak berada di Inggris. Lebih dari setahun kemudian, dia kembali ke Inggris dan dimahkotai sebagai Raja Edward I pada tanggal 19 Agustus 1274.
Fall of Acre
Edward I terkenal selama masa pemerintahannya atas kontribusinya pada reformasi dan pengembangan administrasi. Dia dipandang sebagai raja abad pertengahan yang kompeten, bisa melayani sebagai administrator yang baik, seorang raja ksatria, dan raja yang saleh.
Pada 1274 Edward I memulai program reformasinya dengan meluncurkan penyelidikan terhadap praktik administrasi dalam pemerintahan. Hasil dari penyelidikan ini dicatat di sebuah buku yang diberi nama 'Hundred Rolls' (mirip Domesday Booknya William I) yang juga mencatat penyalahgunaan kekuasaan oleh para Bangsawan dan para pembesar. Tujuan Edward adalah ingin memulihkan hukum dan ketertiban umum hingga orang-orang menjulukinya 'Justinian Inggris', Kaisar Bizantium yang mengkodifikasi hukum Romawi. Selama masa pemerintahannya, banyak undang-undang disahkan untuk menangani masalah yang berhasil diidentifikasi dalam penyelidikan. Salah satu UU yang berhasil diciptakan adalah 'The First Statute of Westminster' pada 1275 yang mengkodifikasi banyak hukum yang sudah ada dari zaman Magna Carta.
Parlemen Edward
Pekerjaan besar ini sebagian besar didukung dan dibantu oleh kanselir Edward, Robert Burnell. Salah satu warisan terbesar Edward I adalah kelahiran Parlemen Inggris dan Edward juga sering mengadakan pertemuan dengan para anggota Parlemennya. Pada tahun 1275 Edward I memanggil Parlemen pertamanya yang anggotanya mencakup para bangsawan, Rohaniwan dan juga dua perwakilan County (setingkat kabupaten) dan dua perwakilan dari kota. Bentuk parlemen seperti ini akan menjadi standard Parlemen dimasa depan. Sebenarnya motivasi untuk mengembangkan bentuk pemerintahan seperti ini yaitu untuk menggalang dana dalam bentuk pajak yang kemudian akan digunakan untuk mendukung peperangan. Salah satunya adalah untuk berperang dengan Prancis yang saat itu menjadi penyokong dan sekutu bagi Skotlandia, duri dalam daging bagi pemerintahan Edward.
Quote:
Invasi dan Perluasan Wilayah
Selain pembentukan parlemen, diawal pemerintahan Edward juga disibukan dengan konflik dengan Wales. Edward harus mengatasi pemberontakan yang terjadi di Wales dan memutuskan untuk meluncurkan kampanye militer terhadap Wales. Invasi terjadi pada tahun 1277 dan berhasil mengalahkan Llwelyn ap Gryffyd, pemimpin Wales dan kemudian membangun istana untuk mengamankan dan menancapkan kekuasaannya di wilayah tersebut. Setiap tanda-tanda pemberontakan dikemudian hari ditanggapi dengan kekuatan militer Edward yang akhirnya mengakhiri harapan Wales untuk lepas dari Inggris. Negri itu akhirnya berada di bawah kekuasaan dan otoritas Inggris secara utuh pada tahun 1301. Putra Edward diberi gelar Pangeran Wales kemudian.
Raja Edward pada awalnya ingin menganeksasi Skotlandia dengan cara yang damai. Awalnya dia merencanakan putranya menikahi Margaret, "Maid of Norway" yang merupakan cucu sekaligus ahli waris Raja Alexander III dari Skotlandia (memerintah 1249-1286 M). Sayangnya, rencana ini gagal ketika Margaret meninggal karena sakit di Orkney pada bulan September 1290 M. Edward kemudian diminta sarannya untuk memutuskan siapa yang akan menjadi pegganti Alexander antara John Balliol dan Robert Bruce. Pada tahun 1292 M, Edward lebih memilih Balliol karena dia lebih lemah dari saingannya sehingga diharapkan agar lebih mudah diatur. Pilihan ini membuat para bangsawan dan rakyat Skotlandia mengamuk karena disatu sisi Balliol dianggap hanya boneka Edward dan disisi lain Robert Bruce lebih disukai oleh rakyat Skotlandia, sehingga pemberontakan terbuka pun pecah.
