Kamis, 28 Januari 2021

Sejarah Singkat Pura Khayangan Jagat di Bali

 




Setelah mengungkap sekelumit asal usul Pura-pura Khayangan Jagat di Bali, berdasarkan sumber - sumber menuskrip tua, yang kini masih tersimpan di Bali. Hubungan Pura-pura Khayangan Jagat di Bali dengan Gunung Semeru, pengungkapannya mirip dengan kejadian pemindahan puncak gunung Mahameru (Himalaya) di India ke Tanah Jawa.

Dalam naskah sejarah Bali oleh Gora Sirikan, diceritakan bahwa “ Gunung – gunung dan Danau menjadi tempat pemujaan Dewa – Dewi. sebagai Gunung Mahameru yang dipindahkan dari Jambudwipa ke Bali oleh Dewa – Dewi itu, katanya terjadi pada tahun Saka 11 (’89 M). Perhitungan tahun saka itu dinyatakan dengan istilah “Candra Sangkala” yang berbunyi “Rudira Bumi”. baik perkataan “Rudira” maupun “Bumi”, masing – masing mempunyai nilai angka 1, sehingga kedua patah perkataan itu menujukan bilangan angka tahun saka 11. Semenjak itulah katanya keadaan Pulau Bali mulai sentosa,tiada bergoyang lagi karena adanya gunung – gunung itu. hal ini dapat diartikan bahwa semenjak itu masyarakat di Bali mulai mengalami perubahan karena desakan paham baru yang datang dari india.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Dalam lontar Raja Purana Sasana Candi Sapralingga Bhuana, dikemukakan keadaan Balidwipa dan salaparangdwipa, masih sunyi senyap. Seolah-olah masih mengambang di tengah lautan yang luas, bak perahu tanpa kemudi, oleng kesana kemari, tak menentu arahnya. Pada waktu itu di Balidwipa hanya baru ada Gunung Lempuyang di bagian Timur. Disebelah selatan Gunung Andakasa. Di sebelah barat, Gunung Batukaru, disebelah utara Gunung Mangu dan Beratan. Sehingga Balidwipa pada waktu itu masih labil dan goyang.

Keadaan Balidwipa yang masih labil dan bergoyang terus, diketahui oleh Dewa Pasupati yang bersthana di Gunung Semeru. Agar Balidwipa menjadi stabil, Dewa Pasupati memerintahkan Sanng Badawangnala, Sang Naga Anantaboga, Sang Naga Basuki, Sang Naga Taksaka memindahkan bagian salah satu puncak Gunung Semeru ke Balidwipa.

Sang Badawangnala, menjadi alas bagian puncak Gunung Semeru yang dipindahkan ke Balidwipa, Naga Anantaboga dan Naga Basuki mengikat. Sedangkan Naga Taksaka, juga mengikat dan menerbangkan ke utara. Bagian-bagian puncak Gunung Semeru yang diterbangkan ke Balidwipa pada waktu itu, adapula bagian - bagian yang rempak dan jatuh tercecer di Balidwipa, menjadi gunung Batur, dan sebagian yang tidak tercecer menjadi Gunung Agung. kemudian setelah itu, keadaan Balidwipa menjadi stabil. Sejak itu pula di Balidwipa ada Sadpralinggagiri (enam sthana gunung), yakni Gunung Lempuyang, Gunung Andakasa, Gunung Watukaru, Gunung Pucak Mangu atau Gunung Bratan, Gunung Batur dan Gunung Agung.

Setelah keadaan Balidwipa menjadi stabil, kemudian Dewa Pasupati, memerintahkan tiga istadewata atau prabhawanya, yang dalam penghayatan Agama yang immanent, dikemukakan sebagai tiga putra-Nya. Ketiga Putra-Nya yang diberi bhisama agar bersthana di Balidwipa menjadi sungsungan Raja-raja dan Rakyat di Balidwipa, adalah

Hyang Gnijaya, bersthana di Gunung Lempuyang,
Hyang Putrajaya, bersthana di Gunung Agung
Hyang Bhatari (Dewi Danu), bersthana di Gunung Batur.Maka sejak itu, bagi Raja-raja dan Rakyat Balidwipa, telah ada sungsungan Trilinggagiri (tiga sthana gunung).

Agar keadaan Balidwipa menjadi sempurna, kemudian Dewa Pasupati di Gunung Semeru, memerintahkan lagi empat orang putranya untuk bersthana di Balidwipa yakni;

Bhatara (Hyang) Tumuwuh, bersthana di Gunung Watukaru,
Bhatara (Hyang) Manik Gumawang, bersthana di Gunung Bratan (Pucak Mangu),
Bhatara (Hyang) Manik Galang, bersthana di Pejeng,
Bhatara (Hyang) Tugu, bersthana di Gunung Andakasa.Sejak itu Balidwipa, dikenal adanya Saptalinggasari, tujuh gunung sebagai lingga, yang dalam penghayatan agama immanent selaras dengan konsep dan sistem ajaran Upaweda, sebagai sthana putra-putra Dewa Pasupati, yang bersthana di Gunung Semeru.



Dalam naskah Purana Bali yang disusun oleh Ida Peranda Gede Pemaron, Geria Agung Menara Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, dinyatakan sebagai berikut;

Sang Hyang Wisnu mengadakan Gunung Batur namanya dan lereng Gunung Batur, terus berkahyangan disitu di Toya Bungkah namanya di sebelah Gunung Batur itu. Danau Batur kahyangan Bhetari Uma, Danau Buyan kahyangan Bhatari Gangga, Danau Beratan kahyangan Bhatari Laksmi dan Danau Tamblingan kahyangan Bhatari Sri.
Hyang Pasupati menyuruh Hyang Putranjaya dan Dewi Danuh untuk menuju Benoa Bangsul (Pulau Bali) serta berkahyangan disana sebagai bhetara yang disembah oleh masyarakat disana (Bali). Hyang Putranjaya dan Dewi Danuh menuju Bali dengan merubah dirinya berwujud dua ekor burung perkutut yaitu Hyang Putranjaya menjadi Perkutut (titiran) Putih dan Bhatari Danuh menjadi Perkutut Brumbun. Sementara itu Hyang Pasupati terbang ke Bali dengan membawa dua buah keping gunung yang diambil dari Jambudwipa (Gunung Himalaya) yang dipegang dengan tangan kanan dan kiriNya. Kedua buah keping itu kemudian diletakkan di Bali yaitu keping yang dipegang dengan tangan kanan menjadi Giri Tohlangkir (Gunung Agung) sebagai stana Hyang Putranjaya dan keping yang dipegang dengan tangan kiri menjadi Gunung Batur sebagai kahyangan Dewi Danuh atau Bhatari Ulun Danu.Diterangkan pula dalam Lontar Usana Bali, bahwa “sesungguhnya aku adalah putra Dewa Pasupati dari Jambudwipa yang bersemayam di Gunung Mahameru. aku dititahkan oleh Dewa Pasupati untuk bersemayam di Bali, selanjutnya berstana di Pura Besakih yang merupakan tempat pemujaan Raja – raja di Bali, lagi pula aku dititahkan sebagai junjungan masyarakat di Bali dan sudah berganti nama. kini aku bernama Dewa Mahadewa dan adikku ini bernama Dewi Danuh”.
BACA JUGA
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Muput Piodalan Alit di Merajan / Sanggah
Kamus Hindu Bali
Diterangkan juga dalam lontar tersebut bahwa Gunung Agung di Bali pernah meletus pada tahun saka 13 (91M). perhitungan tahun saka itupun dinyatakan dalam istilah candra sangkala yang berbunyi “Geni Bhudara”. Geni mempunyai nilai angka 3, sedangkan Bhudara bernilai angka 1. cara membacanya harus terbalik, sehingga dibaca tahun saka 13. Akibat meletusnya Gunung Agung Itu, maka terjadilah gempa besar, disertai hujan lebat siang dan malam tiada henti – hentinya selama 2 bulan. kilat dan petir bersambung di udara, setelah itu turunlah Dewa dan Dewi dari kahyangan, Dewa itu masing – masing disebut Hyang Putranjaya, Hyang Gnijaya dan Dewi Danuh. Hyang Putranjaya dianggap paling tinggi derajatnya sebab itulah disebut juga Mahadewa yang berkahyangan di Gunung Agung. Hyang Gnijaya kemudian berkahyangan di Gunung Lempuhyang sedangkan Dewi Danuh dinyatakan berkahyangan di Gunung dan Danu Batur.

Tempat pemujaan untuk Dewi Danuh di daerah Gunung Batur kemudian dulu dikenal dengan nama Pura Tampurhyang yang letaknya di Desa Sinarata. tapi akibat meletusnya Gunung Batur pada tanggal 3 Agustus 1926, yang berakibat desa dan pura tersebut rata tertutup lahar panas, sehingga penduduk desa menyingkir ke sebelah selatan desa kintamani, yang kemudian daerah tersebut kemudian disebut Desa Batur. Di Desa batur inilah masyarakat membangun kembali Pura Tampurhyang yang selesai di plaspas pada hari Redite Pon Prangbakat tanggal 14 April 1935. Belakangan, karena keberadaan Pura Tampurhyang berada di wilayah Desa Batur, masyarakat Bali sering juga disebut Pura Ulun Danu Batur.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Mengenai Pura Lempuyang sedikit dijelaskan dalam naskah turunan prasasti Sading C yang disimpan di Geria Mandhara Munggu, yang isinya menyebutkan sebagai berikut " Pada tahun 1072 Caka (1150) bulan ke-9 hari tanggal 12 bulan paroh terang, wuku julungpujut, ketika hari itu beliau Paduka Çri Maharaja Jayaçakti, merapatkan seluruh pemimpin perang. Karena beliau akan pergi ke Bali karena disuruh oleh ayahnya yaitu Sang Hyang Guru yang bertujuan untuk membuat Pura (dharma) disana di Gunung Lempuyang, terutama sebagai penyelamat bumi bali, diikuti oleh Pendeta Çiwa dan Budha serta mentri besar. Beliau juga disebut Maharaja Bima, yaitu Çri Bayu atau Çri Jaya atau Çri Gnijayaçakti."

Selain itu didalam Lontar Kutarakanda Dewa Purana Bangsul lembar ke 3-5 koleksi Ida Pedande Gde Pemaron di Gria Mandhara Munggu Badung ada di singgung mengenai Lempuyang yang kutipannya kira-kira sebagai berikut " Demikianlah perkataan Sang Hyang Parameçwara kepada putra beliau para dewa sekalian, terutama sekali Sang Hyang Gnijayaçakti wahai ananda, anda-anda para dewa sekalian, dengarkanlah perkataanku kepada anda sekalian, hendaknya anda turun (datang) ke Pulau Bali menjaga pulau Bali, seraya anda menjadi dewa disana"

Di dalam bahsa Jawa kata Lempuyang berarti "Gamongan" gunung Lempuyang berarti gunung gamongan atau bukit gamongan sebagaimana disebutkan dalam lontar Kusuma Dewa dan sampai sekarang masyarakat sekitar tempat itu menyebutkan bahwa Pura Lempuyang terletak di Bukit Gamongan disebelah timur kota Amlapura. Suatu yang menarik dan merupakan keistimewaan adalah didalam Pura Lempuyang luhur terdapat serumpun bambu jenis kecil. Setelah selesai menghaturkan bhakti batang pohon bambu itu dipotong oleh pemangku untuk mendapatkan tirta (disebut tirtha pingit) bagi setiap orang yang pedek tangkil ngaturang bhakti kesana. Tirta tersebut juga berfungsi sebagai Tritha Pengenteg-enteg yakni tirtha yang dipakai untuk Ngenteg Linggih baik di Pura-Pura, mrajan ataupun sanggah. Tetapi anehnya tidak selalu didalam batang bambu tersebut diketemukan air.

Pengungkapan pantheon Hindu, seperti yang dikemukakan di dalam Lontar Raja Purana Sasana Candi Sapralingga Bhuana, kalau disimak dan dikaji, ada titik temu dengan Lontar Usana Bali, yang ditulis oleh Danghyang Nirartha, atau di Bali lebih dikenal sebagai Ida Pedanda Shakti Bawu Rawuh, salah seorang Wiku Siwa yang datang dari Jawadwipa, sebagai wiku pembaharu sistem kehidupan sosial agama Hindu di Bali dan Lombok. Dalam karya tulisnya itu, ada dikemukakan Pelinggih Pura Catur Lokapala, yakni:

Ring Purwa (Timur), Gunung Lempuyang, dengan Pura Lempuyang Luhur, sthana Bhatara Gnijaya,
Ring Pascima, (Barat), Gunung Watukaru, dengan Pura Luhur Watukaru, sthana Bhatara Hyang Tumuwuh,
Ring Uttara (Utara), Gunung Mangu, dengan Pura Ulun Danu Bratan, sthana Bhatara Hyang Danawa,
Ring Daksina, (Selatan), Gunung Andakasa, dengan Pura Andakasa, adalah sthana Bhatara Hyang Tugu.
Ring Madya,adalah Gunung Agung, dengan Pura Besakihnya, pusat pemujaan Siwa Tri purusha (Prama Siwa, Sadasiwa dan Siwa), lengkaplah menjadi Pancagiripralingga (lima gunung sebagai sthana) lima Dewa.Demikian titik temu antara konsep Lontar Raja Purana Sasana Candi Sapralingga Bhuana dengan Lontar Usana Bali, yang telah dikemukakan. Selaras dengan konsep gunung sebagai tempat suci dan Candi Pralingga, di dalam buku upadesa, yang diterbitkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat (sekarang) juga ada yang dikemukakan sembilan Khayangan Jagat, yang berlokasi secara kardinal di Balidwipa. Berlokasi di sembilan gunung dengan sembilan dewa-dewa yang bersthana di pura-pura Nawagiri yang kardinal, sebagai istadewata Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Atau dengan kata lain prabhawa kekuatan Hyang Widhi Yang Tunggal , yang dalam penghayatan agama yang immament di Bali, lebih dikenal sebagai Dewata Nawasanga.
Dewata Nawasanga, yang bersthana secara kardinal, disembilan penjuru mata angin, masing-masing adalah :

Gunung Lempuyang (Pura Lempuyang), ditimur tempat pemujaan istadewata Hyang Widhi, sebagai Dewa Iswara.
Gunung Andakasa, di Selatan (Pura Andakasa), tempat memuja Dewa Brahma.
Gunung Watukaru (Pura Luhur Watukaru), di Barat, tempat memuja Dewa Mahadewa.
Gunung Batur (Pura Ulundanu Batur), di Utara, tempat memuja Dewa Wisnu
Perbukitan Gua Lawah (Pura Gua Lawah), di Tenggara, tempat memuja Dewa Mahesora.
Bukit Pecatu (Pura Luhur Uluwatu), di Baratdaya, tempat memuja Dewa Rudra.
Gunung Mangu (Pura Ulun Danu Bratan), di Baratlaut, tempat memuja Dewa Sangkara.
Gunung Agung (Pura Agung Besakih) di Timur Laut, tempat memuja Dewa Shambu.
Pura Agung Besakih, merupakan Khayangan Jagat (di tengah) tempat pemujaan Dewa Siwa, Siwa Tripurusha (Paramasiwa, Sadasiwa, dan Si-wa) seperti yang telah dikemukakan.Dalam tradisi yang masih hidup sampai sekarang di Balidwipa, di Nawagiri (sembilan gunung) dengan masing-masing puranya, kalau dilaksanakan pemujaan dan persembahan di Pura-pura selalu melakukan Upacara Pemendak Tirtha, beberapa hari sebelum upacara berlangsung. Dan kalau pelaksanaan pemujaan dan persembahan telah selesai, akan dilanjutkan dengan Upacara Mancakarma, atau mejejauman ke Gunung Semeru, yang bermakna selaku Perwujudan angayubagya atau sejenis upacara perwujudan terima kasih kehadapan Dewa Pasupati, yang bersthana di Gunung Semeru.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Rabu, 27 Januari 2021

Lukas, Pahlawan Yang Terlupakan


Mayor Jenderal TNI (Purn) Lukas Kustaryo 

Pria ini bertubuh kecil, namun kiprahnya sangat merepotkan pemerintahan Belanda di Indonesia. Pria Magetan kelahiran 1920 ini bernama Lukas Kustaryo. 

Saat zaman pendudukan Jepang, Lukas masuk dalam pasukan Peta dan ditempatkan di Brigade III/Kian Santang, Purwakarta. Kemudian menjadi Komadan Kompi Batalyon I Sudarsono/ Kompi Siliwangi atau yang dikenal sebagai Kompi Siliwangi Karawang-Bekasi. 

Saat menjadi komandan kompi, Lukas memang dikenal sebagai pejuang yang gagah berani dan punya banyak taktik untuk mengalahkan pasukan Belanda. Beliau suka memakai seragam pasukan Belanda untuk memburu para tentara Belanda. Selain itu pria tersebut sangat gesit seperti belut saat disergap Belanda.

Selain sering menyamar dan membunuh prajurit Belanda, Lukas kerap kali merampas persenjataan pasukan Belanda yang diangkut kereta api yang melintas di Karawang. 
Lukas pernah membajak rangkaian kereta yang berisi penuh senjata dan amunisi bagi pasukan Belanda dari Karawang menuju Jakarta.

Karena ulah Lukas itu, pemerintah Belanda sampai-sampai menjulukinya sebagai Begundal Karawang. Belanda pun mengabadikannya dalam bentuk patung separuh badan  di sebuah gedung di Den Haag. yang bertulisan ‘Lukas’ 

Setelah pasukan Belanda hengkang dari Indonesia, nama Lukas seolah hilang ditelan Bumi. Ia baru muncul ketika monumen pembantaian Rawagede didirikan.
Beliau wafat di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 8 Januari 1997, pada usia 77 tahun.

Meski sangat berjasa bagi perjuangan kemerdekaan, Lukas dikenal sebagai sosok yang rendah hati sehingga jarang yang tahu kiprahnya saat Perang Kemerdekaan. Masyarakat hanya tahu beliau pernah menjabat sebagai Komandan Komando Daerah Militer Purwakarta, Jawa Barat.

: berbagai sumber

Pis Bolong Arjuna Adalah Salah Satu Uang Magis di Masyarakat Bali

 




Pis Rejuna (Pis Arjuna / uang kepeng arjuna), sesuai dengan sebutannya, merupakan uang kepeng yang pada salah satu sisinya terdapat gambar Arjuna. Dalam cerita Mahabharata, Arjuna dikenal sebagai putra ketiga dari Dewi Kunti dan nomor tiga dari Panca Pandawa. Di samping pandai memanah, ia juga dikenal sebagai ksatria yang gagah berani. Wajahnya yang rupawan menyebabkan ia diidolakan oleh banyak wanita. Hal ketampanan itulah yang sebenarnya menjadi penyebab pengapa banyak lelaki kemudian berkeinginan untuk memiliki pis Rejuna tersebut.

Sebagian masyarakat di Bali ada yang meyakini bahwa dengan menjadikan pis Rejuna sebagai jimat dan dipercaya bisa digunakan untuk memikat gadis yang menjadi incaran sang pemuda. Dengan simbol sang Arjuna ini diyakini akan dapat memanah Jantung Asmara sang gadis untuk dipersunting dijadikan istri. Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa pis Rejuna fungsinya tiada lain untuk melanggengkan hubungan orang bersuami-istri atau hubungan sejoli yang sedang dilanda asmara dan sebagai penjaga, ataupun penambah kekuatan untuk bertempur/berperang

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sedemikian sulit dan kuatnya kepercayaan akan khasiat dari Pis Rejuna ini tidak sedikit di antara pemuda-pemuda yang kuat keinginannya untuk segera mempersunting gadis idaman ini berburu di malam hari ke tempat tempat yang angker untuk mendapatkan Pis Arjuna ini.

Dalam pewayangan Panca Pandawa disebutkan bahwa:

Sang Yudistira; merupakan tokoh tertua, yang menjadi panutan dan dikenal kebijaksanaannya dalam menjalankan kehidupan, sehingga sering juga disebut “dharma wangsa” yaitu orang yang dengan teguh menjalankan ajaran dharma.
Sang Bima (bimasena); merupakan tokoh yang dikenal dengan kekuatannya, adalah tokoh yang terkuat diantara ke-empat saudaranya. dia juga dikenal dengan keteguhannya, kesetiaan dan baktinya.
Sang Arjuna; merupakan tokoh yang ahli dalam ilmu panah, paling sakti karena dianugrahi berbagai macam keterampilan karena keuletannya dalam belajar serta meditasi / tapan. karena kesenangannya dalam mencari sesuatu yang baru tersebut (belajar) maka beliau sering pergi meninggalkan saudara-saudaranya untuk menuntut ilmu. dalam perjalannanya tersebut bertemu dengan para wanita yang beberapa diantaranya dijadikan istri beliau.
Sang Nakula dan Sahadewa; si kembar yang merupakan tokoh dikenal sebagai ahli ilmu pengobatan (ayur weda) serta ilmu gaib lainnya (atharwa weda). diantara saudara-saudaranya, Nakula Sahadewa-lah yang paling tampan, tetapi kurang dikenal karena kurangnya minat beliau untuk berkelana dan mencari wanita lain.Dikehidupan sehari hari, masyarakat menjabarkan ajaran Panca Pandawa kegiatannya / sikap sosial, yaitu; yudistira merupakan akal pikiran, bima merupakan semangat, arjuna merupakan emosi, serta nakula dan sahadewa merupakan sikap. hikmahnya, apabila ingin dihargai di masyarakat kuasailah sifat dari panca pandawa. bila terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan yang membuat kita marah dan kekesalan menyelimuti diri, biarkan yudistira (akal pikiran) meredam empat saudaranya. caranya saat mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan, berpikirlah jernih & tetap tenang (sifat yudistira), tahan semangat /panasnya hati (sifat Bima), tetaplah tersenyum (Arjuna) dan tetap sadar akan perbuatan, bersikap santai, dengan melipat kedua tangan di depan dada (Nakula Sahadewa) yang juga berfungsi untuk menahan marah dalam dada. dengan menguasai sifat-sifat dari panca pandawa maka akan akan tetap disegani masyarakat seperti halnya sang Panca Pandawa.


oleh beberapa sumber pis arjuna yang beredar dalam masyarakat adalah Pis Arjuna mentang panah ( baik yang memanah kearah depan ataupun kea rah atas), Arjuna nunggal, Arjuna yang sedang disembah oleh wanita serta Pis Arjuna sedang memangku wanita dll.
cara untuk memperoleh Pis Arjuna ada 3 yaitu;

Paica; dengan cara meyasa, bersemedi / meditasi di tempat - tempat tertentu. pis bolong ini dipandang sangat sakral karena datangnya secara gaib, misalnya melalui wong samar, paica Ida Bhatara, dll
Turunan; merupakan warisan atau pemberian orang
Pasupati; merupakan uang kepeng yang baru dibuat / digambar oleh para balian/dukun di Bali disertai pemasupatiSeperti halnya benda gaib lainnya, Pis Arjuna juga memiliki kelemahan yaitu sangat dipantangkan untuk melewati sarana ini, yaitu “keungkulan semat maisi tain sampi”. apabila uang tersebut melanggar pantangan tersebut maka kasiat yang terkandung didalamnya akan hilang (punah). tapi untuk menghindari punahnya kasiat dari Pis Arjuna ini hendaknya jangan membawanya, cukup nunas wangsuhnya saja. selain itu, untuk memperkuat kekuatan dari Pis Arjuna tersebut diperlukan sarana “Dedes" / alat kelamin dari binatang yang bernama Rase, dengan cara mengasapi, atau di olesi minyaknya.

Khasiat yang dikandung dalam Pis Arjuna tidak akan dapat menyatu dengan penggunanya, tanpa rapalan (mantra). mungkin orang-orang tertentu langsung dapat menggunakannya, mungkin karena tingkat sepiritualnya sudah mencukupi, tapi untuk orang biasa tentunya harus melalui pengucapan mantra tersebut. salah satu mantra yang sering dipakai oleh para sesepuh di bali untuk piolas. mantranya “ ih sang arjuna, aku anggago piolas agung, angadeg ring jadma manusa kabeh, teke lengleng bungeng hatine …..(nama target)…. aninggalin awak sarisanku, kedep sidi mandi mantranku”. selain itu untuk lebih memantafkannya lagi mintalah restu dahulu kepada yang lebih berwenang dan berpengalaman.

Untuk mengatasi masalah terbesar dalam penggunaannya, setiap “Tumpek Krulut” dibuatkan upacara sebagaimana halnya benda gaib lainya, serta saat “Tumpek Landep” untuk mepasupatinya kembali.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Selasa, 26 Januari 2021

Leak Adalah Ilmu Spiritual Tingkat Tinggi Warisan Leluhur Bali

 




Leak merupakan suatu ilmu kuno yang diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali. Kata leak sudah mendarah daging di benak masyarakat hindu di Bali atau asal Bali yang tinggal di perantauan sebab kata-kata ini sangat sering kita dengar dan membuat bulu kuduk merinding atau hanya sekedar ga berani keluar malam gara-gara kata “leak" ini.

Begitu juga keributan sering terjadi antar tetangga gara-gara seorang nenek di sebelah rumah di tuduh bisa ngeleak. Bahkan bayi menangis tengah malam, yang mungkin kedinginan atau perut kembung yang tidak di ketahui oleh ibunya, juga tuduhannya pasti “amah leak” apalagi kalau yang bilang balian sakti (paranormal).

