Minggu, 14 Februari 2021

Mengenal Istilah Thrift, Thrifting, dan Thrift Shop Serta Perbedaannya

 Beberapa tahun terakhir, istilah thrift, thrifting, dan thrift shop semakin populer. Hal itu didukung oleh  tren di masyarakat untuk jual beli barang-barang second yang berkualitas.


Berbagai situs belanja online pun memudahkan untuk belanja barang thrift yang masih terlihat seperti baru. Seringkali barang bermerek pun bisa didapat dengan harga lebih murah dengan cara thrifting. 

Seiring waktu, belanja di thrift shop sudah menjadi semacam gaya hidup. Tapi, ternyata masih banyak yang belum mengetahui makna thrift, thrifting, dan thrift shop yang sebenarnya. Daripada penasaran, simak ulasan berikut.

Thrift merupakan istilah untuk barang bekas import yang punya kualitas bagus
Mengenal Istilah Thrift, Thrifting, dan Thrift Shop Serta Perbedaannya

Dalam bahasa Indonesia, thrift pada dasarnya berarti penghematan, kemudian dipakai dalam belanja barang bekas yang masih berkualitas. Jika pada umumnya thrift identik dengan barang import bekas, maka hal tersebut kurang tepat.

Thrift merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut sebuah barang bekas yang masih layak pakai dan bisa dijual.

Barang thrift ada banyak macamnya, tapi sejauh ini yang paling terkenal adalah produk fashion.

Keunikan thrift fashion akan memberi kepuasan tersendiri karena model pakaiannya yang tersedia tidak  terlihat pasaran. Apalagi barang-barang ini harganya lebih murah dan masih terlihat baru.

Tampaknya belanja barang thrift bisa menjadi alternatif yang menguntungkan dari segi budget maupun kebutuhan untuk bergaya. Belanja barang-barang bisa dilakukan secara online maupun offline.

Sementara thrifting adalah proses berburu barang-barang bekas 
Mengenal Istilah Thrift, Thrifting, dan Thrift Shop Serta Perbedaannya

Setelah mengetahui tentang thrift, selanjutnya kita juga mengenal tentang thrifting. Thrifting adalah sebuah aktivitas ‘berburu’ berbagai barang thrift yang sedang jadi incaran.

Thrifting secara online bisa dilakukan dengan memperhatikan foto produknya sekaligus bertanya berbagai hal detail pada penjualnya.

Tapi, jika kamu berminat thrifting secara offline di sebuah pasar khusus, kamu bisa merasakan sensasinya saat berbelanja yang kemungkinan ramai dan seperti harus bersaing dengan pembeli lain.

Tidak seperti aktivitas belanja di supermarket, membeli barang secara thrifting harus teliti dalam menentukan pilihan sendiri. Seringkali tidak ada petugas yang melayani pertanyaan pembeli saat thrifting secara offline.

Belanja secara thrifting bisa dibilang akan memberi tantangan tersendiri. Tentang harga yang ditawarkan, biasanya bukan berupa harga pas. Jadi, pembeli juga perlu pintar-pintar menawar.

Klo tempat membeli barang bekas disebut Thrift shop 
Mengenal Istilah Thrift, Thrifting, dan Thrift Shop Serta Perbedaannya

Istilah berikutnya adalah thrift shop yang merupakan tempat belanja atau pasar yang khusus menjual barang thrift. Bisa dikatakan bahwa thrift shop merupakan sebuah toko untuk penghematan.

Banyak thrift shop menawarkan harga miring untuk sebuah produk branded yang masih sangat bagus. Thrift shop dapat dijumpai secara online maupun offline.

Di banyak kota besar di Indonesia, thrift shop pun bermunculan dengan macam-macam barang yang ditawarkan, mulai dari barang antik, sepatu, tas, dan yang paling banyak adalah pakaian.

Tidak hanya menunjang penampilan, keberadaan thrift shop juga berperan penting dalam mengurangi limbah industri fashion.

Sehabis membeli pakaian di thrift shop, pastikan untuk mencuci terlebih dahulu sebelum dipakai. Bahkan setelah keluar dari thrift shop pun disarankan untuk mencuci tangan agar terjamin kebersihannya.

Kesimpulan: perbedaan istilah thrift, thrifting, dan thrift shop 
Mengenal Istilah Thrift, Thrifting, dan Thrift Shop Serta Perbedaannya

Antara thrift, thrifting, dan thrift shop memang sering disebut secara bersamaan. Tentunya masing-masing istilah memiliki perbedaan arti.

Jadi, istilah thrift merupakan suatu barang second atau bekas pakai yang umumnya berupa barang impor yang masih bagus kualitasnya. Produknya bisa bermacam-macam, dengan kualitas yang beragam pula.

Kemudian thrifting adalah suatu aktivitas untuk berburu atau belanja barang thrift yang sedang diincar.

Thrifting biasa dilakukan secara online atau secara offline.

Sedangkan yang dimaksud thrift shop adalah tempat belanja yang menyediakan barang thrift. Apakah kamu tertarik mencari barang incaran di thrift shop? Untuk mendapatkan yang terbaik, pastikan untuk memilih dengan teliti.

Pak Dal Pencipta Lagu Bintang Kecil

 Saat masih duduk di bangku TK, kemungkinan besar kamu sudah pernah menyanyikan lagu Bintang Kecil. Kebanyakan anak kecil di Indonesia belajar menyanyi dengan lagu yang satu ini.


Lagunya sederhana, baik dari segi nada maupun lirik. Liriknya pun cenderung imajinatif dan sesuai dengan jiwa anak-anak yang penuh rasa ingin tahu.

Lagunya memang terkenal, tapi sayangnya belum banyak yang tahu siapa penciptanya. Ternyata sosok pencipta lagu Bintang Kecil adalah komponis bernama 

Raden Geraldus Daldjono Hadisudibjo atau lebih akrab dipanggil Pak Dal.
Pak Dal pencipta lagu Bintang Kecil juga merupakan seorang guru yang dekat dengan murid-muridnya. Inilah kisah hidupnya.

Sudah memiliki panggilan jiwa untuk bermusik dan mendidik anak-anak
Jarang Diketahui, Inilah Sosok Pak Dal Pencipta Lagu Bintang Kecil

Pak Dal adalah seorang pencipta lagu anak-anak yang juga satu generasi dengan Pak Kasur dan Ibu Sud. Sejak usia muda, panggilan jiwanya adalah mendidik, bermusik, membuat lagu, dan mengajarkannya kepada anak-anak.

Meskipun jasanya besar dan karyanya sangat melegenda, tapi ternyata namanya seolah ‘ditakdirkan’ untuk tidak begitu terkenal dibandingkan Ibu Sud dan Pak Kasur.

Sebelum menjadi seorang pendidik, ia pernah menempuh pendidikan keguruan Kweekschool setara SMA di era Hindia Belanda pada tahun 1928.

Masa kecilnya dijalani di antara dua kota yaitu Solo dan Yogyakarta, tapi kemudian pindah karena sekolahnya berlokasi di Muntilan, Jawa Tengah.

Mengajarkan not balok dengan cara yang mudah dimengerti murid-muridnya
Jarang Diketahui, Inilah Sosok Pak Dal Pencipta Lagu Bintang Kecil

Ia memulai untuk menjajaki bidang musik sejak bergabung di paduan suara gereja. Di gereja, ia sering dipercaya untuk menjadi soloist, walau sebenarnya lebih berminat memegang biola.

Gurunya yang bernama Pater J. Awiek SJ selalu memberikan dukungan untuk terus menekuni bakatnya di dunia musik.

Setelah lulus sekolah, ia langsung menjadi seorang guru musik untuk SD di tiga tempat. Caranya memperkenalkan not balok cenderung gampang dipahami oleh para siswanya karena menggunakan bahasa sederhana.

Tidak hanya mengajar SD, ia pun sempat mengajar SPG (Sekolah Pendidikan Guru) di Yogyakarta. Kesungguhannya dalam mengajar dan melatih kemampuan muridnya menjadikan sosoknya istimewa bagi banyak orang.

Selain memakai alat-alat musik yang disediakan sekolah, ia juga sering membawa sendiri alat musik gambang berukuran kecil ke dalam kelas sebagai alat bantu mengajar.

Sering memotivasi agar murid-muridnya juga bisa menciptakan lagu sendiri
Jarang Diketahui, Inilah Sosok Pak Dal Pencipta Lagu Bintang Kecil

Meskipun di kelasnya belajar teori yang mendalam seputar musik muridnya ditekankan untuk rajin-rajin mempraktikkan apa yang sudah diajarkan.

Bahkan ia memotivasi para muridnya untuk menciptakan lagunya sendiri, khususnya lagu anak-anak.

Harapannya adalah agar kelak murid-muridnya bisa menampilkan lagu ciptaan sendiri di depan anak-anak dan tentunya punya hubungan yang dekat dengan anak kecil.

Ikatan batinnya dengan muridnya begitu kuat, sehingga banyak muridnya yang masih senang mengunjunginya saat sudah lulus.

Murid-muridnya yang sudah jadi guru banyak minta saran atau nasihat soal pendidikan anak atau sekadar minta diktat salinan lagu-lagu karyanya.

Kedekatannya dengan para murid sudah seperti keluarga sendiri. Melalui perannya sebagai pendidik di sekolah, ia juga dipertemukan dengan wanita bernama Siti Purnami yang kemudian menjadi istrinya.

Dari pernikahannya terlahir anak A. Riyanto, yang juga menjadi seorang musisi.

Memperkenalkan lagu untuk anak-anak ketika menjadi penyiar radio Jepang
Jarang Diketahui, Inilah Sosok Pak Dal Pencipta Lagu Bintang Kecil

Pada era pendudukan Jepang, pekerjaannya bertambah yakni menjadi penyiar radio untuk siaran musik. Kebijakan pemerintah Jepang saat itu mengizinkan penyiar untuk menggunakan bahasa Indonesia.

Ia sangat bersemangat untuk menuliskan lagu anak-anak berbahasa Indonesia untuk disiarkan melalui radio Jakarta, Yogyakarta, dan Solo. Melalui siarannya, lagu-lagu berbahasa Indonesia diputar di sela-sela lagu Jepang.

Saat kekuatan Jepang sudah melemah pada akhir Perang Dunia II, secara perlahan ia menghilangkan lagu Jepang dalam siarannya dan menggantinya dengan lagu bahasa Indonesia.

Produktivitasnya dalam berkarya tidak diragukan lagi. Bahkan ia pernah dalam waktu sehari menciptakan enam lagu. Sejak zaman pendudukan Jepang, ia sudah mengumpulkan seratus karya menjadi bentuk diktat.

Walau namanya tidak begitu terkenal, tapi karyanya tetap menjadi legenda
Jarang Diketahui, Inilah Sosok Pak Dal Pencipta Lagu Bintang Kecil

Menurutnya, setiap seniman tentu pernah melewati ‘masa subur’ dalam berkarya. Seolah-olah, segala hal yang dilihat dan didengarnya langsung bisa dituang menjadi susunan lirik dan nada.

Lagu Bintang Kecil diciptakannya dengan tulus agar anak-anak bisa bernyanyi sesuai umurnya. Lagu-lagunya yang lain kebanyakan bertema pendidikan dan budi pekerti, misalnya lagu yang berjudul Peramah dan Sopan.

Kegelisahan terbesarnya adalah ketika anak-anak Indonesia terpaksa harus menyanyikan lagu dewasa yang lebih terkenal, tapi kurang mendidik.

Sampai hari tua, karyanya masih terus dinikmati dan mewarnai masa kecil anak-anak Indonesia.

Setelah wafat pada tahun 1977, namanya memang tidak banyak dikenal masyarakat zaman sekarang, tapi lagu Bintang Kecil ciptaannya masih melegenda.

Sejarah Kudeta Militer Myanmar

 Sejarah Kudeta Militer Myanmar







Yangon, Pemandangan Pagoda Shwedagon Myanmar. FOTO/iStockphoto
Oleh: Sekar Kinasih - 8 Februari 2021
Dibaca Normal 5 menit
Militer Myanmar gemar kudeta. Tak rela pemerintahan sepenuhnya dipegang sipil.
tirto.id - Riwayat Myanmar selama enam dasawarsa terakhir tidak bisa dipisahkan dari cengkeraman kediktatoran militer. Meskipun dibombardir dengan krisis ekonomi, gejolak protes massa, hingga berbagai tekanan internasionalTatmadaw, alias militer Myanmar, senantiasa menemukan jalan untuk memperkokoh hegemoninya, sampai hari ini.

Dini hari pertama pada Februari, Tatmadaw melakukan kudeta dan menangkapi para pejabat pemerintahan sah, yakni Presiden Myanmar Win Myint, kepala negara de facto sekaligus pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi, dan sejumlah jajaran tinggi Partai NLD.

Beberapa jam kemudian, stasiun televisi milik angkatan militer, Myawaddy TV, merilis pernyataan bahwa Myanmar berada dalam situasi darurat sampai setahun ke depan, dengan kekuasaan sepenuhnya pada Panglima Tertinggi Tatmadaw, Jenderal Min Aung Hlaing. Para pelaku kudeta berdalih bahwa pemerintah gagal menindaklanjuti klaim Tatmadaw tentang kecurangan dalam pemilu 2020.

Baca juga: Penyebab Kudeta Myanmar & Kondisi Terkini: Militer Blokir Facebook

Menurut hasil pemilu November 2020, Partai NLD pimpinan Aung San Suu Kyi berhasil memenangkan 396 dari 476 kursi parlemen, sedangkan oposisi sokongan militer, Partai Solidaritas dan Pembangunan (USDP), hanya kebagian 33 kursi. Pada waktu yang sama, selama ini pihak militer tetap memiliki kontrol atas jalannya pemerintahan berkat Konstitusi 2008, aturan kontroversial yang menghadiahi Tatmadaw 25% kursi parlemen serta posisi penting di bidang keamanan nasional, meliputi kementerian-kementerian urusan dalam negeri, perbatasan, dan pertahanan.

Artinya, walaupun perwakilan NLD mendominasi kursi parlemen, kubu militer masih memegang kendali pemerintahan. Terlepas dari itu, mereka tetap bersikeras menolak hasil pemilu. Dilansir dari The Irrawaddy pada Januari silam, jubir USDP Dr. Nandar Hla Myint percaya bahwa sudah terjadi “kecurangan pemilu massal” yang bakal menimbulkan kerusakan dan kekacauan politik apabila tak segera ditangani. Jenderal Min Aung Hlaing juga mengklaim “praktik-praktik tidak adil dan tidak jujur” dari hasil evaluasi pemilu. Pihak militer menyatakan ada ketidakberesan pada daftar empat juta pemilih suara yang mengarah pada kecurangan di 179 daerah. Namun, tuduhan itu disanggah komisi pemilu, yang menyebutnya “berlebihan” dan “absurd”.

Belum juga parlemen yang baru kesampaian membuka sidang pertamanya, pecahlah kudeta. Pupus sudah harapan kubu NLD untuk meneruskan perjuangannya di parlemen yang dimulai sejak lima tahun silam. Kemenangan NLD pada pemilu 2015 memang jadi titik historis yang membuka jalan demokratisasi Myanmar. Sebelum perwakilan NLD mengisi parlemen dan orang-orang dekat Aung San Suu Kyi menduduki jabatan top, Myanmar sempat dinakhkodai pemerintahan sipil sokongan militer, USDP (2011-2016), setelah puluhan tahun sebelumnya berada di bawah kuasa Tatmadaw.
Sejarah Kudeta Militer Myanmar


Di sisi lain, harapan demokratisasi Myanmar di bawah naungan NLD nampak layu sejak awal. Dalam “Burma: Suu Kyi’s Missteps” (2018) di Journal of Democracy, Zoltan Barany mengkritisi dua tahun pasca-kemenangan NLD pada 2015. Menurutnya, reformasi ekonomi berjalan lambat dan standar-standar demokrasi merosot, terutama terkait sikap dan perilaku elite politik terhadap minoritas Muslim Rohingya. Dari sekian hambatan politis, Barany menyorot dominasi pejabat militer dalam politik. Kembali ke Konstitusi 2008, militer punya semacam hak veto untuk tiap amandemen yang diajukan. Setiap perubahan undang-undang membutuhkan dukungan sedikitnya dari 75 % anggota dewan plus satu suara. Di sisi lain, militer mendapat jatah seperempat kursi dewan, sehingga mereka bisa leluasa menentukan hasil akhir tiap putusan parlemen. Singkatnya, menurut Barany, tidak ada transfer kekuasaan politik signifikan dari pihak militer kepada warga sipil yang terpilih melalui pemilu, sampai Tatmadaw memang betul-betul menghendakinya.

Sejarah Kudeta Myanmar
Kudeta Jenderal Min Aung Hlaing terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi merupakan kali kedua militer keberhasilam militer melengserkan pemerintahan sipil dalam sejarah politik modern Myanmar—dulu bernama Burma. Peristiwa serupa terjadi pada 1962, ketika Jenderal Ne Win merebut mandat pemerintahan dari Perdana Menteri U Nu yang berkuasa sejak 1948, tak lama setelah Burma merdeka dari Inggris.

Beberapa bulan sebelum Burma merdeka, elite politiknya sudah berguguran. Pada Juli 1947, PM Aung San bersama jajaran kabinetnya, ditembak mati oleh sekelompok pemuda bersenjata. Ayah dari Aung San Suu Kyi yang dipandang sebagai Bapak Bangsa ini mulai ikut berpolitik sebagai aktivis mahasiswa di Universitas Rangoon. Setelah dikeluarkan dari kampus pada 1936 karena menentang Inggris, Aung San terus memperjuangkan kemerdekaan Burma melalui kerjasama pelatihan militer dengan Jepang, lantas mendirikan grup paramiliter People’s Volunteer Organisation (PVO). Selain itu, Aung San ikut membangun gerakan nasionalis Anti-Fascist People’s Freedom League (AFPFL)—koalisi militer, para komunis dan sosialis—partai yang kelak membukakan jalan Aung San sebagai Perdana Menteri Burma di bawah kolonialisme Inggris.

Setelah kematian Aung San, U Nu diangkat sebagai PM untuk memimpin Burma yang baru merdeka dari Inggris. Sahabat Aung San sejak zaman kuliah ini disokong oleh kabinet yang mayoritas adalah anggota AFPFL. Masa kepemimpinan U Nu disambut serangkaian pemberontakan. Merujuk pada “Independent Burma: Years of Lost Opportunity” yang terbit dalam The Round Table: The Commonwealth Journal of International Affairs (1965), tantangan awal administrasi U Nu berasal dari partai komunis “Bendera Merah” pimpinan Thakin Soe, serta kaum Mujahidin di wilayah Arakan. Masih ada juga pembelotan dari People's Volunteer Organization (PVO) dan partai komunis “Bendera Putih” pimpinan Thakin Than Tun yang menganggap pemerintahan AFPFL sekadar alat imperialis Inggris.

Melansir pendapat Louis Walinsky dalam “The Rise and Fall of U Nu” (1965), salah satu kelemahan terbesar U Nu adalah kurangnya pengalaman praktis dan kemampuan administratifnya di tingkat eksekutif. U Nu juga dinilai tidak bisa memahami pentingnya pendelegasian tanggung jawab dan otoritas. Ia juga dinilai gagal memahami skala prioritas dan menindaklanjuti kebijakan-kebijakan yang diinisiasinya sendiri. Pada 1958, terjadi perpecahan dalam tubuh AFPFL. Karena U Nu ingin fokus membereskan internal partai, angkatan militer ditunjuk sebagai “pemerintah sementara” di bawah Jenderal Ne Win.

Menurut amatan Lee Bigelow dalam “The 1960 Election in Burma” (1960), di bawah kontrol sementara militer, Burma relatif stabil dan aman. Gerakan-gerakan pemberontakan dapat diredam, dan serangkaian reformasi dan aturan baru dinilai turut berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat, meskipun sejumlah pihak mengaku kesal akibat ditegur oleh para serdadu hanya karena urusan-urusan sepele, seperti larangan beli pinang di jalan atau pembatasan jumlah ayam yang boleh dibeli di pasar.

Pada 1960 U Nu kembali ke pemerintahan bersama Union Party. Namun, ia hanya bertahan dua tahun sampai Jenderal Ne Win mengambil alih kekuasaan. Carut-marut pertikaian politik, macetnya kebijakan pemerintah, berbagai bentuk pemberontakan serta ekonomi yang merosot menjadi alasan utama di balik kudeta, sebagaimana disampaikan oleh Konsam Devi dalam studi berjudul “Myanmar under the Military Rule 1962-1988” (2014, PDF). Devi membagi rezim Jenderal Ne Win dalam dua periode, yakni era pemerintahan langsung oleh militer (1962-74) dan fase Kediktatoran Konstitusional (1974-88).

Sejarah Kudeta Militer Myanmar



Sejak Maret 1962, Burma resmi dalam kendali rezim militer Jenderal Ne Win dan Dewan Revolusi, yang ingin membangun negara sosialis satu partai di bawah Burma Socialist Program Party (BSPP). Satu bulan pascakudeta, siaran radio diisi dengan pemberitaan ideologi bertajuk “Burmese Way to Socialism”—sebuah filsafat abstrak yang berusaha memadukan ajaran Buddha, pandangan nasionalis dan Marxis. Salah satunya berisi mandat nasionalisasi raksasa-raksasa industri dalam negeri. Bisnis-bisnis milik pedagang Cina dan India diambil negara untuk diserahkan pada orang Burma. Selain itu, Burma semakin mengisolasi diri dari dunia: membatasi visa pendatang selama 24 jam, mengusir misionaris, akademisi asing dan berbagai yayasan internasional. Devi mencatat dampak terburuk rezim adalah pada sektor ekonomi. Pasar gelap mulai bermunculan, sampai-sampai mendorong praktik korupsi di jajaran militer dan menipisnya produksi beras.

Masih dilansir dari studi Devi, memasuki periode Kediktatoran Konstitusional 1974, Jenderal Ne Win memperkenalkan konstitusi baru dan mengizinkan pemilu. Kekuasaan tak lagi di tangan militer, melainkan berada pada pemerintahan terpilih. Lucunya, transfer kekuasaan hanya sebatas istilah, karena dialihkan dari Jenderal Ne Win kepada U Ne Win alias dirinya sendiri. Pemerintahan Burma terus terpusat di bawah partai sokongan militer, BSPP.

Selama satu dekade lebih, aksi massa menjamur di berbagai tempat karena memuncaknya kekecewaan rakyat terhadap krisis pangan, maraknya korupsi di kalangan pejabat, kemerosotan ekonomi, sampai turunnya kualitas pendidikan. Puncaknya terjadi setelah pemerintah melakukan demonetisasi (penghapusan mata uang yang sah) pada 1987. Namun, kebijakan tersebut tak sanggup mengembalikan kestabilan sosial dan ekonomi, yang berujung pada berbagai aksi demo oleh mahasiswa, khalayak umum, sampai para biksu Buddha.

Baca juga: Kongsi Dagang Keluarga Soeharto dan Junta Militer Myanmar

Merunut kronologi kejadian sepanjang 1988, Jenderal Ne Win pensiun dari pucuk kepemimpinan partai pada Juli, digantikan oleh Jenderal Sein Lwin. Namun, Sein Lwin dipandang sebagai tokoh yang selama ini brutal terhadap gerakan pro-demokrasi. Akibatnya, protes terus berlangsung dan mengarah pada seruan demo besar 8 Agustus 1988 yang dikenal sebagai “8888 Uprising”. Tak lama kemudian, Sein Lwin pun mundur dari jabatan presiden, digantikan oleh seorang tokoh sipil yang dekat dengan militer, Dr. Maung Maung. Namun, posisi Dr. Maung tidak bertahan lama, karena sebulan setelahnya terjadi kudeta internal militer. Tepatnya pada 18 September, Jenderal Saw Maung mengambil alih kekuasaan. Partai bentukan Jenderal Ne Win, BSPP, tak lagi aktif. Badan pemerintahan baru didirikan oleh Jenderal Saw Maung, yakni State Law and Order Restoration Committee (SLORC).

Pada waktu yang sama, aksi demo sepanjang 1988 direspons dengan peluru para serdadu. Majalah Time melaporkan, diperkirakan 3.000 sampai 10.000 ribu nyawa melayang, meskipun pihak berwenang hanya mengklaim 350 orang meninggal.

Semenjak SLORC berkuasa, Burma berganti nama menjadi Myanmar. SLORC juga mengizinkan pelaksanaan pemilu multi-partai pada 1990, yang sukses dimenangkan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Namun, rezim SLORC menolak kemenangan NLD dan tetap membiarkan figur-figur penting NLD, termasuk Aung San Suu Kyi, menjadi tahanan rumah.

Berbagai sanksi internasional pernah dijatuhkan kepada Myanmar. Pada 1996, Uni Eropa memutuskan untuk melarang penjualan senjata kepada Myanmar. Amerika Serikat juga sudah menjatuhkan sanksi sejak 1988, melarang penanaman investasi baru oleh warga negaranya di Myanmar pada 1997, kemudian sempat menutup celah impor produk dari Myanmar pada 2003.

Pada 1997, badan pemerintahan SLORC bubar, digantikan oleh State Peace and Development Council (SPDC) yang bertahan sampai 2011. Tokoh-tokoh militer lantas mengalihkan dukungan politiknya pada United Solidarity and Development Party (USDP), partai berkuasa antara 2011-16. Namun, USDP harus menelan pil pahit dengan rendahnya perolehan suara mereka pada pemilu 2015 dan 2020. Sejak 2016, meskipun lingkupnya terbatas, Partai NLD pimpinan Aung San Suu Kyi mulai mendapatkan arena berpolitik, sampai akhirnya hari ini Myanmar jatuh ke tangan para jenderal lagi.

https://tirto.id/sejarah-membuktikan...al-kudeta-f91X