Sabtu, 04 September 2021

10 Fakta Pelecehan Pegawai KPI: Kemaluan Dicoret-coret sampai Minta Tolong Jokowi

 10 Fakta Pelecehan Pegawai KPI: Kemaluan Dicoret-coret sampai Minta Tolong Jokowi


Suara.com - Pengakuan pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang mengalami pelecehan seksual menjadi sorotan. Pegawai berinisial MS ini membeberkan telah dirundung dan dilecehkan sejak bekerja sejak tahun 2012.

MS buka-bukaan dirinya telah dipukul sampai ditelanjangi oleh rekan-rekannya. Perundungan itu terjadi sepanjang tahun 2012 - 2014, dimana dirinya mengaku diperbudak di tubuh KPI.

Suara.com telah mengumpulkan fakta-fakta mengenai kasus perundungan dan pelecehan yang diduga dialami pegawai KPI ini.

1. Awal Kasus Pelecehan Terungkap

Kasus pelecehan pegawai KPI ini terbongkar melalui pesan berantai di WhatsApp. MS, selaku korban mengaku dirinya yang menuliskan kisah itu.

MS mengaku dirinya merupakan pegawai kontrak di KPI yang bertanggung jawab di divisi Visual Data. Ia mengaku ingin sekali ke luar dari KPI karena sudah tidak kuat menahan perundungan yang dialaminya.

"Iya benar tulisan saya, kak. Saya mau resign, sudah enggak kuat," kata MS melalui pesan singkat kepada Suara.com, Rabu (1/9/2021).

2. Minta Tolong ke Presiden Jokowi

MS berani membongkar pelecehan yang dialaminya setelah berkonsultasi dengan temannya. Sang teman berprofesi sebagai pengacara serta aktivis LSM.

Dalam pesannya, MS meminta tolong kepada Presiden Jokowi atas kasus perundungan yang dialaminya. Ia mengatakan sudah tidak kuat mengalami berbagai jenis pelecehan yang traumatis.

"Tolong Pak Jokowi, Saya Tak Kuat Dirundung dan Dilecehkan di KPI, Saya Trauma Buah Zakar Dicoret Spidol oleh Mereka," tulis judul pesan WhatsApp MS.

3. Diperlakukan Seperti Budak

MS menceritakan awal perundungan terjadi saat dirinya masih pegawai baru. Ia setiap hari diperlakukan seperti budak oleh rekan-rekannya pada tahun 2012 - 2014.

Kala itu, MS diperbudak oleh pelaku berinisial RM yang bekerja dibagian Protokol KPI Pusat. MS diminta untuk membelikan makan oleh pelaku secara terus menerus.

Padahal, kedudukan MS dengan pelaku itu setara. Namun, ia justru diperlakukan semena-mena, seperti diberi tugas untuk membelikan makan bagi pegawai.


"Tapi mereka secara bersama-sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," ucap MS.

4. Pelecehan Seksual Jadi Puncak Perundungan

Perlakuan rekan-rekannya semakin tidak manusiawi. MS mengakui dilecehkan beramai-ramai oleh sejumlah pegawai KPI lainnya.

Kepala, tangan, dan kaki MS dipegang oleh pelaku secara beramai-ramai. Pelaku bahkan memukul, menelanjangi dan mencorat-coret testikel MS memakai spidol.

Setelah itu, pelaku CL (eks divisi Visual Data, sekarang Divisi Humas bagian Desain Grafis) memotret alat kelamin MS yang sudah dicorat-coret. Perlakuan pelaku itu membuat MS menjadi sangat tidak berdaya. Ia takut foto itu disebarluaskan.

"Saya tidak tahu foto yang masuk kategori pornografi itu sekarang disimpan di mana, yang jelas saya sangat takut jika foto tersebut disebarkan ke publik karena akan menjatuhkan nama baik dan kehormatan saya sebagai manusia,"
 ungkapnya.

5. Korban Alami Perubahan Mental

MS mengalami perubahan pola mental akibat perundungan dan pelecehan yang dialaminya. Ia merasa stres, hina, trauma berat.

"Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan," ujarnya.

MS mengaku kerap kali berteriak-teriak pada tengah malam. Akibat stres itu pula, MS menjadi sering jatuh sakit.

Keluarganya pun kerap mendapatkan imbasnya ketika MS sering tiba-tiba menggebrak meja tanpa alasan dan berteriak tanpa alasan. Emosinya bergejolak ketika tiba-tiba mengingat akan tindakan tercela yang dilakukan oleh pelaku.

6. Terpaksa Bertahan di KPI

MS mengaku frustasi karena tidak bisa mengundurkan diri. Hal ini disebabkan dirinya masih harus mencari nafkah untuk keluarganya.

"Saya tidak tahu apakah para pria peleceh itu mendapat kepuasan seksual saat beramai ramai menelanjangi dan memegangi kemaluan saya, yang jelas saya kalah dan tak bisa melawan. Saya bertahan di KPI demi gaji untuk istri, ibu, dan anak saya tercinta," jelasnya.

7. Divonis Alami PTSD

MS mendatangi Rumah Sakit Pelni untuk menjalani pemeriksaan kesehatan endoskopi pada 8 Juli 2017. Hasilnya, terlihat MS mengalami hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres.

MS juga divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca trauma. Vonis ini ditegakkan saat dirinya berkonsultasi ke psikolog di Puskesmas Taman Sari pada tahun 2019.

8. Laporkan Kasus ke Komnas HAM

11 Agustus, MS mengadukan pelecehan dan penindasan ke Komnas HAM melalui email. Komnas HAM pun membalas email MS pada 19 September 2017.

Dalam balasannya tersebut Komnas HAM menyimpulkan kalau apa yang dilakukan pelaku terhadap MS merupakan tindak pidana sehingga harus diteruskan ke pihak kepolisian.

9. Laporan ke Polisi Diacuhkan

MS mengadukan tindakan para pelaku ke Polsek Gambir, Jakarta Pusat pada tahun 2019. Akan tetapi, kala itu MS malah diminta petugasnya untuk mengadukan terlebih dahulu kepada atasan supaya permasalahannya diselesaikan secara internal.

MS kembali mendatangi Polsek Gambir, Jakarta Pusat untuk yang kedua kalinya pada tahun 2020. Ia datang dengan harapan laporannya benar-benar diproses anggota kepolisian.

Lagi-lagi tidak ada tanggapan yang memuaskan dari pihak kepolisian. Malah anggota kepolisian yang menerima kehadiran MS tidak menganggap serius atas laporannya.

10. Respons Resmi KPI Atas Kasus Pelecehan

KPI Pusat akhirnya buka suara terkait adanya cerita seorang pegawai kontrak yang mengaku telah dirundung dan dilecehkan oleh teman-teman kantornya. KPI Pusat akan melakukan investigasi internal.

KPI berjanji akan menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindakan tercela tersebut. Lembaga ini juga mengaku prihatin atas apa yang dialami MS dan tidak menoleransi apapun segala bentuk perundungan ataupun pelecehan seksual.

"Turut prihatin dan tidak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun," kata Agung dalam keterangan persnya yang dikutip Suara.com, Rabu (1/9/2021).

https://www.suara.com/news/2021/09/0...okowi?page=all

Genosida Rwanda, Sebuah Tragedi Kemanusiaan di Afrika




Konvoi kendaraan militer Amerika membawa air bersih dari Goma ke pengungsi Rwanda yang terletak di kamp Kimbumba, Zaire pada Agustus 1994



Kisah genosida Rwanda merupakan kisah pilu, kisah ini juga dituturkan dalam beberapa film yang bisa GanSis tonton seperti Hotel Rwanda (2004), atau ada salah satu film dokumenter At the Earth Made of Glass (2010). Berikut ane tuliskan kisah pilu yang pernah terjadi dalam sejarah.

Genosida adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau sekelompok suku bangsa dengan maksud memusnahkan (atau membuat punah) bangsa tersebut.

Republik Rwanda, dahulu disebut Ruanda, adalah sebuah negara di Afrika Tengah. Negara ini terletak beberapa derajat di bawah garis khatulistiwa dan berbatasan dengan Uganda, Tanzania, Burundi, serta Republik Demokratik Kongo.

Selama genosida Rwanda tahun 1994, anggota mayoritas etnis Hutu Afrika Tengah-Timur, tepatnya di sebuah negara bernama Rwanda membunuh sebanyak 800.000 orang, yang sebagian besar merupakan minoritas Tutsi. Dimulai oleh nasionalis Hutu di ibu kota Kigali, genosida menyebar ke seluruh negeri dengan kecepatan dan kebrutalan yang mengejutkan, karena warga biasa dihasut oleh pejabat lokal dan pemerintah melalui suatu ideologi yang disebut Hutu Power untuk mengangkat senjata melawan tetangga mereka sendiri. Pada saat Front Patriotik Rwanda (FPR) yang dipimpin Tutsi menguasai negara itu melalui serangan militer pada awal Juli, ratusan ribu orang Rwanda tewas dan 2 juta pengungsi (terutama Hutu) melarikan diri dari Rwanda.

Ketegangan Etnis Rwanda

Pada awal 1990-an, Rwanda sebuah negara kecil dengan ekonomi pertanian yang luar biasa, memiliki salah satu kepadatan penduduk tertinggi di Afrika. Sekitar 85 persen populasinya adalah Hutu, dan sisanya adalah Tutsi bersama dengan sejumlah kecil Twa, kelompok Pygmyyang merupakan penduduk asli Rwanda.

Bagian dari Afrika Timur Jerman (negara koloni Jerman di Afriika Timur) dari tahun 1897 hingga 1918, Rwanda menjadi perwalian Belgiadi bawah mandat Liga Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia I , bersama dengan tetangganya Burundi.

Pada periode kolonial Rwanda, penguasa Belgia lebih menyukai minoritas Tutsi daripada Hutu yang memperburuk kecenderungan segelintir orang untuk menindas banyak orang, menciptakan warisan ketegangan yang meledak menjadi kekerasan bahkan sebelum Rwanda memperoleh kemerdekaannya.

Revolusi Hutu pada tahun 1959 memaksa sebanyak 330.000 Tutsi meninggalkan negara itu, menjadikan mereka minoritas yang lebih kecil lagi. Pada awal 1961, Hutu yang menang telah memaksa "Raja" Rwanda dari Tutsi ke pengasingan dan mendeklarasikan negara itu sebagai republik. Setelah referendum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun yang sama, Belgia secara resmi memberikan kemerdekaan kepada Rwanda pada Juli 1962.

Kekerasan bermotif etnis terus berlanjut di tahun-tahun setelah kemerdekaan. Pada tahun 1973, sebuah kelompok militer melantik Mayor Jenderal Juvenal Habyarimana, seorang Hutu moderat, untuk berkuasa.


Juvénal Habyarimana 1980
derivative work/WikimediaCommons

Sebagai pemimpin tunggal pemerintah Rwanda selama dua dekade berikutnya, Habyarimana mendirikan partai politik baru, National Revolutionary Movement for Development (NRMD). Dia terpilih sebagai presiden di bawah konstitusi baru yang diratifikasi pada 1978 dan terpilih kembali pada 1983 dan 1988, ketika dia menjadi kandidat tunggal.

Pada tahun 1990, pasukan Front Patriotik Rwanda (RPF), yang sebagian besar terdiri dari pengungsi Tutsi, menyerbu Rwanda dari Uganda. Habyarimana menuduh warga Tutsi sebagai kaki tangan RPF dan menangkap ratusan dari mereka. Antara 1990 dan 1993, pejabat pemerintah mengarahkan untuk pembantaian orang Tutsi, menewaskan ratusan orang. Gencatan senjata dalam permusuhan ini menyebabkan negosiasi antara pemerintah dan RPF pada tahun 1992.

Pada Agustus 1993, Habyarimana menandatangani perjanjian di Arusha, Tanzania, menyerukan pembentukan pemerintahan transisi yang akan mencakup RPF.

Perjanjian pembagian kekuasaan ini membuat marah para ekstremis Hutu, yang segera mengambil tindakan cepat dan mengerikan untuk mencegahnya.