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Asumsi kita tentang leak paling-paling rambut putih dan panjang, gigi bertaring, mata melotot, dan identik dengan wajah seram. Hal inilah yang membuat kita semakin tajam mengkritik leak dengan segala sumpah serapah, atau hanya sekedar berpaling muka bila ketemu dengan orang yang bisa ngeleak.

Secara umum leak itu tidak menyakiti, leak itu proses ilmu yang cukup bagus bagi yang berminat. Karena ilmu leak juga mempunyai etika-etika tersendiri. Yang menyakiti itu ilmu teluh atau nerangjana, inilah ilmu yang bersifat negatif, khusus untuk menyakiti orang karena beberapa hal seperti balas dendam, iri hati, ingin lebih unggul, ilmu inilah yang disebut pengiwa. Ilmu pengiwa inilah yang banyak berkembang di kalangan masyarakat seringkali dicap sebagai ilmu leak.

Tidak gampang mempelajari ilmu leak. Dibutuhkan kemampuan yang prima untuk mempelajari ilmu leak. Dulu ilmu leak tidak sembarangan orang mempelajari, karena ilmu leak merupakan ilmu yang cukup rahasia sebagai pertahanan serangan dari musuh. Orang Bali Kuno yang mempelajari ilmu ini adalah para petinggi-petinggi raja disertai dengan bawahannya. Tujuannya untuk sebagai ilmu pertahanan dari musuh terutama serangan dari luar. Orang-orang yang mempelajari ilmu ini memilih tempat yang cukup rahasia, karena ilmu leak ini memang rahasia. Jadi tidak sembarangan orang yang mempelajari. Namun zaman telah berubah otomatis ilmu ini juga mengalami perubahan sesuai dengan zamannya. Namun esensinya sama dalam penerapan.

Pada dasarnya ilmu leak adalah “ilmu kerohanian yang bertujuan untuk mencari pencerahan lewat aksara suci”.



Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan leak, yang ada adalah “Lia Ak" yang berarti lima aksara (memasukkan dan mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan aksara ini disebut “Panca Gni Aksara” yang merupakan pemuteran "Dasa Aksara", siapapun manusia yang mempelajari kerohanian merek apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan cahaya (aura).

Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat mata dan mulut, sehingga apabila kita melihat orang ngelekas di kuburan atau tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.
BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Orang yang kebetulan melihatnya tidak perlu waswas. Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut melihat, ucapkanlah nama nama Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan endih tidak bisa dipakai untuk memasak karena sifatnya beda. Endih leak bersifat niskala, tidak bisa dijamah.

Pada prinsipnya ilmu leak tidak mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang, yang di pelajari adalah bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa jalan-jalan keluar tubuhnya melalui “ngelekas” atau ngerogo sukmo.

Kata “Ngelekas” artinya kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar, ini pula alasannya orang ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di sebut “angeregep pengelekasan” sering juga disebut NGEREHan.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang umum disebut “ndihan” bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan adalah bagian dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan pelaku bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain.

Dalam dunia pengeleakan ada kode etiknya,

Tidak sembarangan berani/boleh keluar dari tubuh kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak, sehingga tidak semua orang bisa melihat ndihan.
Tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati, orang ngeleak hanya main2 di kuburan (pemuhunan) apabila ada mayat baru, anggota leak wajib datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat tempat yang baik sesuai karmanya, begini bunyi doanya leak memberikan berkat, "ong, gni brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta, mulihankene kite ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahutama, ong rang sah, prete namah.." sambil membawa kelapa gading untuk dipercikkan sebagai tirta.Ditinjau dari sumber ilmunya ada 2 jenis ilmu leak:

Leak Panugerahan adalah kemampuan spiritual yang diberikan oleh Tuhan sebagai gift (hadiah lahir) karena yang bersangkutan memiliki karma yang sangat baik dalam kehidupan sebelumnya. Orang yg menguasai Leak Panganugerahan mampu menghidupkan sinar Tuhan dlm tubuhnya yg diistilahkan dgn “api” dan mampu memadamkannya dgn unsur2 cair yg ada dlm tubuhnya juga. Biasanya unsur2 cair ini akan keluar dalam bentuk ludah/air liur/dahak. Dia juga mampu menyatukan unsur bhuana alit (tubuh manusia) dgn bhuana agung (alam semesta). Dgn demikian ybs mampu menguasai semua makhluk2 halus (jin, setan,dll) yg ada di dalam tubuh manusia dan di alam semesta dalam genggamannya. dan sekali yang menerima anugrah tersebut melanggar aturan atau berbuat diluar kebajikan, maka semua ilmunya akan sirna dan hidupnya pasti menderita. Sehingga apapun yang akan dilakukannya berkaitan dengan ilmu leak, selalu minta ijin terlebih dahulu dari Sesuhunannya atau paling tidak mengadakan pemberitahuan (matur piuning).
Leak Papalajahan adalah kemampuan yg didapat dgn cara belajar baik dengan meditasi, tapa semadhi atau yoga atau belajar dari guru. orang yg menguasai Leak Papalajahan hanya mampu menghidupkan api saja tanpa mampu memadamkannya. Dia juga tdk mampu menguasai makhluk2 halus yg ada di alam semesta dalam dirinya, tapi bisa memerintahkan mereka dgn jalan memberikan seperangkat sesajen tertentu utk menyenangkan makhluk2 halus, karena sesajen2 ini adalah makanan buat mereka.Dalam sebuah tayangan episode televisi ada seorang praktisi leak yang mencoba menghapus kesan buruk ilmu leak dengan menayangkan prosesi nglekas. Dinyatakan di sana bahwa kru televisi dari luar Bali pada ketakutan dan menjauh dari sang praktisi karena melihat perubahan wujud menjadi sangat menyeramkan. Padahal dari rekaman video perubahan wujud itu tidak tampak sama sekali. Hanya dari beberapa bagian tubuh sang praktisi mengeluarkan cahaya terang, terutama mulut dan ubun-ubun, sedangkan dari telapak tangan keluar asap putih. Itu bedanya mata manusia yang memiliki sukma dan mata teknologi (kamera).

