KOMPAS.com - Jalur Gaza adalah sebuah kawasan di pantai timur Laut Tengah, yang berbatasan dengan Mesir dan Israel. Secara de facto, Hamas (gerakan perlawanan Islam di Palestina) menjadi penguasa wilayah ini sejak 2007. Kendati demikian, Jalur Gaza terus diperebutkan dan menjadi medan tempur dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Lantas, mengapa Jalur Gaza diperebutkan Israel dan Palestina?
Berdirinya negara Israel
Awal mula terjadinya konflik di Jalur Gaza disebabkan oleh kekalahan Dinasti Turki Usmani dalam perang melawan Inggris pada 1917. Akibatnya, Turki Usmani terpaksa harus menyerahkan wilayah Palestina, termasuk Jalur Gaza. Setelah itu, Inggris mengumumkan Deklarasi Balfour pada 2 November 1917.
GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI
Secara tersirat, Deklarasi Balfour berisi tentang dukungan bagi pembentukan kediaman nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina. Hal inilah yang menimbulkan celah untuk menerjemahkan kata kediaman nasional. Celah Deklarasi Balfour kemudian dimanfaatkan para zionis untuk mewujudkan cita-cita mereka, yaitu mendirikan negara Yahudi di Palestina. Sejak saat itu, populasi Yahudi di Palestina awalnya menjadi kaum minoritas, meningkat tajam dan menunjukkan arogansinya. Buntut dari Deklarasi Balfour ialah proklamasi kemerdekaan Israel pada 1948, yang menyebabkan ratusan ribu penduduk pribumi Palestina terusir dari tanah kelahirannya.
Perang Arab-Israel
Setelah Israel mengumumkan proklamasi, lima negara Arab yakni Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon, dan Irak menyerang Israel. Aksi penyerangan ini menimbulkan terjadinya Perang Arab-Israel 1948. Pada 22 September 1948, Pemerintahan Seluruh Palestina diproklamasikan oleh Liga Arab di Kota Gaza.
Warga Palestina meninggalkan kota Galilea pada Oktober-November 1948. Akibat Perang Arab-Israel I, ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi tak bisa kembali ke kampung halaman mereka.(Wikipedia)
Namun, pemerintahan ini tidak diakui oleh negara-negara di luar Liga Arab. Pada 1949, Perang Arab-Israel dapat diakhiri melalui perjanjian gencatan senjata. Salah satu isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa garis demarkasi di Jalur Gaza bukan merupakan perbatasan internasional dan wilayahnya diduduki oleh Mesir. Sejak pembubaran Pemerintahan Seluruh Palestina, Jalur Gaza secara langsung dikelola oleh seorang gubernur militer Mesir.
Perpindahan kepemilikan Jalur Gaza
Pertempuran antara Israel dan Mesir kembali terjadi pada 1967, yang kemudian disebut dengan Perang Enam Hari. Dalam Perang Enam Hari, Israel berhasil merebut Jalur Gaza setelah mengalahkan Mesir, Suriah, dan Yordania. Kendati demikian, konflik masih belum juga mereda di Jalur Gaza sampai akhirnya dibuat Persetujuan Damai Oslo tahun 1993. Dalam persetujuan tersebut, otoritas Palestina ditetapkan sebagai badan administratif yang mengelola pusat kependudukan wilayah Jalur Gaza. Palestine Liberation Organization (PLO) juga diakui oleh Israel sebagai perwakilan sah warga Palestina. Di sisi lain, Israel mempertahankan kontrolnya terhadap Jalur Gaza di wilayah udara, perairan, dan lintas perbatasan darat dengan Mesir.
GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI
Status Jalur Gaza belum jelas
Pada 2005, Israel menarik diri dari Jalur Gaza, terutama setelah pemilu yang menyatakan Jalur Gaza dianggap sebagai bagian dari teritori Palestina. Dalam pemilihan umum legislatif Palestina 2006, Hamas (gerakan perlawanan Islam di Palestina) menjadi organisasi politik terkuat di Palestina. Sejak Juli 2007, setelah Pertempuran Gaza, Hamas juga menjadi penguasa Jalur Gaza secara de facto dan membentuk Pemerintahan Hamas di Gaza. Kendati demikian, status de jure Jalur Gaza masih belum jelas. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Human Rights Watch, dan organisasi internasional lainnya masih menganggap Jalur Gaza dikuasai oleh Israel. Hal itu karena sesuai perjanjian, Israel yang menguasai wilayah udara dan perairan Gaza, dan tidak mungkin dilakukannya pergerakan barang tanpa melewati wilayah tersebut. Hal itulah yang menyebabkan Jalur Gaza sering diperebutkan dan menjadi titik konflik antara Israel dan Palestina.
Referensi:
Aloni, Shlomo. (2001). Arab-Israeli Air Wars 1947-1982. Inggris: Osprey Aviation.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar