Terkadang kita kalau melihat sejarah pasti patokannya pada jurnal, pada buku-buku sekolah yang pakemnya sesuai kurikulum. Padahal sejarah itu luas, ada yang tertulis dan tidak bahkan sejarah juga banyak yang berupa mitos dan legenda.
Ada juga sejarah berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, namun buktinya memang terlihat ada tapi validitasnya lemah hingga akhirnya menjadi cerita rakyat.
Nah, kita akan bahas sejarah yang mungkin tidak tercetak di dalam buku sejarah di sekolah tentang seorang biksu yang protes hingga membakar diri di tanggal 11 Juni 1963.
Kejadian ini berada di Vietnam, dimana saat itu seorang biksu tua yang bernama Thich Quang Duc, melakukan protes terhadap diskriminasi yang dilakukan pemerintah Vietnam.
Mungkin kalau di Indonesia aksi-aksi protes sering dilakukan oleh elemen mahasiswa dan budayawan, bahkan ada juga tokoh agamawan seperti Kiai dan Ustad yang sempat melakukan demo. Nah, kalau di Vietnam tokoh agamawan mereka itu adalah Biksu yang ikut protes.
Disaat itu memang sedang terjadi perang Vietam antara 1962-1967, nah saat itu pada 1963, Vietnam Selatan dipimpin oleh Presiden Ngo Dinh Diem.
Diem ini dibantu oleh sokongan dari Amerika, yang saat itu juga ikutan perang di Vietnam. Namun sebelum kita bahas apa yang dilakukan Diem, kita bahas dulu tentang Thich Quang Duc.
Thich Quang Duc sendiri nama kecilnya adalah Lam Van Tuc, ia mendapatkan pelajaran Buddha dari pamannya langsung, hingga umur 15 tahun dia sudah menjadi calon biksu. Atau lebih dikenal dengan Samanera, hingga di umur 20 tahun ia mendapatkan nama darma Thich Quang Duc.
Oke kita balik lagi ke kisah sejarah kenapa bisa ada protes, jadi di tahun 1963 ini di Vietnam itu 70% penduduknya beragama Buddha, namun Diem yang beragama Katolik selalu bertindak diskriminatif terhadap masyarakat beragama Buddha.
Jadi ada tindakan pelarangan ibadah, bahkan ditekan juga hak-haknya seperti bantuan yang diterima oleh desa Katolik akan lebih banyak dibandingkan dengan desa beragama Buddha, jadi jelas tujuan Diem melakukan itu untuk mengkatolikkan Vietnam.
Akhirnya kemarahan orang Buddha ini meledak ketika ada pelarangan bendera Buddhist dikibarkan saat Waisak, nah hal itu memicu demo namun saat itu mereka yang berdemo malah ditembak hingga ada yang meninggal 9 orang.
Namun ketika demo ada yang meninggal biasanya demo akan lebih meluas dan sporadis, ini juga terjadi di Vietnam. Dimana demo semakin meluas untuk menuntut kesetaraan dalam beragama.
Thich Quang Duc sendiri saat itu sudah jadi biksu penting dan membangun 30 kuil di Vietnam, bisa dikatakan biksu senior. Sehari sebelum kejadian pada 10 Juni 1963, ada kabar bahwa akan ada kejadian besar di depan Kedutaan Besar Kamboja di Saigon. Namun kabar itu tak dianggap oleh banyak wartawan, dan besoknya hanya ada beberapa wartawan asing yang muncul seperti David dari New York Times, dan Malcolm Browne dari Kepala Biro Saigon untuk Associated Press.
Tak lama kemudian Duc datang dengan 350 biksu dan biksuni berbaris. Iring-iringan itu dipimpin sebuah sedan Westminste. Setelah di depan kedutaan itu Duc keluar dari mobilnya diikuti oleh dua biksu lainnya, yang satu menaruh alas untuk duduk yang satunya lagi ngeluarin bensin.
Duc sendiri berada di tengah jalan duduk dengan posisi Lotus, dikelilingi oleh iring-iringan tadi. Warga yang penasaran juga mulai mengerubuti Duc, lalu saat itu pembakaran diri pun dimulai hingga Duc meninggal di tempat.
Duc meninggal tanpa ada jeritan dan suara sama sekali, meditasi yang dilakukan Duc memang levelnya sudah berbeda. Hanya orang disekelilingnya yang heboh.
Berkat kejadian pembakaran diri yang difoto oleh wartawan asing, maka semua media menyebarkan berita ini hingga ke penjuru dunia.
Pengorbanan Thich Quang Duc hingga menghasilkan foto-foto yang mengerikan itu, akhirnya membuat negara-negara lain ikut menekan pemerintah Vietnam untuk mengubah hukum sesuai dengan komunitas Buddha.
Bahkan foto yang dilakukan oleh Browne, mendapatkan Pulitzer Awards untuk International Reporting as well as the World Press Photo of the Year pada 1963.
Walau protes yang dilakukan dalam kisah ini akan ada perdebatan, karena mati secara bunuh diri.
Namun hasilnya pada tanggal 2 November 1963, Presiden Ngo Dinh Diem tewas dibunuh dalam kudeta yang diotaki jenderalnya sendiri. Dan sejak itu runtuhlah kekuasaan Diem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar