Baru-baru ini dunia dihebohkan dengan fenomena menyedihkan yang terjadi di Ekuador. Negara yang berlokasi di bagian barat laut Amerika Selatan tersebut dikabarkan kewalahan menghadapi pandemi virus corona.
Melansir dari Infografis JHU CSSE, hingga Senin, 20 April 2020 pukul 15:02 WIB, diketahui jika total pasien yang terinfeksi di Ekuador mencapai 9.468 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 474 orang meninggal dunia, dan yang sembuh sebanyak 1.061 orang.
Namun, belakangan ini beredar informasi terkait pantauan langsung dampak dari virus corona yang mewabah di Ekuador. Fakta-fakta yang berdar pun cukup mengkhawatirkan.
Guayaquil Layaknya Kota Mayat
Data resmi dari pemerintah Ekuador memang merilis jika jumlah korban yang meninggal akibat virus corona sebanyak 474 orang. Namun, beredar fakta dari warga Ekuador yang menyebut jika korban yang meninggal lebih dari itu. Bahkan jika dilakukan cek silang pada kawasan Guayas (negara bagian yang terdampak parah akibat virus corona), didapatkan fakta bahwa setidaknya 6.700 orang meninggal dunia pada dua minggu pertama di bulan April.
Kematian tersebut memang tidak hanya karena virus corona. Ada juga yang diakibatkan penyakit lain. Namun tingginya angka kematian di kawasan tersebut karena dampak dari lumpuhnya layanan kesehatan Ekuador akibat pandemi virus corona. Masyarakat disana pun juga tidak bisa mengakses klinik swasta karena tidak semua orang sanggup membayar biaya pengobatan.
Dampak dari masyarakat yang tidak mendapatkan fasilitas kesehatan membuat banyak korban meninggal di pinggir jalan. Bahkan ada yang sudah berhari-hari tidak dikubur ataupun dikremasi.
Presiden Ekuador Akui Kegagalan
Presiden Ekuador, Lenin Moreno, merespon terkait fenomena yang menggemparkan dunia ini. Ia mengakui jika pemerintahannya telah gagal dalam mengatasi krisis kesehatan.
Pemerintah Ekuador juga sadar jika selama ini cenderung lamban dalam menghadapi pandemi virus corona. Akibat hal itulah, pemerintah Ekuador pun telah meminta maaf kepada masyarakatnya.
Menteri Kesehatan Ekuador, Juan Carlos Zevallos, juga berjanji akan mengurus tragedi ini hingga situasi kembali normal.
Kesaksian Warga Setempat
Situasi yang menghebohkan di Ekuador disebabkan karena banyak kesaksian warga terkait fakta lapangan yang dilihat oleh mata mereka sendiri. Warga setempat menyaksikan banyak jenazah yang diletakkan begitu saja di pinggir jalan, dan menunggu hingga berhari-hari agar diurus.
Salah satu warga pun juga memperlihatkan jenazah dari kedua orang tuanya yang dibaringkan di depan rumahnya dan hanya terbungkus oleh kain. Kondisi tersebut lantaran ketersediaan peti mati yang sudah tidak ada lagi, dan memaksa warga menutup dan mengubur jenazan menggunakan kain hingga kardus.
Selain itu ada juga warga Guayaquil bernama Jesica Castaneda yang kesulitan mengakses pelayanan untuk membantu mengurus jenazah pamannya. Berikut kesaksiannya:
“Pamanku meninggal 28 Maret, dan tiada yang membantu mengurus jenazahnya. Kata rumah sakit, mereka tak punya pengangkut jenazah, dan kami tak bisa meminjam karena ia meninggal di rumah. Kami memanggil ambulans, tapi cuma diminta bersabar. Sekarang jenazahnya masih di tempat tidur, sama seperti waktu dia meninggal. Tak ada yang berani menyentuhnya”.
Rumah Jenazah Tutup karena Kewalahan
Tidak hanya rumah sakit yang lumpuh, rumah jenazah juga ikut kewalahan akibat tingginya jumlah kematian yang terjadi di Ekuador. Dampak dari hal tersebut membuat sejumlah rumah jenazah tidak lagi menerima permintaan penguburan. Banyak dari karyawan rumah jenazah yang takut tertular dari jenazah-jenazah tersebut.
Kota Guayaquil juga sampai kehabisan ruang untuk menguburkan mayat. Sebagian orang pun terpaksa harus membawa jenazah sanak saudaranya ke kota lain untuk dimakamkan.
Kebutuhan untuk menguburkan jenazah juga mengalami hambatan karena ketersediaan peti mati yang langka. Hal ini membuat sejumlah warga Ekuador menggunakan kardus sebagai peti mayat. Bahkan, narapidana pun sampai harus membuat peti mati dari kayu untuk membantu ketersediaan stok peti mati bagi korban.