Taliban kembali menguasai Afghanistan. Foto: ABC Australia
Taliban - mengambil alih Istana Kepresidenan Afghanistan di Kabul. Presiden Afganistan, Ashraf Ghani, diketahui meninggalkan Kabul pada hari Minggu (15/08/2021) waktu setempat saat Taliban memasuki ibu kota Afghanistan tersebut.
Dilansir dari Reuters, kekuasaan Taliban membuat ratusan warga Afghanistan memenuhi bandara Kabul agar dapat meninggalkan negaranya. Sementara itu, negara-negara Barat seperti Italia, Jerman, dan Prancis berupaya keras mengevakuasi para diplomat dan warganya dari Afghanistan.
Sementara itu, kelompok Taliban menyatakan perang telah berakhir usai para pejuangnya mengambil alih Istana Kepresidenan.
"Hari ini adalah hari besar bagi rakyat Afghanistan dan para mujahidin. Mereka telah menyaksikan buah dari upaya dan pengorbanan mereka selama 20 tahun," kata juru bicara kantor politik Taliban, Mohammad Naeem, kepada Al Jazeera TV.
"Alhamdulillah, perang telah berakhir di negara ini," kata Naeem.
Siapakah Taliban sebenarnya?
Sejarah Taliban
Taliban adalah faksi religius dan politik ultrakonservatif yang berkembang di Afghanistan pada pertengahan 1990-an. Kelompok Taliban muncul seiring mundurnya tentara Soviet, jatuhnya rezim komunis Afghanistan, dan kacaunya ketertiban sipil, seperti dilansir dari Encyclopaedia Britannica.
Taliban atau Taleban berasal dari bahasa Pashto yang artinya murid. Asal nama Taliban diambil dari anggota kelompoknya. Anggota kelompok Taliban mayoritas merupakan siswa madrasah yang diperuntukkan bagi pengungsi Afghan di utara Pakistan pada 1980-an.
Kekuatan Taliban membesar seiring dukungan rakyat, terutama dari kelompok etnis Pashtun di selatan Afghanistan dan bantuan dari unsur-unsur Islam konservatif di luar negeri. Bantuan tersebut membuat Taliban dapat merebut Kabul, ibu kota Afghanistan dan menguasai Afghanistan.
Taliban muncul pada 1994 sebagai kekuatan yang menginginkan ketertiban sosial di Provinsi Kandahar, selatan Afghanistan. Dengan cepat, kelompok ini menaklukkan panglima perang lokal yang menguasai selatan negara tersebut.
Perlawanan terhadap kekuatan Taliban muncul terutama dari kelompok etnis non-Pashtun, seperti Tajik, Uzbekistan, dan Hazara. Kelompok-kelompok ini memandang kekuatan Taliban adalah kelanjutan dari hegemoni Pashtun. Pada 2001, Taliban menguasai seluruh wilayah Afghanistan, kecuali sebagian kecil di utara negara.
Tentangan dari Global
Opini global sebagai besar menentang kebijakan sosial Taliban. Sejumlah kebijakan tersebut terkait dengan perempuan, peninggalan agama non-Islam, dan penerapan hukum pidana yang keras.
Taliban melarang kehidupan publik untuk perempuan, termasuk pelarangan akses pada pendidikan dan pekerjaan. Taliban juga melakukan penghancuran peninggalan artistik non-Islam secara sistematis, seperti yang terjadi di Kota Bamiyan.
Selain itu, Taliban menerapkan hukuman pidana yang keras, termasuk hukum gantung. Hanya Arab Saudi, Pakistan, dan Uni Emirat Arab yang pernah mengakui rezim tersebut.
Penolakan Taliban untuk mengekstradisi pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden ke AS terkait serangan di World Trade Center, New York City dan Pentagon, DC pada 11 September 2021 memicu konfrontasi militer dengan AS dan kekuatan sekutu.
Pemberontakan Taliban
Pemberontakan Taliban terhadap pasukan AS dan NATO berlanjut setelah digulingkan dari kekuasaan. Taliban disebut mendanai upayanya sebagian besar melalui perdagangan opium.
Meskipun diusir dari Kandahār, pemimpin Taliban Mullah Mohammad Omar dilaporkan terus mengarahkan pemberontakan dari lokasi yang tidak diketahui. Mullah disebut berada di Pakistan, meskipun hal ini dibantah Taliban.
Pada Juli 2015 pemerintah Afghanistan menemukan bahwa Omar telah meninggal pada 2013 di sebuah rumah sakit di Pakistan. Mullah Akhtar Mansour ditunjuk sebagai penggantinya. Mansour terbunuh dalam serangan udara AS di Pakistan pada Mei 2016.
Haibatullah Akhundzada mengambil kepemimpinan Mansour meskipun perannya sebagian besar terbatas pada bidang politik dan agama. Sayap militan Taliban berkembang di bawah arahan jaringan Haqqani. Sirajuddin, pemimpin Haqqani, menjabat sebagai wakil pemimpin Taliban.
Ketahanan Taliban dari invasi dan ketidakmampuan pemerintah pusat Afghanistan untuk melakukan kontrol di seluruh negeri mendorong pemerintah pusat untuk mencari rekonsiliasi dengan Taliban. Pejabat di bawah Presiden Hamid Karzai telah bertemu secara informal dengan para pemimpin Taliban, dan kontak formal pertama dilakukan di bawah Presiden Ashraf Ghani.
Tetapi, Taliban tetap melihat pemerintah pusat sebagai pemerintahan yang tidak sah secara fundamental. Kelompok Taliban juga bersikeras melakukan pembicaraan dengan kekuatan asing yang menyebabkan kemunculan pemerintahan pusat tersebut, yaitu Amerika Serikat.
Penarikan pasukan AS dari Afghanistan
Taliban dan Amerika Serikat mulai bertemu pada 2018 dengan bantuan Arab Saudi, Pakistan, dan Uni Emirat Arab. Hanya ketiga ini yang memiliki hubungan diplomatik dengan kedua belah pihak.
Diskusi Taliban dan AS terfokus pada penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Kendati demikian, pihak AS berharap Taliban dapat bernegosiasi lagi dengan pemerintah pusat.
Pada Juli 2019, diskusi Taliban dan AS melibatkan pejabat pemerintah pusat untuk pertama kalinya. Pemerintah pusat Afghanistan setuju dengan perwakilan Taliban tentang prinsip-prinsip umum untuk pembicaraan rekonsiliasi di masa depan. Perwakilan Taliban tidak diberi wewenang oleh organisasi untuk bernegosiasi dalam kapasitas resmi, tetapi pengamat menganggap pertemuan itu sebagai pemecah kebekuan yang berhasil.
Semula, awal September, Amerika Serikat dan Taliban dilaporkan telah mencapai kesepakatan dan mempersempit rincian kesepakatan yang ditandatangani. Tetapi, serangan Taliban di Kabul lalu menewaskan seorang anggota militer AS. Beberapa hari kemudian pertemuan rahasia antara pejabat tinggi AS dan Taliban dibatalkan oleh AS dengan alasan adanya serangan tersebut.
Kesepakatan Taliban-AS dicapai pada akhir Februari 2020. Taliban setuju untuk memulai pembicaraan dengan pemerintah pusat dalam waktu 10 hari setelah penandatanganan perjanjian dan untuk mencegah al-Qaeda dan Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL atau Negara Islam di Irak dan ISIS di Suriah) agar tidak beroperasi di Afghanistan.
Sementara itu, Amerika Serikat berjanji menarik pasukan tentara AS di Afghanistan secara bertahap dalam 14 bulan mulai Maret 2020. Janji ini tertunda karena pemerintah pusat enggan melakukan pertukaran tahanan yang dijanjikan kepada Taliban oleh Amerika Serikat.
Menguasai Afghanistan
Negosiasi antara Taliban dan pemerintah pusat Afghanistan dimulai pada 12 September 2020. Negosiasi ini tidak membuahkan hasil yang besar per April 2021. Kendati demikian, Amerika Serikat mengatakan tetap berkomitmen untuk menarik pasukan tentara, meskipun menunda tenggat waktu penarikan dari Mei menjadi September 2020.
Didorong penarikan pasukan tentara tersebut,Taliban dengan cepat merebut kekuasaan di belasan distrik dan menargetkan ibu kota provinsi. Meskipun Taliban terlihat kekurangan pasukan dan senjata, serangan Taliban menjadi pukulan serius bagi pemerintah pusat dan moral pasukan keamanan Afghanistan.
Pada pertengahan Agustus 2021, Taliban telah merebut sebagian besar negara, termasuk kota-kota strategis Kandahār dan Ghazn. Kelompok Taliban menguasai Afghanistan setelah mengambil alih Istana Kepresiden di Kabul dan Presiden Ashraf Ghani meninggalkan Kabul sejak Minggu (15/08/2021)