Genosida Rwanda Dimulai

Pada 6 April 1994, sebuah pesawat yang membawa Habyarimana dan presiden Burundi, Cyprien Ntaryamira, ditembak jatuh di atas ibu kota Kigali. Belum pernah ditentukan secara pasti siapa pelakunya. Beberapa menyalahkan ekstremis Hutu, sementara yang lain menyalahkan para pemimpin RPF.

Satu jam setelah pesawat jatuh, Pengawal Presiden, bersama dengan anggota angkatan bersenjata Rwanda (FAR) dan kelompok milisi Hutu yang dikenal sebagai Interahamwe (Mereka yang Menyerang Bersama) dan Impuzamugambi (“Mereka yang Memiliki Tujuan Sama), mendirikan barikade dan mulai membantai Tutsi dan Hutu moderat.
Lebih dari 5.000 orang yang mencari perlindungan di gereja Ntarama dibunuh dengan granat, parang, senapan, atau dibakar hidup-hidup.
Scott Chacon/WikimediaCommons

Di antara korban pertama genosida adalah Perdana Menteri Hutu Agathe Uwilingiyimana yang moderat dan 10 penjaga perdamaian Belgia, yang terbunuh pada 7 April 1994. Kekerasan ini menciptakan kekosongan politik, di mana pemerintahan sementara beralih ke pemimpin ekstremis Hutu Power. Pembunuhan penjaga perdamaian Belgia memprovokasi penarikan pasukan Belgia. Dan PBB mengarahkan agar penjaga perdamaian hanya mempertahankan diri setelahnya.
Gedung tempat sepuluh tentara UNAMIR Belgia dibantai dan dimutilasi. Hari ini situs tersebut dilestarikan sebagai peringatan bagi para prajurit.
Dylan Walters/WikimediaCommons



Pembantaian Menyebar ke Seluruh Rwanda

Pembunuhan massal di Kigali dengan cepat menyebar dari kota tersebut ke seluruh Rwanda. Dalam dua minggu pertama, administrator lokal di Rwanda tengah dan selatan, tempat tinggal sebagian besar orang Tutsi, menentang genosida. Pada 18 April 1994, pejabat nasional menyingkirkan para penentang tersebut dengan membunuh beberapa dari mereka. Para pejabat menghadiahi para pembunuh dengan makanan, minuman, obat-obatan, dan uang. Stasiun radio yang disponsori pemerintah mulai menyerukan warga sipil Rwanda untuk membunuh tetangga mereka. Dalam tiga bulan, sekitar 800.000 orang telah dibantai.

Sementara itu, RPF melanjutkan pertempuran, dan perang saudara berkecamuk bersamaan dengan genosida. Pada awal Juli, pasukan RPF telah menguasai sebagian besar wilayah Rwanda, termasuk Kigali.

Lebih dari 2 juta orang yang hampir semuanya Hutu melarikan diri dari Rwanda, berkerumun di kamp pengungsi di Kongo (saat itu disebut Zaire) dan negara tetangga lainnya.


Kamp pengungsi di Zaire, 1994
CDC/WikimediaCommons

Setelah kemenangannya, RPF membentuk pemerintahan koalisi yang serupa dengan yang disepakati di Arusha dengan Pasteur Bizimungu, seorang Hutu sebagai presiden dan Paul Kagameseorang Tutsi sebagai wakil presiden dan menteri pertahanan.

Partai NRMD Habyarimana, yang telah memainkan peran kunci dalam mengatur genosida dilarang dan konstitusi baru yang diadopsi pada tahun 2003 menghapus rujukan pada etnis. Konstitusi baru diikuti oleh pemilihan Kagame untuk masa jabatan 10 tahun sebagai presiden Rwanda dan pemilihan legislatif pertama di negara itu.


Paul Kagame, komandan Front Patriotik Rwanda untuk sebagian besar Perang Saudara yang terjadi
WikimediaCommons



Respon Internasional

Komunitas internasional sebagian besar berada di konflik Rwanda dan selama genosida Rwanda berlangsung, namun responnya terasa begitu lambat, sehingga perang saudara serta pembantaian itu tetap terjadi dan menyebabkan banyak sekali kematian. Namun mungkin saja masalah Rwanda begitu rumitnya bagi internasional saat itu.