Dalam Invasi ke Skotlandia, Edward menemukan keadaan yang berbeda. Edward mendapatkan perlawanan yang sengit dari rakyat dan penguasa Skotlandia, sekalipun beberapa wilayah berhasil dikalahkan, perlawanan terus berlanjut yang membuat Edward sedikit mengalami kesusahan. Para Bangsawan menanggapi dengan memaksa Balliol untuk ikut memberontak dan meminta sokongan dari Prancis. Pada tahun 1296, Edward menginvasi Skotlandia secara penuh dan berhasil mengalahkan Skotlandia serta memenjarakan Balliol di Menara London dan menempatkan rakyat Skotlandia di bawah kekuasaan Inggris. Pada periode ini ia mendapatkan julukannya sebagai, 'Hammer of the Scotland'.
Skotlandia sendiri tidak pernah tunduk sepenuhnya sehingga Edward mengirimkan invasi lanjutan yang pada akhirnya menyebabkan pemberontakan besar meledak. Pemberontakan ini dipimpin oleh pemilik tanah (yang diangkat menjadi ksatria) Sir William Wallace dan Sir Andrew Moray dari Bothwell. Para pemberontak pada awalnya berhasil memenangkan beberapa pertempuran hingga puncaknya mereka berhasil pengalahkan Inggris dalam Pertempuran Stirling Bridge. Hal ini membuat Edward memimpin pasukannya secara pribadi dan membalikan keadaan pada tahun 1298M dalam Pertempuran Falkirk di mana sekitar 20.000 orang Skotlandia tewas. Edward kemudian mengirim lebih banyak pasukan pada tahun 1301 dan 1303M, memperbaiki Kastil Stirling dan pada tahun 1305M Sir William Wallace berhasil ditangkap di Glasgow dan kemudian dieksekusi dengan tuduhan pengkhianat dan pemberontak di London. Pemberontakan orang-orang Skotlandia diteruskan oleh Robert the Bruce cucu Robert Bruce saingan John Balliol. Pendukungnya menjadikan dirinya raja pada Februari 1306M dan mendapatkan dukungan dari baron-baron di utara Skotlandia tetapi pada akhirnya dia melarikan diri ke Irlandia dan baru kembali saat raja Edward I wafat. Robert berkuasa di Skotlandia sampai tahun 1329M.
Selain pembentukan parlemen, diawal pemerintahan Edward juga disibukan dengan konflik dengan Wales. Edward harus mengatasi pemberontakan yang terjadi di Wales dan memutuskan untuk meluncurkan kampanye militer terhadap Wales. Invasi terjadi pada tahun 1277 dan berhasil mengalahkan Llwelyn ap Gryffyd, pemimpin Wales dan kemudian membangun istana untuk mengamankan dan menancapkan kekuasaannya di wilayah tersebut. Setiap tanda-tanda pemberontakan dikemudian hari ditanggapi dengan kekuatan militer Edward yang akhirnya mengakhiri harapan Wales untuk lepas dari Inggris. Negri itu akhirnya berada di bawah kekuasaan dan otoritas Inggris secara utuh pada tahun 1301. Putra Edward diberi gelar Pangeran Wales kemudian.
Raja Edward pada awalnya ingin menganeksasi Skotlandia dengan cara yang damai. Awalnya dia merencanakan putranya menikahi Margaret, "Maid of Norway" yang merupakan cucu sekaligus ahli waris Raja Alexander III dari Skotlandia (memerintah 1249-1286 M). Sayangnya, rencana ini gagal ketika Margaret meninggal karena sakit di Orkney pada bulan September 1290 M. Edward kemudian diminta sarannya untuk memutuskan siapa yang akan menjadi pegganti Alexander antara John Balliol dan Robert Bruce. Pada tahun 1292 M, Edward lebih memilih Balliol karena dia lebih lemah dari saingannya sehingga diharapkan agar lebih mudah diatur. Pilihan ini membuat para bangsawan dan rakyat Skotlandia mengamuk karena disatu sisi Balliol dianggap hanya boneka Edward dan disisi lain Robert Bruce lebih disukai oleh rakyat Skotlandia, sehingga pemberontakan terbuka pun pecah.