Jadi Kesimpulannya adalah

Leak tidak perlu di takuti, tidak ada leak yang menyakiti,
Takutlah terhadap pikiran picik, dengki, sombong, pada diri kita sebab itu sumber pengiwa dalam tubuh kita. Bila tidak diantisipasi tekanan darah jadi naik, dan penyakit tiga S akan kita dapat, Stres, Stroke, Setra.
Pada hakekatnya tidak ada ilmu putih dan hitam semua itu hati yang bicara
Sama halnya seperti hipnotis, bagi psikiater ilmu ini untuk penyembuhan, tapi bagi penjahat ilmu ini untuk mengelabui serta menipu seseorang, tinggal kebijaksanaan kita yang berperan.
Pintar, sakti, penting namun..ada yang lebih penting adalah kebijaksanaan akan membawa kita berpikir luas, dari pada mengumpat serta takut pada leak yang belum tentu kita ketemu tiap hari.
Sumber : cakepane.blogspot.com

Senin, 25 Januari 2021

Tingkatan Ilmu Leak di Bali

 




Ilmu leak dalam hal kewisesan ilmu pengliakan ini bisa dipelajari dari lontar-lontar yang memuat serangkaian ilmu pengeleakan, antara lain; “Cabraberag, Sampian Emas, Tangting Mas, Jung Biru”. Lontar - lontar tersebut ditulis pada zaman Erlangga, yaitu pada masa Calonarang masih hidup.

Pada Jaman Raja Udayana yang berkuasa di Bali pada abab ke 16, saat I Gede Basur masih hidup yaitu pernah menulis buku lontar Pengeleakan dua buah yaitu “Lontar Durga Bhairawi” dan “Lontar Ratuning Kawisesan”. Lontar ini memuat tentang tehnik-tehnik Ngereh Leak Desti.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Selain itu lontar yang bisa dipakai refrensi diantaranya; “Lontar Tantra Bhairawa, Lontar Kanda Pat dan Lontar Siwa Tantra”.

Leak mempunyai keterbatasan tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada tujuh tingkatan leak.

Leak barak (brahma). Leak ini baru bisa mengeluarkan cahaya merah api.
Leak bulan,
leak pemamoran,
Leak bunga,
leak sari,
leak cemeng rangdu,
leak siwa klakah.Leak siwa klakah inilah yang tertinggi. Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak batinnya.

Di samping itu, ada tingkatan yang mungkin digolongkan tingkat tinggi seperti :

Calon Arang
Pengiwa Mpu Beradah
Surya Gading
Brahma Kaya
I Wangkas Candi api
Garuda Mas
Ratna Pajajaran
I Sewer Mas
Baligodawa
Surya Mas
Sanghyang Aji Rimrim.Dalam gegelaran Sanghyang Aji Rimrim, memang dikatakan segala Leak kabeh anembah maring Sang Hyang Aji Rimrim, Aji Rimrim juga berbentuk Rerajahan. Bila dirajah pada kayu Sentigi dapat dipakai penjaga (pengijeng) pekarangan dan rumah, palanya sarwa bhuta-bhuti muang sarwa Leak kabeh jerih.

Dan berikut kutipan mantranya:

Ih ibe bute leak, enyen ngadakang kite, sangiang mrucu kunda sangkan ibe ngendih, sangiang brahma menugra sire, kai sangiang siwa menugra kai, angimpus leak, angawe leak bali grubug, tutumpur punah, pengawe pande tikel, pengawen dewa tulak, aku sarinning sangiang rimrim, asiyu bale agung wong ngleak, kurang peteng 3x, jeng. Om ram rimrim durga dewi dan seterusnya....

Disamping itu, ada sumber yang mengatakan ilmu leak mempunyai tingkatan. Tingkatan leak paling tinggi menjadi bade (menara pengusung jenasah), di bawahnya menjadi garuda, dan lebih bawah lagi binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing ayam putih, kambing, babi betina dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I Pudak Setegal (yang terkenal cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I Jaka Punggul dan I Pitik Bengil (anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup).

Dari sekian macam ilmu Pengleakan, ada beberapa yang sering disebut seperti
BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di Bali
Bajra Kalika yang mempunyai sisya sebanyak seratus orang,
Aras Ijomaya yang mempunyai prasanak atau anak buah sebanyak seribu enam ratus orang. Di antaranya adalah I Geruda Putih, I Geringsing, I Bintang Sumambang, I Suda Mala, Pudak Setegal, Belegod Dawa, Jaka Tua, I Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian Emas, Kebo Komala, I Misawedana, Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo Wangsul, dan I Cambra Berag. Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat ilmu bebai yakni I Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog. Masing-masing bebai mempunyai teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan apabila dihitung maka akan ada sebanyak 108 macam bebai.Di lain pihak ada pula disebutkan bermacam-macam ilmu pengLeakan seperti :
Aji Calon Arang, Ageni Worocana, Brahma Maya Murti, Cambra Berag, Desti Angker, Kereb Akasa, Geni Sabuana, Gringsing Wayang, I Tumpang Wredha, Maduri Geges, Pudak Setegal, Pengiwa Swanda, Pangenduh, Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah Pertiwi, Penyusup Bayu, Pasupati Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna Geni Sudamala, Ratu Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang, Weda Sulambang Geni, keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan tungtung tangis, keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang Hyang Sumedang, Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang Aji Kretket, Sang Hyang Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan lain-lain yang tidak diketahui tingkatannya yang mana lebih tinggi dan yang mana lebih rendah.
Hanya mereka yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya.



Tingkatan Leak pun sebenarnya sangat banyak. Namun karena suatu kerahasiaan yang tinggi, jadinya tidak banyak orang yang mengetahui. Mungkin hanya sebagian kecil saja dari nama-nama tingkatan tersebut sering terdengar, karena semua ini adalah sangat rahasia. Dan tingkatan-tingkatan yang disampaikan pun kadangkala antara satu perguruan dengan perguruan yang lainnya berbeda. Demikian pula dengan penamaan dari masing-masing tingkatan ada suatu perbedaan. Namun sekali lagi, semuanya tidak jelas betul, karena sifatnya sangat rahasia, karena memang begitulah hukumnya.

Setiap tingkat mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecele, ketika emosinya labil. Ilmu tersebut bisa membabi buta atau bumerang bagi dirinya sendiri. Hal inilah membuat rusaknya nama perguruan. Sama halnya seperti pistol, salah pakai berbahaya. Makanya, kestabilan emosi sangat penting, dan disini sang guru sangat ketat sekali dalam memberikan pelajaran.

Selama ini leak dijadikan kambing hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit, atau aji ugig bagi sebagian orang. Padahal ada aliran yang memang spesial mempelajari ilmu hitam disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana membikin celaka, sakit, dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah dengan memancing kesalahan orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia bereaksi.