Pemungutan suara Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan April 1994 menyebabkan penarikan sebagian besar operasi penjaga perdamaian PBB (UNAMIR), menciptakan kejatuhan yang sebelumnya penjaga perdamaian PBB ini difungsikan untuk membantu transisi pemerintahan setelah perjanjian Arusha.

Ketika laporan tentang genosida menyebar, Dewan Keamanan pada pertengahan Mei memberikan suara untuk memasok pasukan yang lebih kuat, dengan membawa lebih dari 5.000 tentara. Namun, pada saat kekuatan itu tiba, genosida telah berakhir.

Dalam intervensi Prancis yang disetujui oleh PBB, pasukan Prancis memasuki Rwanda dari Zaire pada akhir Juni. Mereka membatasi intervensi mereka pada "zona kemanusiaan" yang didirikan di barat daya Rwanda, menyelamatkan puluhan ribu nyawa Tutsi tetapi juga membantu beberapa komplotan genosida sekutu Prancis selama pemerintahan Habyarimana untuk melarikan diri.


Tentara Prancis, bagian dari kekuatan militer internasional yang mendukung upaya bantuan Rwanda, berjaga di bandara.
DoD/SRA ANDY DUNAWAY/WikimediaCommons

Setelah genosida Rwanda, banyak tokoh terkemuka di komunitas internasional menyesalkan ketidaktahuan umum dunia luar terhadap situasi tersebut dan kegagalannya untuk bertindak untuk mencegah terjadinya kekejaman.

Seperti yang dikatakan mantan Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros-Ghalikepada program berita PBS Frontline : “Kegagalan Rwanda 10 kali lebih besar daripada kegagalan Yugoslavia. Karena di Yugoslavia masyarakat internasional tertarik dan terlibat namun dii Rwanda tidak ada yang tertarik.”

Upaya kemudian dilakukan untuk memperbaiki kepasifan ini. Setelah kemenangan RFP, operasi UNAMIR diperkuat kembali dan tetap berada di Rwanda hingga Maret 1996, sebagai salah satu upaya bantuan kemanusiaan terbesar dalam sejarah.
Quote:
Pada bulan September 1998, Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda (ICTR) mengeluarkan hukuman pertama untuk genosida setelah persidangan, menyatakan Jean-Paul Akayesu bersalah atas tindakan yang dia lakukan sebagai walikota kota Taba di Rwanda. Ia divonis ikut dalam perencanaan genosida dengan menghasut penduduk kota untuk melakukan penyiksaan, pemerkosaan, dan pembantaian.

Pengadilan Genosida Rwanda

Pada Oktober 1994, International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) dibentuk, berlokasi di Tanzania, didirikan sebagai perpanjangan dari International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia(ICTY) di Den Haag, pengadilan internasional pertama sejak Pengadilan Nuremburg tahun 1945-1946, dan yang pertama dengan mandat untuk menuntut kejahatan genosida.

Pada tahun 1995, ICTR mulai mendakwa dan mengadili sejumlah orang berpangkat lebih tinggi untuk peran mereka dalam genosida Rwanda. Prosesnya menjadi lebih sulit karena tidak diketahui keberadaan banyak tersangka.

Pengadilan berlanjut selama satu setengah dekade berikutnya, termasuk hukuman tahun 2008 terhadap tiga mantan pejabat senior pertahanan dan militer Rwanda karena mengorganisir genosida.

Memorial
Tengkorak manusia di Nyamata Genocide Memorial Center
Fanny Schertzer/WikimediaCommons

Peringatan Genosida Rwanda, Jenewa
MHM55/WikimediaCommons
Tengkorak dan tulang lainnya disimpan di Sekolah Teknik Murambi
Frank Wolf/WikimediaCommons

Foto-foto korban genosida di Pusat Peringatan Genosida, Kigali
Adam Jones, Ph.D./WikimediaCommons

Tahu Suku Ainu? Inilah Alasan Mengapa Suku Asli Jepang Ini Jarang Di Ekspose

 Suku Ainu merupakan penduduk minoritas di Jepang yang merupakan

 penduduk asli di sana, namun butuh perjuangan panjang agar di akui sebagai suku asli Jepang. Keberadaan mereka yang terdesak oleh para pendatang yang berdampak pada budaya dan popularitas mereka yang semakin terkikis. Mereka sekarang kebanyakan tinggal di kawasan Hokkaido, tepatnya pulau paling utara di Jepang.
Tahu Suku Ainu? Inilah Alasan Mengapa Suku Asli Jepang Ini Jarang Di Ekspose
Tahu Suku Ainu? Inilah Alasan Mengapa Suku Asli Jepang Ini Jarang Di Ekspose