Battle Of Stirling Bridge
Dalam Invasi ke Skotlandia, Edward menemukan keadaan yang berbeda. Edward mendapatkan perlawanan yang sengit dari rakyat dan penguasa Skotlandia, sekalipun beberapa wilayah berhasil dikalahkan, perlawanan terus berlanjut yang membuat Edward sedikit mengalami kesusahan. Para Bangsawan menanggapi dengan memaksa Balliol untuk ikut memberontak dan meminta sokongan dari Prancis. Pada tahun 1296, Edward menginvasi Skotlandia secara penuh dan berhasil mengalahkan Skotlandia serta memenjarakan Balliol di Menara London dan menempatkan rakyat Skotlandia di bawah kekuasaan Inggris. Pada periode ini ia mendapatkan julukannya sebagai, 'Hammer of the Scotland'.
Battle of Falkirk
Skotlandia sendiri tidak pernah tunduk sepenuhnya sehingga Edward mengirimkan invasi lanjutan yang pada akhirnya menyebabkan pemberontakan besar meledak. Pemberontakan ini dipimpin oleh pemilik tanah (yang diangkat menjadi ksatria) Sir William Wallace dan Sir Andrew Moray dari Bothwell. Para pemberontak pada awalnya berhasil memenangkan beberapa pertempuran hingga puncaknya mereka berhasil pengalahkan Inggris dalam Pertempuran Stirling Bridge. Hal ini membuat Edward memimpin pasukannya secara pribadi dan membalikan keadaan pada tahun 1298M dalam Pertempuran Falkirk di mana sekitar 20.000 orang Skotlandia tewas. Edward kemudian mengirim lebih banyak pasukan pada tahun 1301 dan 1303M, memperbaiki Kastil Stirling dan pada tahun 1305M Sir William Wallace berhasil ditangkap di Glasgow dan kemudian dieksekusi dengan tuduhan pengkhianat dan pemberontak di London. Pemberontakan orang-orang Skotlandia diteruskan oleh Robert the Bruce cucu Robert Bruce saingan John Balliol. Pendukungnya menjadikan dirinya raja pada Februari 1306M dan mendapatkan dukungan dari baron-baron di utara Skotlandia tetapi pada akhirnya dia melarikan diri ke Irlandia dan baru kembali saat raja Edward I wafat. Robert berkuasa di Skotlandia sampai tahun 1329M.
Quote:
Perjalanan Pasangan Edward I Dan Eleanor Of Castile
Eleanor adalah putri Raja Ferdinand III dari Kastilia dan istrinya, Joan dari Ponthieu. Pada tahun 1254M Eleanor menikah dengan Edward, putra Henry III, Raja Inggris. Hasil dari pernikahan tersebut membuat saudara tiri Eleanor, Alfonso X dari Kastilia merelakan klaim Gascony kepada Edward. Ketika meletus perang Baron 2 pada tahun 1264, Eleanor dikirim ke Prancis untuk diamankan. Dia kembali ke Inggris pada Oktober 1265, setelah Edward berhasil mengalahkan para pemberontak.
Saat dewasa Eleanor menemani Edward dalam perang salib dari tahun 1270 sampai 1273. Ada sebuah kisah yang beredar bahwa Eleanor menyelamatkan hidup Edward di Acre saat Edward terluka oleh belati dan belati tersebut terdapat racun, Eleanor kemudian menghisap racun tersebut namun cerita itu sebenarnya hanya karangan semata alias Hoax. Namun yang pasti Eleanor selalu ikut dalam perjalanan ribuan mil untuk menemani Edward dalam tur, tugas kenegaraan hingga kampanye militernya, dari Wales, Skotlandia, Prancis, Genoa, Pisa, Sisilia, Sardinia, Siprus, Afrika Utara, dan Tanah Suci. Disisi lain Edward juga selalu meminta saran dari istrinya, Eleanor dalam mengambil suatu keputusan maupun kebijakan.
Edward dan Eleanor pada akhirnya benar-benar saling mencintai. Para sejarawan mencatat keberhasilan pernikahan mereka selama 36 tahun, mengingat fakta bahwa Edward, tidak seperti raja abad pertengahan lainnya, tidak pernah memiliki selingkuhan lain. Pasangan itu juga memproyeksikan mereka seperti Raja Arthur dan Ratu Guinevere. Ketika Eleanor tiba-tiba meninggal karena demam di dekat Lincoln pada tahun 1290, Edward menulis tentang Eleanor:
Tubuh Eleanor dibawa kembali ke Westminster Abbey selama dua belas malam dari Lincoln dan melewati Grantham, Stamford, Geddington, Northampton, Stony Stratford, Woburn, Dunstable, St. Albans, Waltham, Cheapside dan Charing. Dalam setiap perhentiannya, Edward memerintahkan pendirian Eleanor Cross yang akan menjadi tanda utama di daerah tersebut. Di setiap kota dan tempat di mana jenazah diistirahatkan, Raja memerintahkan pembangunan salib dengan ketinggian yang menakjubkan di mana salib itu digambarkan bersama rupa sang Ratu, untuk memuji Tuhan yang tersalib dan memori dari sang ratu, sehingga jiwanya harus didoakan oleh setiap mereka yang lewat. Setelah kematian Eleanor pada tahun 1290, Edward berubah menjadi raja yang agak kejam dan tidak pandang bulu.
Ketika Edward menikah lagi satu dekade setelah kematian Eleanor, dia dan istri keduanya Margaret dari Prancis, menamai putri tunggal mereka Eleanor untuk menghormatinya.
Eleanor adalah putri Raja Ferdinand III dari Kastilia dan istrinya, Joan dari Ponthieu. Pada tahun 1254M Eleanor menikah dengan Edward, putra Henry III, Raja Inggris. Hasil dari pernikahan tersebut membuat saudara tiri Eleanor, Alfonso X dari Kastilia merelakan klaim Gascony kepada Edward. Ketika meletus perang Baron 2 pada tahun 1264, Eleanor dikirim ke Prancis untuk diamankan. Dia kembali ke Inggris pada Oktober 1265, setelah Edward berhasil mengalahkan para pemberontak.
Saat dewasa Eleanor menemani Edward dalam perang salib dari tahun 1270 sampai 1273. Ada sebuah kisah yang beredar bahwa Eleanor menyelamatkan hidup Edward di Acre saat Edward terluka oleh belati dan belati tersebut terdapat racun, Eleanor kemudian menghisap racun tersebut namun cerita itu sebenarnya hanya karangan semata alias Hoax. Namun yang pasti Eleanor selalu ikut dalam perjalanan ribuan mil untuk menemani Edward dalam tur, tugas kenegaraan hingga kampanye militernya, dari Wales, Skotlandia, Prancis, Genoa, Pisa, Sisilia, Sardinia, Siprus, Afrika Utara, dan Tanah Suci. Disisi lain Edward juga selalu meminta saran dari istrinya, Eleanor dalam mengambil suatu keputusan maupun kebijakan.
Lukisan yang meromatisasi kisah racun Edward
Edward dan Eleanor pada akhirnya benar-benar saling mencintai. Para sejarawan mencatat keberhasilan pernikahan mereka selama 36 tahun, mengingat fakta bahwa Edward, tidak seperti raja abad pertengahan lainnya, tidak pernah memiliki selingkuhan lain. Pasangan itu juga memproyeksikan mereka seperti Raja Arthur dan Ratu Guinevere. Ketika Eleanor tiba-tiba meninggal karena demam di dekat Lincoln pada tahun 1290, Edward menulis tentang Eleanor:
Quote:
"Dia adalah orang yang semasa hidupnya sangat kita dicintai, dan dalam kematian juga kita takkan bisa berhenti mencintainya"
Tugu peringatan untuk Eleanor
Tubuh Eleanor dibawa kembali ke Westminster Abbey selama dua belas malam dari Lincoln dan melewati Grantham, Stamford, Geddington, Northampton, Stony Stratford, Woburn, Dunstable, St. Albans, Waltham, Cheapside dan Charing. Dalam setiap perhentiannya, Edward memerintahkan pendirian Eleanor Cross yang akan menjadi tanda utama di daerah tersebut. Di setiap kota dan tempat di mana jenazah diistirahatkan, Raja memerintahkan pembangunan salib dengan ketinggian yang menakjubkan di mana salib itu digambarkan bersama rupa sang Ratu, untuk memuji Tuhan yang tersalib dan memori dari sang ratu, sehingga jiwanya harus didoakan oleh setiap mereka yang lewat. Setelah kematian Eleanor pada tahun 1290, Edward berubah menjadi raja yang agak kejam dan tidak pandang bulu.
Ketika Edward menikah lagi satu dekade setelah kematian Eleanor, dia dan istri keduanya Margaret dari Prancis, menamai putri tunggal mereka Eleanor untuk menghormatinya.