Emosi itu dijadikan pukulan balik bagi penestian. Ajaran penestian menggunakan ajian-ajian tertentu, seperti aji gni salembang, aji dungkul, aji sirep, aji penangkeb, aji pengenduh, aji teluh teranjana. Ini disebut pengiwa (tangan kiri). Kenapa tangan kiri, sebab setiap menarik kekuatan selalu memasukan energi dari belahan badan kiri.

Pengwia banyak menggunakan rajah-rajah ( tulisan mistik) juga dia pintar membuat sakit dari jarak jauh, dan “dijamin tidak bisa dirontgen dan di lab” dan yang paling canggih adalah cetik ( racun mistik). Dan aliran ini bertentangan dengan pengeleakan, apabila perang beginilah bunyi mantranya, "ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ……….."

Yang paling canggih adalah cetik (racun mistik). Aliran ini bertentangan dengan pengeleakan. Apabila perang, beginilah bunyi mantranya; ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan segara gni………..…

Ilmu Leak ini sampai saat ini masih berkembang karena pewarisnya masih ada, sebagai pelestarian budaya Hindu di Bali dan apabila ingin menyaksikan leak ngendih datanglah pada hari Kajeng Kliwon Enjitan di Kuburan pada saat tengah malam.

Sumber : cakepane.blogspot.com

Minggu, 24 Januari 2021

Sejarah Desa Ketewel - Sukawati

 




Tersebutlah seorang keturunan Pasek Prawangsa dari Lembah Tulis Majapahit, datang ke Bali, beliau menjadi pamongmong Widhi di Pasar Agung Besakih. Beliau sangat bijaksana dan mendalami filsafat ketuhanan (Widhi Tatwa), beliau bernama Mangku Sang Kulputih. Mangku Sang Kulputih mempunyai dua orang putera yang bernama I Wayan Pasek dan I Made Pasek. Kedua bersaudara itu sudah beristri dan masing - masing mempunyai keturunan. Mereka berdua sama-sama bijaksana dalam ilmu pengetahuan Ketuhanan.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Beberapa lamanya Mangku Sang Kulputih menjadi pamongmong di Pasar Agung Besakih, tentramlah pulau Bali ini, dan akhirnya beliau berpulang ke Sorga (meninggal dengan jalan moksah).

Sepeninggal Mangku Sang Kulputih, maka putera beliau I Made Pasek meninggalkan Pasar Agung Besakih bersama-sama dengan istri dan putra beliau mengembara keluar masuk hutan. Di dalam perjalanannya diam-diam beliau dibuntuti oleh seekor burung perkutut putih. Pada suatu ketika di tengah perjalanan I Made Pasek merasa lelah, maka mendekatlah burung perkutut putih itu serta memberikan tiga butir biji kuning untuk di makan sekedar menambah tenaga. Dengan dimakannya pemberian burung perkutut itu maka I Made Pasek kembali segar bugar serta melanjutkan perjalanan.

Sepanjang perjalan I Made Pasek dengan setia memuja serta memohon anugrah Ida Hyang Widhi agar mereka selamat dalam perjalanan.

Beberapa tahun lamanya I Made Pasek mengembara di hutan-hutan akhirnya sampailah beliau di alas Jerem (hutan jerem). Karena kelelahan akhirnya beliau tertidur di tepi alas jerem tersebut. Tidak beberapa lama beliau merasa seolah-olah mimpi hingga beliau terkejut dan terbangun. Tatkala itu terdengarlah suara gaib dari angkasa, yang isinya :

"Hai engkau manusia keturunan Pasek Prawangsa, Aku adalah Hyang Pasupati datang memberitahukan kepadamu, hentikanlah perjalananmu, aku memberikan tugas suci kepadamu untuk menjadi Tukang sapu, pamongmong di Kahyangan-Ku yaitu di Pura Jogan Agung di hutan Jirem ini dan Aku memberikan panugrahan kepadamu yaitu menjadi wangsa Dukuh Murti, selanjutnya mulai saat ini engkau tidak boleh lagi mengingat Wangsa Pasekmu sebagai asal kawitanmu" Demikianlah sabda dari Hyang Pasupati.



Setelah beberapa kurun waktu Dukuh Murti menjadi pamongmong di Pura Payogan Agung di hutan Jerem, beliau sangat setia terhadap tugas dan taat melakukan tapa brata, serta mengadikan diri sepenuhnya terhadap Hyang widhi.

BACA JUGA
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bali, Fengshui Membangun Bangunan di Bali
Asta Kosala dan Asta Bumi Arsitektur Bangunan Suci Sanggah dan Pura di BaliPutra Dukuh Murti yang diberi nama Dukuh Centing Tinggal di alas Mercika (Mercika Wana) yang sehari-harinya melaksanakan Yoga Semadi dan melakukan Brahmacari (tidak kawin).

Diceritakan sekarang pada hari baik yaitu Soma Wage Dukut purnamaning Kasa, sampailah waktunya beliau terpanggil pulang ke alam baka (meninggal dunia) dengan jalan moksa tanpa meninggalkan jasad. Beliau meninggalkan setetes darah untuk meyakinkan putranya Dukuh Centing bahwa beliau beserta istrinya telah meninggal.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Bertepatan dengan meninggalnya Dukuh Murti, Dukuh Centing selalu dihinggapi perasaan gelisah dengan adanya firasat-firasat buruk sehingga beliau memutuskan untuk kembali ke alas Jerem menemui orang tuanya. Sesampainya beliau di alas Jerem, keadaan sunyi senyap baik di kahyangan Payogan Agung maupun di pondoknya. Tiba-tiba tercium bau wangi dari angkasa serta ditemukan setetes darah. Dalam keprihatinnannya yakinlah Dukuh Centing bahwa darah itu adalah darah orang tuanya yang membuktikan bahwa orang tuanya telah meninggal. Oleh karena itu diambilnyalah darah itu dan diupacarai sebagaimana mestinya. Setelah diupacarai abunya lalu ditanam di pekarangan pondok beliau. Kemudian Dukuh Centing kembali ke Mercika Wana untuk melanjutkan Yoga semadinya.

Tidak beberapa lama Dukuh Centing melakukan yoga semadi, kembalilah beliau pulang ke alas jerem untuk menghadap ke kahyangan Payogan Agung. Tiba-tiba beliau dikagetkan dengan adanya dua batang pohon nangka yang sudah besar sekali, padahal beliau meninggalkan alas jerem dalam waktu tidak beberapa lama.

