“ Babo, kita menolak UU Cipta Kerja, karena kita butuh keadilan.”
“ Adil gimana?
“ Jangan berpihak kepada pengusaha saja. UU lebih berpihak kepada pengusaha saja”
“ OK saya jelaskan sedikit. 85% penerimaan negara dari pajak. 85% pembayar pajak itu adalah korporat. Dengan uang pajak itu negara bisa subsidi BPJS. Investasi pendidikan, dirikan sekolah dan biayai kampus. Memberikan Bansos untuk Ormas. Membiayai Rumat Sakit dan subsidi bagi rakyat pra sejahtera.”
“ Tetap saja perusahaan lebih gede dapat.”
“ OK. Kamu tahu, 25% laba perusahaan untuk pajak. Satu senpun negara engga keluar modal. Tetapi perusahaan ikhlas bayar 25% dari keuntungan. Kalau rugi, negara engga tanggung jawab. Apakah kurang adil itu?
“ Ya itu kewajiban. Karena negara butuh ongkos sosial agar APBN berdaya memakmurkan rakyat.
“ Nah itu kamu paham. Cukup? belum. Perusahaan juga kalau impor barang modal dan bahan baku untuk industri harus bayar bea masuk. Itu bisa 40% cash dibayar di depan. Untung atau rugi, negara udah dapat 40 % dari impor. Nanti waktu jual kena lagi pajak penjualan. Walau pajak ini ditanggung pembeli, kadang demi kompetisi terpaksa pedagang turunkan harga agar pajak tidak terlalu membebani konsumen. Apakah itu kurang adil kamu rasakan?
“ Ya itu kewajiban Perusahaan.”
“ Ok terus kewajiban kamu apa ? Apa yang telah kamu sumbangkan untuk negara?
“ Ya masalahnya…”
“ Masalahnya apa?
“ rakyat merasakan ketidak adilan”
“ Kamu pikir pemegang saham dan direksi perusahaan itu bukan rakyat? Ratusan ribu pemegang saham itu di bursa. Mereka juga rakyat. Selama ini mereka merasakan ketidak adilan. Hanya saja mereka berjuang agar diri mereka diperlakukan adil walau harus bayar pajak ini dan itu. Bayar CSR. Bayar kelakuan pejabat. Kerakusan ormas. Dan kalau mereka bangkrut bukan dikasihani malah difitnah dan dihujat dengan buruk sangka. Sementara kamu engga bayar apapu tetapi terus mengeluh dan berharap negara perlakukan adil. Padahal sarana mencapai keadilan itu sudah disediakan pemeritah lewat UU Cipta kerja.
“ ya sudahlah babo. Babo engga merasakan nasip orang kecil”
“ Di hadapan Tuhan manusia itu sama. Yang membedakan bukan harta tetapi akhlak. Puncak akhlak itu adalah berlaku sabar. Berdamai dengan realitas untuk tak henti bersukur kepada Tuhan. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar