Ketika suatu virus penyakit yang belum dikenal sebelumnya menyerang manusia, orang mungkin akan menyangka bahwa virus tersebut bersumber dari hewan, dan tidak akan ada seorangpun yang akan menyangka jika virus tersebut adalah hasil rekayasa genetika. Hampir semua manusia memahami bahwa semua jenis virus (contoh: virus flu, anthrax, flu burung, ebola, SARS, MERS, corona, dan lain-lain) di dunia ini tercipta secara alami. Dalam kasus AIDS, sangkaan serupa merupakan penjelasan paling populer di antara para ilmuwan. AIDS pertama kali menyita perhatian publik pada tahun 1981, ketika
Centers for Disease Control(CDC) Amerika Serikat mencatat adanya 5 orang pria homoseksual yang menderita penyakit asing (penyakit asing ini akhirnya diketahui adalah radang paru-paru sangat parah yang disebabkan oleh jamur Pneumocystis Jiroveci). Pada tahun 1982, seorang laki-laki anak pejabat pemerintah di Republik Congo dari kota Kinshasa meninggal dunia dalam usia 8 tahun di Stockholm, Belgia. Ketika diuji darahnya, anak ini positif terinfeksi sebuah virus asing yang merusak sistem kekebalan tubuh. Lalu pada tahun 1983, penelitian laboratorium Luc Montagnier beserta koleganya berhasil mengisolasi sebuah virus yang kemudian dikenal dengan nama
human immunodeficiency virus disingkat HIV. Dua tahun kemudian, sejenis virus mirip HIV ditemukan di dalam tubuh monyet-monyet Afrika yang kemudian disebut
simian immunodeficiency virusalias SIV. Dalam hubungannya dengan AIDS, beberapa ilmuwan ada yang berpendapat bahwa virus SIV, entah bagaimana caranya, masuk ke dalam tubuh manusia lalu berkembang dan berubah menjadi virus HIV.
Seperti virus lainnya, HIV juga memiliki struktur genetika. Uniknya, 2 jenis utama virus HIV, yaitu HIV-1 (penyebab AIDS) dan HIV-2 (sangat mirip dengan virus SIV dan ditemukan di hampir seluruh wilayah Afrika sebelah barat) memiliki struktur genetika yang berbeda satu sama lain. Di samping itu, virus HIV sangat sulit bertahan hidup di luar tubuh suatu makhluk hidup. Dengan kata lain, virus HIV akan mati jika berada di udara terbuka, dan hanya bisa hidup di dalam darah dan selaput lendir (mukosa) suatu makhluk hidup. Maka dari itu, wajar jika muncul pertanyaan: Kapan dan dimana penyakit AIDS pertama kali ditemukan? Mungkinkah virus SIV berkembang dan berubah menjadi virus HIV-2, lalu berubah lagi menjadi virus HIV-1 di dalam tubuh manusia? Bagaimana awalnya virus SIV bisa masuk ke dalam tubuh manusia?
Jika dilihat berdasarkan asal-usul virusnya, HIV sebagai penyebab penyakit AIDS pertama kali terdeteksi di wilayah Afrika Sub Sahara. Menariknya, kemunculan pertama kali AIDS di Afrika Sub Sahara terjadi setelah dilaksanakannya program pemberantasan penyakit Polio dengan cara pemberian vaksin Polio kepada penduduk salah satu negara di wilayah Afrika Sub Sahara ini, yaitu Republik Demokratik Congo (sekarang ada juga yang menyebutnya Zaire) pada tahun 1950-an. Ketika itu, diketahui lebih dari 600.000 penduduk Congo yang mendapatkan vaksin Polio yang meliputi penduduk Kinshasa (dulu bernama Leopoldville), Burundi, Rwanda, Lubudi, Katanga, Lisala, Kikwit, dan Matadi. Pada tahun 1969, ketika sampel darah yang diambil dari seorang pria warga kota Kinshasa pada tahun 1959 diteliti, ternyata darah tersebut telah positif terinfeksi virus HIV-1. Sampai dengan tahun 1991, Hilary Koprowski, salah seorang petinggi di
Wistar Institute Committee Amerika Serikat masih menyimpan stok vaksin polio yang digunakan pada tahun 1950 di Congo. Seorang peneliti medis bernama Robert Bohannon pernah mengirim surat kepada Koprowski untuk meminta Koprowski agar meneliti stok vaksin tersebut agar bisa diketahui apakah vaksin polio tahun 1950 tersebut terkontaminasi virus SV40 atau tidak. Koprowski sama sekali tidak menggubris permintaan Bohannon ini. Namun pada tahun 1992,
Wistar Institute Committee mengeluarkan rekomendasi agar vaksin polio tidak lagi dibuat dengan menggunakan sel dari ginjal monyet, karena dimungkinkan adanya virus lain dari monyet yang belum diketahui yang akan menyebabkan terkontaminasinya vaksin polio. Sementara itu, pada tahun yang sama, atas nama
AIDS/Poliovirus Advisory CommitteeAmerika Serikat, 5 orang profesor mikrobiologi dan David Ho (Direktur
Aaron Diamond AIDS Research Center) menyatakan bahwa pembuatan vaksin polio dengan menggunakan sel ginjal monyet tidak berbahaya.
Fakta menarik lainnya adalah bahwa pada tahun 1960-an virus HIV terdeteksi di Haiti. Lalu pada tahun 1955-1963, Ben Sweet dan Maurice Hilleman menemukan bahwa 10% sampai dengan 30% vaksin polio di Amerika Serikat terkontaminasi oleh sejenis virus SIV bernama SV40. Ketika itu, lebih dari 10 juta warga Amerika Serikat mengkonsumsi vaksin polio yang mengandung SV40 tersebut. Menurut Barbara Fisher dari
National Vaccine Information Center Amerika Serikat pada tahun 2013, peristiwa tahun 1960 itu terjadi karena Jonas Salk (pencipta vaksin polio) memakai rhesus (sistem penggolongan darah berdasarkan ada atau tidaknya antigen di permukaan sel darah merah) monyet yang darahnya mengandung SV40 dalam proses pembuatan vaksin polio. Dengan begitu bisa dipahami bahwa pada tahun 1960-an terdapat lebih dari 10 juta tubuh penduduk Amerika Serikat yang telah menjadi inang bagi virus SV40 untuk beradaptasi dengan tubuh manusia, sehingga bisa bertahan hidup, tumbuh, berkembang, dan bahkan mungkin bermutasi.
Kemudian pada tahun 1970, pada sebuah acara simposium khusus di Belgia yang disponsori oleh NATO (sebuah organisasi internasional untuk keamanan bersama atau persekutuan militer yang dibentuk dari sejak masa perang dingin yang beranggotakan 29 negara), peneliti biomedis Robert C. Gallo dan kawan-kawan mempresentasikan makalah hasil riset eksperimental mereka tentang memasukkan bakteri asam ribonukleat (RNA) ke dalam sel darah putih manusia. Makalah yang juga dipublikasikan di
Proceeding of the National Academy of Sciences ini membahas pula beberapa kemungkinan memasukan "asam nukleat asing" ke dalam limfosit (salah satu jenis sel darah putih). Limfosit adalah sel yang paling sering diserang oleh virus HIV ketika masuk ke dalam tubuh manusia. Namun anehnya, pada tahun 1987, Robert C. Gallo menyangkal bahwa dirinya pernah membuat makalah tersebut. Meski begitu, hasil riset Gallo lainnya ternyata menarik untuk diketahui seperti:
- Mekanisme mengurangi asam amino dan sintesis protein dengan T-limfosit untuk menekan kekebalan tubuh.
- Spesifik enzim untuk menghasilkan efek "mutasi pertukaran pasangan basa" (base pair switch mutation) di dalam sel darah putih untuk menciptakan disfungsi sistem kekebalan tubuh.
- Metode "degradasi DNA" sel darah putih dan perusakan sistem kekebalan tubuh yang dimungkinkan dengan menggabungkan beberapa Purin (basa nitrogen yang membentuk dua jenis dasar nukleotida dalam DNA dan RNA) dan/atau penambahan reaktan atau reagen tertentu.
Dilihat dari tahun publikasinya, maka bisa diketahui bahwa penelitian Gallo yang sangat menarik perhatian NATO ini dilakukan pada kisaran rentang waktu 1960-an sampai dengan 1970-an. Intisari dari semua riset Robert C. Gallo beserta koleganya adalah kemungkinan menciptakan suatu entitas biologis yang mampu mengantarkan enzim unik dan RNA asing ke dalam sel normal suatu makhluk hidup, sehingga makhluk hidup tersebut mengalami defisiensi sistem kekebalan tubuh.
Lalu pada tahun 1983, riset laboratorium Luc Montagnier dan koleganya yang membiakkan virus LAV
(lymphadenopathy-associated virus) ternyata berhasil mengisolasi virus LAV tersebut, sehingga melahirkan suatu virus baru yang dikenal dengan nama
human immunodeficiency virus disingkat HIV. Karena keberhasilan riset ini, Luc Montagnier dan koleganya Francoise Barre-Sinoussi memperoleh penghargaan Nobel Kedokteran tahun 2008, dan didapuk sebagai penemu pertama virus HIV.
Satu lagi yang menarik, sampai dengan hari ini,
The U.S Government Patent Office(lembaga setingkat kementrian yang mengurus hak paten di Amerika Serikat) menyimpan hak paten sebuah penemuan tentang metode membunuh virus HIV. Hak paten bernomor aplikasi 5676977 tersebut adalah milik Marvin S. Antelman dari Antelman Technologies Ltd yang resmi dipublikasikan pada tahun 1997. Antelman berhasil menciptakan metode membunuh virus HIV dengan menggunakan molekul Tetrasilver tetroxide dan oksigen. Sayangnya, Pemerintah Amerika Serikat tidak pernah tertarik untuk meneliti lebih lanjut penemuan Antelman ini.
Selain itu, ada juga beberapa ahli yang berpendapat lain. Pada tahun 2000, Dr. Bette Korber dari
Los Alamos National Laboratory Amerika Serikat mengatakan dalam
Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections bahwa virus HIV telah bermutasi berkali-kali sejak tahun 1930-an. Pada tahun 2014, sebuah tim riset gabungan dari universitas Oxford (Inggris) dan universitas Leuven (Belgia) mempublikasikan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa pandemik AIDS bermula di Leopoldville alias kota Kinshasa (Congo/Zaire) pada tahun 1920. Bahkan ahli mikrobiologi dari universitas Sherbrooke (Kanada) bernama Jacques Pepin menyatakan bahwa Leopoldville merupakan ground zero bagi virus HIV-1. Lalu sekelompok peneliti Jerman dari
German Advisory Committee Blood (Arbeitskreis Blut) menyatakan dalam publikasi penelitiannya pada tahun 2015 bahwa secara epidemologis dan filogenetis, virus HIV telah "akrab" dengan manusia pada rentang waktu tahun 1920-an sampai dengan tahun 1940-an. Pendapat para peneliti dari Amerika Serikat, Inggris, Belgia, dan Jerman ini mendukung asumsi bahwa virus SIV/HIV diperkirakan telah "mengenal" manusia sebelum tahun 1920-an.
Penyebaran virus HIV versi Majalah Newscientist
Fakta yang mendukung asumsi di atas adalah bahwa pada tahun 1915, seorang dokter ahli bedah kelahiran Rusia yang tinggal di Perancis bernama Serge Voronof berhasil melakukan transplantasi sebuah tiroid (testis) monyet Afrika ke dalam skrotum seorang anak Perancis. Hingga pertengahan tahun 1920-an, Voronof telah berhasil melakukan transplantasi organ tubuh monyet Afrika kepada 300 orang. Salah satunya adalah seorang wanita yang berhasil mengganti indung telurnya (ovarium) dengan indung telur monyet betina Afrika. Dengan begitu bisa dipahami bahwa jika di dalam mukosa 300 organ tubuh monyet Afrika yang dicangkokan tersebut bersemayam virus SIV, maka 300 tubuh pasien Serge Voronof tersebut telah menjadi inang bagi virus SIV untuk beradaptasi dengan tubuh manusia, sehingga bisa bertahan hidup, tumbuh, berkembang dan melahirkan varian baru. Hingga sekarang, di dunia ini terdapat lebih dari 36 juta manusia yang terinfeksi virus HIV sehingga mengidap penyakit AIDS.
Siklus Virus SIV/HIV di dalam tubuh manusia
Jadi, bisa diketahui bahwa para ahli telah sepakat bahwa tempat asal kelahiran virus HIV adalah Leopoldville alias kota Kinshasa (Congo/Zaire). Kemudian pertama kali virus SIV masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui transplantasi organ tubuh monyet Afrika pada tahun 1915 sampai dengan 1920 di Perancis, dan masuknya virus SV40 ke dalam tubuh lebih dari 10 juta warga Amerika Serikat melalui konsumsi vaksin polio yang terkontaminasi virus SV40 pada tahun 1960-an. Disadari atau tidak, proses lahirnya virus HIV ternyata melibatkan campur tangan manusia di dalamnya. Bagaimana dengan virus Corona?
Sumber:
Robert C. Gallo, Seymour Perry, and T.R. Breitman,
The Enzymatic Mechanisms for Deoxythymidine Synthesis in Human Leukocytes: Substrate Inhibition by Thymine and Activation by Phosphate or Arsenate, The Journal of Biological Chemistry, Volume 242, No.21, 1967.
Robert C. Gallo and T.R. Breitman,
The Enzymatic Mechanisms for Deoxythymidine Synthesis in Human Leukocytes: Inhibition of Deoxythymidine Phosphorylase by Purines, The Journal of Biological Chemistry, Volume 243, No.19, 1968.
Flor Herrera, Richard H. Adamson, and Robert C. Gallo,
Uptake of Transfer Ribonucleic Acid by Normal and Leukemic Cells, Proceeding of the National Academy of Sciences, Volume 67, No.4, 1970.
Brian Martin,
Polio Vaccines and The Origin of AIDS: The Career of a Threatening Idea, Townsend Letter for Doctors, No. 126, USA, 1994.
Tom Curtis,
The Origin Of Aids A Startling New Theory Attempts To Answer The Question 'Was It An Act Of God Or An Act Of Man?', Rolling Stone, Issue 626, USA, 1992.
Hilary Koprowski,
AIDS and the Polio Vaccine, Science, Volume 257, USA, 1992.
Claudio Basilico, Clayton Buck, Ronald Desrosiers, Frank Lilly, Eckard Wimmer, David Ho,
Report from the AIDS/Poliovirus Advisory Committee, USA, 1992.
Julian Cribb,
The White Death, Angus & Robertson, Australia, 1996.
Jacques Pepin,
The Origins of AIDS: From Patient Zero To Ground Zero, Journal of Epidemiology & Community Health, Volume 67, No.6, UK, 2013.
https://www.bbc.com/news/health-29442642https://www.nytimes.com/2000/02/02/u...tudy-says.htmlhttps://www.atlasobscura.com/article...ke-us-immortal