Rabu, 30 Maret 2022

Chromebook 4G LTE Buatan Anak Bangsa Diluncurkan Menperin

 Chromebook 4G LTE Buatan Anak Bangsa Diluncurkan Menperin



Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengumumkan Chromebook 4G LTE yang diklaim diproduksi dan didesain anak bangsa. Perangkat tersebut dipasarkan dengan nama Libera Merdeka Chromebook C150 untuk versi 4G LTE/WiFi dan Chromebook C120 untuk versi WiFi.

Menperin menyebutkan permintaan dalam negeri untuk produk laptop mencapai tiga juta unit per tahun. Permintaan ini diprediksi terus bertambah seiring berkembangnya digitalisasi. Oleh karena itu industri di dalam negeri perlu mengambil peluang tersebut.

"Untuk mencapai program substitusi impor 35% tersebut, kunci utamanya antara lain membentuk ekosistem industri laptop melalui peningkatan demand di dalam negeri," kata Agus.

Baca juga:
Guna meningkatkan daya saing laptop produksi dalam negeri agar bisa bersaing dari gempuran produk impor, Kemenperin membangun kolaborasi dengan beberapa stakeholder terkait di antaranya PT. Tata Sarana Mandiri (TSM), Qualcomm, Google, PT. Sat Nusapersada dan PT. Libera Technologies Indonesia untuk membangun sebuah ekosistem yang dinamakan Indonesia Manufacturing Center Elektronika dan Telematika (IMC-ET).

"Kami memberikan apresiasi terhadap keberhasilan dari sinergi tersebut sehingga bisa memproduksi Chromebook 4G LTE pertama yang didesain dan diproduksi di Indonesia dengan komponen lokal di atas 40 persen," ujar Agus.


Untuk mencapai TKDN di atas 40%, Chromebook 4G LTE ini diproduksi secara CKD (completely knock down). Selain itu, alat Catu Daya (AC Powered Adapter/Charger) didesain secara penuh oleh TSM dan diproduksi di Indonesia untuk mendukung pasokan rantai ekosistem industri lokal.

Kedua model tersebut menggunakan prosesor Qualcomm 8-cores Snapdragon dengan efisiensi tinggi, yang sudah memenuhi spesifikasi program Merdeka Belajar.

Agus menegaskan Kemenperin akan secara intens akan menguatkan komunikasi dengan para pengembang chipset untuk dapat bekerja sama guna memperdalam struktur industri elektronika khususnya untuk memproduksi laptop.

"Sehingga di masa depan akan tercipta Intellectual Property (IP) milik anak-anak bangsa, yaitu IP Indonesia dan dapat digunakan bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan laptop dalam negeri," tegasnya.

Kemenperin akan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait serta semua pihak agar pangsa pasar produk laptop dapat didominasi hasil produksi dalam negeri. Di samping itu, Menperin akan berupaya mewujudkan Indonesia mampu memproduksi semikonduktor untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri. Sebab, semikonduktor banyak digunakan sektor elektronika dan otomotif.

"Kami mengajak para pelaku usaha untuk duduk bareng membuat roadmap dalam upaya memproduksi semikonduktor untuk kemandirian industri di dalam negeri," paparnya. Selain itu, yang juga perlu dipacu adalah menciptakan Original Design Manufacturer (ODM) laptop dalam negeri. "Dengan munculnya ODM-ODM dalam negeri akan tercipta kemandirian di industri laptop dalam negeri," tandasnya.

news terbaru

Chromebook 4G LTE Buatan Anak Bangsa Diluncurkan Menperin

Chromebook 4G LTE Buatan Anak Bangsa Diluncurkan Menperin

Chromebook 4G LTE Buatan Anak Bangsa Diluncurkan Menperin

Pertama di Indonesia buatan anak bangsa, menteri perindustrian meluncurkan Chromebook 4G LTE.

Didukung oleh kementerian perindustrian Republik Indonesia, Chromebook 4G LTE karya anak bangsa Indonesia pertama.

Roman Abramovich Diduga Diracun Saat Ikut Negosiasi Damai Perang Rusia-Ukraina

 Miliuner Rusia sekaligus (eks?) pemilik klub sepakbola Liga Inggris Chelsea, Roman Abramovich diduga diracun saat ikut negosiasi damai perang Rusia-Ukraina! Kabar ini muncul pertama kali dalam Wall Street Journal dan Bellingcat, Senin (28/3). 


Roman Abramovich Diduga Diracun Saat Ikut Negosiasi Damai Perang Rusia-Ukraina

Awalnya, tanggal 3 Maret 2022 Abramovich memediasi kedua negara supaya mengakhiri perang. Lokasi mediasi ini masih simpang siur. Wall Street Journal menyebut mediasi berlangsung di Kyiv, Ukraina. Sedangkan CNN International menyebut hal itu terjadi di Turki.

Sepulang dari proses mediasi tersebut, Abramovich menderita mata merah, sensasi rasa sobek, serta kulit mengelupas di wajah dan tangan. Bukan hanya dirinya, hal itu juga dialami anggota parlemen Ukraina lain yang hadir, yakni Rustem Umerov dan seorang negosiator lain.

Belum jelas siapa dalang dibalik insiden keracunan ini. Sebuah teori menyebutkan kelompok garis keras Rusia yang tak ingin perdamaian merupakan dalang dari aksi ini.

Namun sesaat sebelum dialog, ketiganya dilaporkan sempat mengkonsumsi coklat dan air putih. Namun ini belum dapat dibuktikan secara pasti karena tamu lain yang mengkonsumsi hal yang sama tidak menunjukkan gejala aneh.

Sementara itu, juru bicara Abramovich bungkam. "Tidak ada komentar," katanya ke media.



Roman Abramovich Diduga Diracun Saat Ikut Negosiasi Damai Perang Rusia-Ukraina
Abramovich di sebuah bandara di Tel Aviv, 14 Maret 2022. (11 hari setelah kejadian)

Abramovich sendiri sempat terlihat di hadapan publik di Bandara Tel Aviv pada 14 Maret 2022 yang berarti setelah kejadian dugaan diracun tersebut.

Kenapa Abramovich ikut mediasi perang Rusia-Ukraina?
Belom jelas nih GanSis. Tapi dia dikenal sebagai orang berpengaruh di Rusia. Deket sama Presiden Putin. 

Sejarah Singkat Pura Aditya Jaya, Rumah Ibadah Umat Hindu Pertama di Jakarta

 Sejarah Singkat Pura Aditya Jaya, Rumah Ibadah Umat Hindu Pertama di Jakarta


Pura Aditya Jaya di Rawamangun adalah rumah ibadah umat Hindu tertua di Jakarta.

Berdirinya pura ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah perjuangan umat Hindu DKI Jakarta yang menginginkan memiliki tempat persembahyangan.

Mengutip keterangan di website resmi, Pura Aditya Jaya mulai dirintis sejak tahun 50-an oleh Yayasan Pitha Maha, namun baru sekitar tahun 60-an memperoleh respon dari pemerintah.

Presiden Soekarno saat itu memberikan Umat Hindu tanah di Lapangan Banteng, namun karena suatu hal pura gagal dibangun.

Pada tahun 70-an I Gusti Ngurah Mandra (alm) mendapat kepercayaan menjadi Tim Kontraktor yang menangani projek jalan Jakarta-Cirebon dari Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, dengan pimpinan proyek bapak Ir. Iman Soekoto (alm).

Dalam kesempatan itu I Gusti Ngurah Mandra mengajukan ide kepada pimpro untuk menyumbangkan tanah bekas perbekalan yang saat itu kosong untuk tempat ibadah (pura) bagi umat Hindu di Jakarta.

Usaha ini diterima dengan baik asalkan dibentuk panitia terlebih dahulu. Susunan panitia adalah sebagai berikut:

Ketua Umum : I Gusti Ngurah Mandra (alm)

Ketua I : I Nyoman Geria (alm)

Ketua II : I Gusti Ketut Sukarta (alm)

Sekretaris I : Drs. Sang Made Jingga

Sekretaris II : AA Sumitra (alm)

Bendahara I : Ir. Ketut Berana (alm)

Bendahara II : I Wayan Arniata


Panitia yang telah terbentuk mengajukan permohonan kepada pimpinan proyek yang kemudian menunjuk dan mengesahkan panitia tersebut untuk melaksanakan pembangunan Pura.

Peletakan batu pertama pembangunan Pura Aditya Jaya oleh bapak Moh. Hadi (alm) yang mewakili pimpinan proyek dilakukan pada tahun 1972.

Kemudian pembangunan fisik dimulai dengan membuat Padmasana, lalu dilanjutkan dengan pembangunan Anglurah, Taman Sari, Bale Pewedan, Penyengker dan Kori Agungnya.

Pada 12 Mei 1973 dilaksanakan peresmian Pura oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Prayogo.

Pada tahun 1976, Menteri PUTL (Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik) Sutami memberikan surat dengan nomor: 36/KPTS/1976 yang berisi tentang: pemberian ijin kepada Parisada Hindu Dharma untuk menggunakan tanah yang dikuasai oleh Departemen Pekerjaan Umum cq Ditjen Bina Marga sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu DKI Jakarta dan sekitarnya;

Pemberian ijin oleh Menteri Pekerjaan Umum tersebut didukung oleh Gubernur DKI Jakarta bapak Ali Sadikin yang dimuat dalam surat Keputusan No. D.TV-a2/4/24/73, yang dijadikan dasar pembangunan Pura Aditya Jaya.

Selanjutnya pembangunan Pura terus mengalami perkembangan. Hingga saat ini kondisi fisik pembangunan Pura mengalami kemajuan yang sangat pesat menyesuaikan kebutuhan umat.

Sejarah Singkat Pura Aditya Jaya, Rumah Ibadah Umat Hindu Pertama di Jakarta


Sumber :

https://megapolitan.kompas.com/read/...page=all#page2

https://www.mutiarahindu.com/2018/02...n-jakarta.html

Token Kripto ASIX Ditinggal Developer, Anang Imbau Tetap Tenang dan Sabar

 Token Kripto ASIX Ditinggal Developer, Anang Imbau Tetap Tenang dan Sabar

Anang Hermansyah melakukan pertemuan membahas tentang RUU permusikan di Cilandak Town Square, Jakarta, Senin (4/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan

Pemilik token kripto ASIX Anang Hermansyah meminta kepada para investor yang sudah telanjur membeli tokennya untuk tenang dan sabar. Hal ini, seiring dengan kabar hengkangnya CEO dan Developer token ASIX, MC Basyar.

Lewat video singkat di instagram pribadinya @ananghijau, Anang memberikan klarifikasi dan imbauan kepada para investor.

“Halo buat temen-temen semua aku berharap kalian tenang dan sabar. Aku tidak mungkin meninggalkan kalian di saat seperti ini,” ungkap Anang dalam video yang dikutip kumparan, Selasa (29/3).

Bahkan dirinya siap menjelaskan secara detail, apa yang terjadi sebenarnya.

“Yang paling penting lagi setelah vesting, karena memang sudah wajib vesting tanggal 29 ini, aku akan menjelaskan lebih detail lagi,”

"Kita tetep stay dan menyelesaikan semua project yang ada. Menjelaskan sedetail-detailnya bagaimana perjalanan kita sampe saat ini,” tutur Anang.

Sebelumnya, kabar ditinggalnya token ASIX oleh developernya itu ramai di media sosial lantaran, harga token asing yang terus menurun.

Berdasarkan data dari coinmarketcap.com, harga token ASIX sudah anjlok 11,26 persen ke USD 0,000001013, per siang ini. Padahal, harga token ASIX pernah mencapai harga tertingginya USD 0,000002698 pada 6 Maret 2022.

Adapun hingga saat ini tercatat kapitalisasi pasar atau market cap token ASIX sebesar USD 10,14 juta.

Sekadar catatan, Token kripto ASIX milik Anang Hermansyah sempat menjadi perhatian publik, lantaran sudah diperdagangkan di dalam negeri melalui marketplace lokal, Indodax sejak Kamis (3/3). Padahal token ASIX belum mengantongi izin Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

https://m.kumparan.com/kumparanbisni...ar-1xmLFdsOlJE



Turki, Negara Mayoritas Muslim Pertama yang Mengakui Israel

 Turki, Negara Mayoritas Muslim Pertama yang Mengakui Israel

Ilustrasi Mozaik Turki mengakui kedaulatan Israel.

Turki menjadi negara mayoritas muslim pertama yang mengakui Israel. Sikap ini diambil karena mereka butuh dukungan AS demi menghindari ancaman Soviet.

tirto.id - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi untuk mengakhiri pendudukan Inggris atas Palestina dan membagi wilayah tersebut menjadi dua, yakni untuk Yahudi dan Arab, pada 29 November 1947. Saat itu negara-negara Arab menolaknya dengan alasan karena resolusi—secara resmi bernama United Nations Resolution 181—tidak sesuai dengan piagam PBB tentang pemberian hak kepada rakyat untuk menentukan nasib sendiri.

Para penolak khawatir karena resolusi tersebut suatu saat akan berdiri negara Yahudi yang mengancam keberadaan orang Palestina. Ketakutan tersebut menjadi nyata setahun kemudian. Aktivis zionisme, David Ben-Gurion, mendeklarasikan pendirian negara Israel pada 14 Mei 1948.

Banyak negara mengakui kedaulatan Israel—yang semakin menambah keabsahan pendiriannya. Di sisi berseberangan, sejalan dengan sikap terhadap resolusi, negara-negara Arab mengutuknya. Ketegangan di Timur Tengah lekas meningkat hingga berujung pecahnya perang antara mayoritas negara Arab (termasuk Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, dan Irak) melawan Israel. Peristiwa ini dikenal sebagai Perang Arab-Israel 1948.

Salah satu pihak yang memilih netral dalam perang adalah Turki meski mereka tidak setuju terhadap resolusi. Saat itu Turki masih menaruh sikap curiga terhadap Israel.

Namun antagonisme Turki-Israel tidak berlangsung lama. Pada 28 Maret 1949, tepat 73 tahun lalu, Turki justru mengakui Israel sebagai negara merdeka dan berdaulat. Keputusan ini membuat Turki menjadi negara mayoritas muslim pertama di dunia yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Tekanan Perang Dingin

Sebuah pertanyaan mendasar pun menyeruak: Mengapa Turki malah membina hubungan dengan Israel di tengah kalutnya situasi?

Jawabannya dapat ditelusuri dari apa yang terjadi dengan negara itu setelah berakhirnya Perang Dunia II (1939-1945). Turki, dengan luas sekitar 783.562 km persegi, cukup diperebutkan oleh dua negara adidaya, Amerika Serikat dan Uni Soviet, meski tidak secara langsung seperti Vietnam dan Korea. Hal ini terjadi karena Turki adalah salah satu negara dengan lokasi terbaik di Timur Tengah: di antara Eropa-Asia dan menjadi penghubung antara Laut Hitam-Laut Marmara-Laut Mediterania.

Pada mulanya Turki lebih dekat ke Soviet. Hubungan mereka telah terjalin sejak 1925, tepatnya ketika menyepakati Treaty of Friendship.

Menurut Ferenc Albert Váli dalam Bridge Across the Bosporus: The Foreign Policy of Turkey (2019), relasi Turki-Soviet mulai goyah pada 1936. Penyebabnya adalah karena Turki diberi kontrol untuk mengendalikan Selat Bosporus dan Dardanella yang menghubungan Laut Hitam dan Laut Marmara berdasarkan Konvensi Montreux. Banyak kapal dagang dan kapal perang Soviet yang mengarung di dua selat itu sebelum akhirnya berlayar bebas di Atlantik atau Suez. Soviet jelas punya kepentingan besar untuk mempertahankan kedua selat yang sangat strategis secara ekonomi dan politik itu.

Bagi Soviet, Konvensi Montreux membuat Turki dapat sewaktu-waktu menggunakan kewenangannya untuk kepentingan politik. Soviet khawatir suatu saat manuver Turki akan merugikan mereka. Maka mereka ngotot meminta Turki membagi kewenangan mengurus Selat Bosporus dan Dardanella. Negara komunis ini juga meminta izin untuk membangun pangkalan di dua perairan tersebut.

Keretakan Turki-Soviet mencapai puncaknya satu dekade kemudian. Joseph Stalin memandang bahwa Turki benar-benar tidak lagi netral karena mengizinkan kapal perang Nazi dan AS melewati dua selat itu untuk mencapai Laut Hitam—yang keberadaan mengancam kedaulatan Soviet.

Ini jelas tidak bisa dibiarkan begitu saja. Soviet menekan Turki dan membuat mereka cukup ketakutan, apalagi jarak antar kedua negara cukup dekat. Tidak menutup kemungkinan sewaktu-waktu Soviet menyerang Turki.

Sebagai upaya defensif, Turki memilih menjalin hubungan lebih dekat dengan AS. AS tentu saja menyambut baik. Pasalnya, sebagaimana dipaparkan Bülent Gökay dalam Soviet Eastern Policy And Turkey, 1920-1991 (2006), para elite AS menganggap jika satu negara jatuh ke pelukan komunisme, maka tinggal tunggu waktu saja negara-negara lain yang dekat akan mengalami hal yang sama—dikenal sebagai “teori domino”. Dalam konteks Turki, jika ia jatuh ke tangan Soviet, maka komunisme dapat dipastikan akan menyebar ke selatan Iran hingga India.

BACA JUGA : 

Salah satu upaya konkret mendukung Turki adalah mengeluarkan bantuan ekonomi bermotif politik bernama Doktrin Truman, yang konon menjadi penyulut Perang Dingin, sebesar 400 juta dolar AS kepada Turki (dan Yunani) pada 1947. Akan tetapi bantuan itu tidak membuat ancaman komunis serta-merta hilang. Justru Soviet semakin agresif, yang membuat Turki harus memikirkan cara lain agar selamat.

Alhasil, Turki pun mulai memandang perlu dukungan Israel. Elite politik Turki paham betul Israel adalah anak kesayangan AS di Timur Tengah. Dengan mengakui kedaulatan dan menjalin hubungan dengan Israel, Turki juga bakal mengamankan dukungan AS dan negara Barat lain. Turki bakal berhadapan dengan situasi sulit jika ancaman komunis menguat ketika pada saat yang sama tensi politik dengan Israel memanas. Jika persoalan ini dibiarkan berlarut, tentu Turki juga yang bakal rugi.

Atas dasar inilah Turki mengakui secara de facto kedaulatan Israel pada 28 Maret 1949, yang kemudian diikuti pengakuan secara de jure pada 1952.

Israel pun diuntungkan dengan pengakuan Turki. Menurut pakar politik asal Israel Amikam Nachmani dalam Israel, Turkey, and Greece (1987), selain memperoleh banyak keuntungan ekonomi, Turki juga dapat berfungsi sebagai mediator dengan negara-negara Arab yang ditargetkan untuk menjalin kerja sama.

Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim dan cukup modern, Turki saat itu memiliki posisi penting dalam percaturan politik regional dan akan jauh lebih penting di masa depan. Dan ini terbukti ketika pada 1950-an negara tersebut menjalin berbagai kesepakatan politik dan militer dengan negara-negara Arab dan Barat, dan yang paling prestisius: bergabung dengan NATO.

Turki, Negara Mayoritas Muslim Pertama yang Mengakui Israel
Infografik Mozaik Turki mengakui kedaulatan Israel

Dikucilkan Arab

Dengan mengakui Israel, menurut Saban Halis Calis dalam Turkey’s Cold War: Foreign Policy and Western Alignment in the Modern Republic (2017: 115), Turki sebenarnya ingin dianggap sebagai jembatan antara Barat dan Timur Tengah untuk membentuk blok anti-Soviet dan anti-komunis. Sementara Shamir Hassan dalam “Turkey’s Israel Policy Since 1945” (2008) mengatakan Turki ingin berguna sebagai perisai komunisme dan fasilitator perundingan di Timur Tengah.

Namun cita-cita membentuk blok anti-komunis dipandang salah langkah. Orang Arab tidak menganggap komunisme sebagai ancaman utama. Justru Israel-lah yang dianggap bahaya tingkat tinggi. Terlebih masih banyak orang Arab, khususnya kaum nasionalis pergerakan kemerdekaan, yang sinis terhadap negara Barat.

Kebijakan pro-Barat, khususnya dukungan terhadap Israel, pada akhirnya membuat Turki terasing di Timur Tengah. Negara yang didirikan Mustafa Kemal Ataturk ini dipandang tidak setia kawan dan dicap pengkhianat.

“Sikap kebarat-baratan Turki itu tidak akan dapat diterima. Bahkan beberapa kelompok Islam menyebut Turki sebagai ‘Israel kedua’ yang juga harus dihancurkan,” tulis Saban Halis Calis.

Baca selengkapnya di artikel "Turki, Negara Mayoritas Muslim Pertama yang Mengakui Israel", https://tirto.id/gqfW


Kiprah Putin di KGB

 Kiprah Putin di KGB


SEBAGAI imbas dari hampir tiga pekan operasi militer khusus Rusia ke Ukraina, linimasa media sosial bertebaran dengan video-video tentang Presiden Vladimir Putin. Selain unggahan video pidatonya yang disambut pasukannya dengan seruan “Ura!”, warganet juga menyoroti video cara berjalan Putin yang unik.
Beberapa video menampilkan rekaman Putin berjalan dengan tangan kanannya diam di sisi tubuhnya, sementara tangan kirinya berayun selaras langkah kaki. Ciri khas itu sedianya pernah dikaji para pakar syaraf Eropa sejak 2015, yang melahirkan julukan “gunslinger’s gait”. Gestur Putin tersebut identik dengan Putin sejak dirinya jadi agen dinas intelijen Uni Soviet Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) yang bubar pada 1991.
“Gunslinger’s gait” kemudian juga jadi ciri khas Dmitry Medvedev (perdana menteri Rusia), Anatoly Serdyukov (menteri pertahanan Rusia 2007-2012), dan Sergei Ivanov (menteri pertahanan Rusia 2001-2007, kini Kepala Staf Kepresidenan Rusia). Dalam kajian bertajuk “Gunslinger’s Gait: A New Cause of Unilaterally Reduced Arm Swing” karya Rui Araújo, Joaquim F. Ferreira, Angelo Antonini, dan Bastiaan R. Bloem yang dirilis The British Medical Journal, cara jalan itu terbentuk oleh keharusan setiap agen KGB siaga dengan senjatanya yang disarungkan di balik pakaian di sisi kanan tubuhnya.
“Berdasarkan manual latihan, para mata-mata KGB diperintahkan menyimpan senjata di tangan kanan dekat dada mereka dan berjalan dengan mengayunkan satu tangan, biasanya tangan kiri, diasumsikan si mata-mata bisa menggunakan senjatanya secepat mungkin ketika harus berkonfrontasi dengan musuh,” tulis Araújo dkk.
Putin memang merupakan agen KGB di Jerman Timur dalam kurun 1985-1990. Ia termasuk saksi mata kala Tembok Berlin dirobohkan dalam reunifikasi Jerman jelang runtuhnya Uni Soviet.

Keluarga Penyintas Perang
Di kala Kota Leningrad (kini St. Petersburg) masih berupaya pulih dari kehancuran akibat Perang Dunia II, pada 7 Oktober 1952 Vladimir Vladimirovich Putin dilahirkan dari rahim Maria Ivanovna Putina, seorang buruh pabrik. Maria dan suaminya yang seorang veteran, Vladimir Spiridonovich Putin, bisa tersenyum menyambut putra ketiga mereka.
Putin kecil dirawat sebagai putra satu-satunya lantaran dua kakaknya meinggal tanpa pernah dikenal Putin. Albert, kakak tertuanya, meninggal saat masih bayi pada 1930-an dan Viktor, kakak keduanya, wafat karena difteri semasa Pengepungan Leningrad (September 1941-Januari 1944).
Putin kecil tumbuh di tengah-tengah keluarga yang dekat dengan politik dan circle militer di Perang Dunia II. Mengutip sejarawan Universitas Kent, Inggris, Profesor Richard Sakwa dalam Putin Redux: Power and Contradiction in Contemporary Russia, Putin punya kakek dari garis ayah, Spiridon Putin, yang jadi koki pribadi Vladimir Lenin dan kemudian Josef Stalin. Ayahnya eks-awak kapal selam yang kemudian dipindahtugas ke NKVD (Polisi Rahasia Soviet). Nenek dari garis ibunya jadi korban pendudukan Jerman Nazi di Tver, dan sejumlah paman Putin gugur di front timur.

Latar belakang itu membuat Putin aktif bergabung di Organisasi Pemuda Perintis Lenin, V.I. Lenina, kala beranjak remaja dan masih mengenyam pendidikan dasar. Di V.I. Lenina pula Putin gandrung dengan beladiri judo dan SAMBO sambil mencerna karya-karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan tentu Lenin.
“Sejak SMA Putin sudah mulai belajar bahasa Jerman dan kemudian sekolah hukum di Universitas Leningrad (kini Universitas Negeri St. Petersburg). Semasa kuliah ia juga diharuskan bergabung ke Partai Komunis Uni Soviet dan tetap jadi kadernya sampai dibubarkan karena dilarang mulai Agustus 1991,” tulis sejarawan Columbia University Prof. Allen C. Lynch dalam Vladimir Putin and Russian Statecraft.

Menjadi kader muda V.I. Lenina dan partai komunis membuka mata pemuda Putin akan perpolitikan internasional, dimulai dari naiknya Leonid Brezhnev pada 1964 yang menyingkirkan Nikita Khrushchev, détente hubungan internasional dengan Barat, hingga invasi ke Afghanistan. Maka meski disarankan untuk lebih dulu menyelesaikan kuliahnya, sejak dini Putin bercita-cita untuk menjadi abdi negara di bidang keamanan.
“Bahkan sebelum saya lulus sekolah (SMA), saya sudah ingin bekerja di intelijen. Itu sudah jadi mimpi saya, meski saya juga punya cita-cita seperti terbang ke Mars, misalnya. Atau ambisi saya lainnya menjadi pelaut. Dan ada satu ketika saya ingin jadi pilot. Tetapi buku-buku dan film-film tentang mata-mata seperti The Sword and the Shield (1968) mengembangkan imajinasi saya. Yang membuat saya kagum adalah bagaimana seseorang bisa mencapai sesuatu yang tak bisa dilakukan seribu tentara. Satu mata-mata bisa menentukan nasib ribuan orang,” aku Putin dalam otobiografi yang dituliskannya bersama Nataliya Gevorkyan, Natalya Timakova, dan Andrei Kolesnikov berjudul First Person.