Dalam kebingungannya yang dihantui oleh rasa takut tiba-tiba terdengar suara gaib dari angkasa, sebagai berikut:

"Hai kamu Dukuh Centing janganlah engkau pergi dan takut,ini ada tumbuh dua batang pohon nangka yang membuktikan bahwa orang tuamu Dukuh Murti telah mejelma kembali kedunia ini. Pada saatnya nanti apabila pohon ini telah sama-sama dewasa, maka dari kedua pohon ini akan lahirlah 2 orang laki dan perempuan, yang laki diberi nama Gede Mawa dan yang perempuan bernama Ni Mawit Sari, yang selanjutnya Gede Mawa bergelar I Gede Ketewel, karena beliau lahir dari pohon nangka. Nantinya atas restuku, Aku perkenankan kepada seluruh keturunannya menggunakan Wangsa Ketewel dimanapun dia berada di pulau Bali ini, dan alas Jerem Aku jadikan sebuah desa yang bernama Desa Ketewel"

Sumber : cakepane.blogspot.com

Sejarah Tari Legong di Bali

 




Tari Legong dalam khasanah budaya Bali termasuk ke dalam jenis tari klasik karena awal mula perkembangannya bermula dari istana kerajaan di Bali. Tarian ini dahulu hanya dapat dinikmati oleh keluarga bangsawan di lingkungan tempat tinggal mereka yaitu di dalam istana sebagai sebuah tari hiburan. Para penari yang telah didaulat menarikan tarian ini di hadapan seorang raja tentu akan merasakan suatu kesenangan yang luar biasa, karena tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam istana.

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI

Mengenai tentang awal mula diciptakannya tari Legong di Bali adalah melalui proses yang sangat panjang. Menurut Babad Dalem Sukawati, tari Legong tercipta berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang bertahta tahun 1775-1825 M. Ketika beliau melakukan tapa di Pura YoganAgung desa Ketewel ( wilayah Sukawati ), beliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di surga. Mereka menari dengan menggunakan hiasan kepala yang terbuat dari emas.

Ketika beliau sadar dari semedinya, segeralah beliau menitahkan Bendesa Ketewel untuk membuat beberapa topeng yang wajahnya tampak dalam mimpi beliau ketika melakukan semedi di Pura Jogan Agung dan memerintahkan pula agar membuatkan tarian yang mirip dengan mimpinya. Akhirnya Bendesa Ketewel pun mampu menyelesaikan sembilan buah topeng sakral sesuai permintaan I Dewa Agung Made Karna. Pertunjukan tari Sang Hyang Legong pun dapat dipentaskan di Pura Jogan Agung oleh dua orang penari perempuan.

Tak lama setelah tari Sang Hyang Legong tercipta, sebuah grup pertunjukan tari Nandir dari Blahbatuh yang dipimpin I Gusti Ngurah Jelantik melakukan sebuah pementasan yang disaksikan Raja I Dewa Agung Manggis, Raja Gianyar kala itu. Beliau sangat tertarik dengan tarian yang memiliki gaya yang mirip dengan tari Sang Hyang Legong ini, seraya menitahkan dua orang seniman dari Sukawati untuk menata kembali dengan mempergunakan dua orang penari wanita sebagai penarinya. Sejak itulah tercipta tari Legong klasik yang kita saksikan sekarang ini.



Bila ditinjau dari akar katanya, Legong berasal dari kata “ leg “ yang berarti luwes atau elastis dan kata “gong” yang berarti gamelan. Kedua akar kata tersebut bila digabungkan akan berarti gerakan yang sangat diikat ( terutama aksentuasinya ) oleh gamelan yang mengiringinya (Dibia, 1999:37).
BACA JUGA
Muput Piodalan Alit di Merajan / Sanggah
Kamus Hindu Bali
Misteri Kutukan Ratu Gede Mecaling di Batuan
Sebagai sebuah tari klasik, tari Legong sangat mengedepankan unsur artistik yang tinggi, gerakan yang sangat dinamis, simetris dan teratur. Penarinya pun adalah orang-orang yang berasal dari luar istana yang merupakan penari pilihan oleh raja ketika itu. Maka, tidaklah mengherankan jika para penari merasakan kebanggaan yang luar biasa jika menarikan tari Legong di istana. Begitu pula sang pencipta tari. Akan menjadi suatu kehormatan besar apabila dipercaya untuk menciptakan suatu tarian oleh seorang pengusa jaman itu. Walaupun nama mereka tidak pernah disebutkan mencipta suatu tarian kepada khalayak ramai, mereka tidak mempersoalkan itu asalkan didaulat mencipta berdasarkan hati yang tulus dan penuh rasa persembahan kepada sang raja. Ini dapat dilihat dari hampir seluruh tari-tari klasik maupun tari tradisi lain yang berkembang di luar istana seperti tari Legong, Baris, Jauk dan Topeng.

Kini di jaman yang tidak lagi menganut paham feodalisme, keseian Legong telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari segi kuantitas maupun kualitas. Disebutkan bahwa tari Legong Keraton ( karena berkembang di istana ) keluar dari lingkungan istana pada awal abad ke-19. Para penari wanita yang dahulunya berlatih dan menari Legong di istana kini kembali ke desa masing-masing untuk mengajarkan jenis tarian ini kepada masyarakat. Sebagaimana diketahui, orang Bali adalah orang yang sangat kreatif sehingga gaya tari masing-masing pun sedikit berbeda sesuai dengan kemampuan membawakannya. Oleh karena itu, timbul style-style Palegongan yang tersebar di berbagai daerah seperti di desa Saba, Peliatan, Bedulu, Binoh, Kelandis dan beberapa tempat lainnya. Dari sekian daerah perkembangan tari Legong, hanya desa Saba dan Peliatan yang masih kuat mempertahankan ciri khasnya dan mampu melahirkan jenis-jenis tari Palegongan dengan berbagai nama.

Tari-tari legong yang ada di Bali pada awalnya diiringi oleh gamelan yang disebut Gamelan Pelegongan. Perangkat gamelan ini terdiri dari dua pasang gender rambat, gangsa jongkok, sebuah gong, kemong, kempluk, klenang, sepasang kendang krumpungan, suling, rebab, jublag, jegog, gentorang. Sebagai tambahan, terdapat seorang juru tandak untuk mempertegas karakter maupun sebagai narrator cerita melalui tembang. Namun, seiring populernya gamelan gong kebyar di Bali, akhirnya tari-tari palegongan ini pun bisa diiringi oleh gamelan Gong Kebyar, karena tingkat fleksibilitasnya.

Kiriman: Ida Bagus Gede Surya Peradantha, SSn., Alumni ISI Denpasar
Sumber : isi-dps.ac.id dan cakepane.blogspot.com