Membangun Jaringan
Saat kuliah pascasarjana studi hukum internasional, Putin mengenal dan menjalin hubungan dekat dengan seorang profesor jurusan hukum bisnis, Anatoly Sobchak. Di kemudian hari, sosok yang jadi mentor Putin itu beralih jadi politikus dan kemudian walikota St. Petersburg hingga punya pengaruh besar bagi karier politik Putin di Kremlin.
Setelah lulus magister hukum internasional pada 1975, Putin bergabung ke KGB dan masuk pelatihan dasar di Sekolah KGB ke-401 di Okhta, Leningrad. Di sinilah Putin menerima banyak doktrin intelijen, termasuk gaya berjalan.

“Dalam Bab 2-Pergerakan, manual itu memberi instruksi: ‘Saat bergerak, sangat penting untuk menyimpan senjata merapat ke dada atau di tangan kanan.’ ‘Keabnormalan’ ini juga terlihat di beberapa pejabat Rusia yang dulunya menerima pelatihan yang sama oleh KGB atau dinas intelijen lain,” sambung Araújo dkk.

BACA JUGA : 

Begitu lulus, Putin ditempatkan di direktorat kontra-intelijen. Pada 1984, Putin masuk pendidikan lanjutan bidang intelijen asing KGB di Institut Panji Merah Yuri Andropov (SVR), Moskow. Setahun pelatihan, Putin lalu ditugaskan ke markas KGB di Dresden, Jerman Timur mulai 1985.
Ia juga membawa serta Lyudmila Shkrebneva, istri yang dipersuntingnya sejak 1983. Dengan penyamaran sebagai penerjemah, Putin diakomodasikan tempat tinggalnya di sebuah flat lingkungan militer dan agen Soviet serta Jerman Timur tak jauh dari markas KGB cabang Dresden di Angelikastraße Nomor 4.
“Periode kariernya ini paling samar. Tugas utama Putin dan kolega-koleganya disebutkan sekadar mengumpulkan kliping-kliping media cetak dan memproduksi segudang informasi yang kurang berguna,” tulis jurnalis Amerika berdarah Rusia, Masha Gessen dalam The Man Without a Face: The Unlikely Rise of Vladimir Putin.

Banyak cerita tentang Putin yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Salah satu di antaranya adalah keterlibatan Putin dan koleganya, Vladimir Usoltsev, dalam menebar aksi teror di wilayah-wilayah Jerman Barat yang acap dilakukan kelompok militan kiri Baader-Meinhof-Gruppe (Faksi Tentara Merah/FTM). Putin yang mengkoordinir KGB dan FTM.
“Banyak aktivitasnya (Putin) yang diremehkan mantan kepala Stasi (Dinas Intelijen Jerman Timur) Markus Wolf. Hal ini sebenarnya untuk menutupi (dugaan) keterlibatan Putin dalam mendukung teroris Faksi Tentara Merah. Seringkali para anggota kelompok itu bersembunyi di Dresden karena minimnya agen intelijen Barat,” ungkap jurnalis Inggris Catherine Belton di kolom Politico, 20 Juni 2020.

Putin juga berupaya membangun jaringan antara elite Stasi dan KGB cabang Dresden serta militer Jerman Timur dan Soviet. Di kemudian hari, beberapa tokoh elite tersebut punya pengaruh tersendiri bagi lingkaran terdalam Putin di pemerintahan.
“Orang-orang itu termasuk Sergey Chemezov, yang bertahun-tahun kemudian memegang lembaga ekspor senjata dan sekarang memimpin program yang menyokong teknologi, dan Nikolai Tokarev yang memimpin perusahaan jalur pipa negara, Transneft. Matthias Warnig, eks-perwira Stasi, kini menjadi direktur Nordstream yang menjalankan jalur pipa gas dari Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik,” ungkap sejarawan Miami University Prof. Karen Dawisha dalam Putin’s Kleptocracy: Who Owns Russia?.

Lima tahun di Dresden bersama istrinya, Putin amat menikmati kota tempat tugasnya. Kehidupan keduanya di Dresden ibarat “surga” jika dibandingkan dengan di Moskow atau Leningrad.
“Jalan-jalan di Dresden begitu bersih. Penduduk terbiasa membersihkan jendela mereka seminggu sekali. Aparat-aparat Jerman Timur juga mendapat gaji lebih besar dari orang-orang kami dilihat dari bagaimana kehidupan mereka di lingkungan kami,” ujar Putin.

Namun, keadaan Dresden berubah menjelang runtuhnya Tembok Berlin. Euforia reunifikasi Jerman di masyarakat berubah jadi aksi-aksi demonstrasi ke beberapa kantor pemerintahan Jerman Timur dan para sekutunya, termasuk markas KGB.
Pada 5 Desember 1989, massa yang menggeruduk markas Stasi hendak melanjutkan aksinya ke markas KGB. Aksi itu didahului sekelompok kecil demonstran yang “memata-matai” lebih dulu ke muka gerbang markas KGB. Sejumlah penjaga bersenjata KGB masuk ke dalam gedung setelah menggembok gerbang. Putin pun mengontak komandan unit tank Soviet, yang memang ditempatkan di Dresden, untuk meminta perlindungan.
“Dan saya mendapat jawaban: ‘Kami tidak bisa melakukan apapun tanpa perintah dari Moskow. Dan Moskow bungkam,’” kata Putin mengingat masa itu.

Setelah memerintahkan para koleganya untuk memilah berkas-berkas KGB yang akan dibakar dan disembunyikan, Putin memupuk nyali untuk melabrak massa di gerbang kantor KGB walau tanpa perlindungan.
“Para penjaga semua bergegas masuk ke dalam gedung. Tetapi setelah itu datang seorang perwira bertubuh kecil yang gelisah. Dia berseru kepada massa: ‘Jangan coba-coba memaksakan diri merangsek ke properti ini. Para kamerad saya semua bersenjata, dan mereka di bawah perintah untuk menggunakannya jika terpaksa’,” kenang Siegfried Dannath, salah satu demonstran itu.

Massa pun mundur kendati markas KGB belum sepenuhnya lepas dari ancaman. Dalam beberapa jam berikutnya, orang-orang terus diliputi kecemasan lantaran perlindungan tak kunjung tiba.
“Setelah beberapa jam orang-orang militer kami akhirnya datang juga. Dan massa sepenuhnya membubarkan diri. Tetapi perihal ‘Moskow bungkam’ – saya mendapat firasat bahwa negara (Soviet) sudah tak lagi eksis, sudah lenyap,” kata Putin.
Kekhawatiran Putin tak keliru. Sepulangnya ke Leningrad pada awal 1990, kota itu sudah berganti nama lagi jadi St. Petersburg. Itu menjadi satu tanda Soviet berada di titik nadir yang bakal membuatnya senasib dengan Jerman Timur. Ditambah dengan peristiwa “Moskow bungkam”, kondisi itu membuat Putin ingin mengundurkan diri dari KGB, namun urung dilakoni.

Sambil menyelesaikan pendidikan S3-nya di Leningrad, Putin yang tetap aktif di seksi Hubungan Internasional KGB bertugas mencari calon-calon rekrutan KGB di lingkungan akademisi. Di kampus itu pula dia bereuni dengan mentornya, Profesor Sobchak, yang sudah menjabat sebagai walikota St. Petersburg.
Putin lalu memilih resign dari KGB pada 20 Agustus 1991 untuk ikut Sobchak. Keputusannya terdorong oleh sikapnya yang menolak upaya kudeta kelompok SCSE, Komite Darurat Negara pimpinan Gennady Yanayev, yang ingin menumbangkan Mikhail Gorbachev.
“Seiring dimulainya kudeta, saya langsung mengambil keputusan untuk di pihak mana saya berdiri. Komunisme adalah jalan gelap yang jauh dari arus utama peradaban,” ujar Putin.

Putin memilih jalan politik dengan menjadi penasihat hubungan internasional bagi Walikota Sobchak hingga 1996. Jalan Putin ke Kremlin pun mulai terbuka. Berawal dari menduduki jabatan deputi kepala Departemen Pengelola Properti Kepresidenan hingga 1997, dilanjutkan dengan Deputi Kepala Staf Presiden Boris Yeltsin hingga 1998, Putin lalu dipercaya menjadi Direktur FSB, salah satu dinas intelijen pecahan KGB, hingga 1999.

Kedekatannya dengan Yeltsin juga memuluskan kariernya hingga jadi deputi perdana menteri. Pada Agustus 1999, Putin terpilih jadi perdana menteri Rusia. Saat Yeltsin mengundurkan diri empat bulan berselang, Putinlah yang dipilih jadi pejabat presiden. Ia resmi menjadi presiden baru setelah melewati pemilu Juni 2000 sebagai calon independen.

https://historia.id/politik/articles...b-PGa77/page/6