Sebagai penduduk asli Jepang, suku Ainu ini semakin terpinggirkan padahal suku Ainu sangat menarik untuk di eskpose. Bahkan berdasarkan laporan BBC keberadaan suku Ainu ini menarik perhatian para antropolog untuk meneliti terkait identitas, budaya, sejarah dan bentuk fisik mereka.

Padahal di zaman kejayaannya, suku Ainu terbentang luas mulai dari kawasan Jepang bagian utara hingga kawasan pulau Kuril yang sekarang menjadi wilayah Rusia. Suku Ainu pernah menyebar ke bagian Asia Utara. Pekerjaan utama mereka yaitu berburu dan memancing. Mereka tinggal di sepanjang pantai selatan Hokkaido. Namun sekitar 150 tahun silam, orang Jepang atau pendatang mulai melakukan migrasi ke kawasan Hokkaido. Sejak saat itulah suku Ainu mulai tersisih. Sedihnya mereka di pindahkan ke kawasan tandus di tengah pulau.
Tahu Suku Ainu? Inilah Alasan Mengapa Suku Asli Jepang Ini Jarang Di Ekspose



Sejak perpindahan tersebut, mereka harus dan di paksa beradaptasi akan budaya dan bahasa Jepang. Sehingga tradisi, kepercayaan lokal dan nama mereka sendiri mulai di tinggalkan. Akibatnya, mereka sendiri menjadi kehilangan sejarah, dan minim pengetahuan terkait leluhur mereka dan sampai jatuh ke dalam kemiskinan serta kehilangan hak politis.

Baru pada April 2019 kemarin pemerintah Jepang mengakui suku Ainu sebagai penduduk asli Jepang. Semenjak saat itulah mulai yang banyak tahu terkait suku Ainu. Bahkan keberadaan mereka menjadi daya tarik dan pesona baru alasan wisatawan berkunjung kesana.

Asal Usul Diskriminasi terhadap Orang Ainu di Jepang

 Asal Usul Diskriminasi terhadap Orang Ainu di Jepang


Asal Usul Diskriminasi terhadap Orang Ainu di Jepang



Potret suku ainu di Jepang. FOTO/Wikipedia

Oleh: Nindias Nur Khalika - 11 Juni 2018

Senasib dengan penduduk asli Amerika dan Australia, orang Ainu di Jepang mempunyai sejarah panjang diskriminasi di tanah kelahirannya sendiri.
tirto.id - Berwajah lebar, berambut lebat berombak, dan bermata coklat gelap. Postur tubuhnya juga lebih pendek dengan badan gempal yang kuat. Ciri-ciri fisik ini membedakan suku Ainu dengan orang Jepang pada umumnya. Tapi perbedaan antara keduanya tak berhenti di situ. Selama 100 tahun lebih, nasib orang Ainu juga berbeda dari etnis dominan yang ada di Jepang.

Menurut ainu-museum.or.jp, orang Ainu merupakan suku asli yang tinggal di pulau sebelah utara Jepang, tepatnya di Hokkaido dan kepulauan Kurile dan Sakhalin. Meski begitu, sebagian besar orang Ainu saat ini tinggal di Hokkaido dan hanya segelintir manusia yang menetap di Sakhalin. Menurut data The Ainu Museum, terdapat 24.000 orang Ainu di Hokkaido dan 2.700 orang tinggal di Tokyo.

Sebagaimana suku asli pada umumnya, masyarakat Ainu memiliki kepercayaan yang khas. Orang Ainu menganggap hal-hal yang berguna atau yang tak dapat dikontrol oleh mereka sebagai “kamuy” atau dewa. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka berdoa dan melakukan berbagai upacara untuk para dewa.

Terdapat banyak dewa menurut kepercayaan orang Ainu, antara lain dewa “alam” (api, air, angin, dan petir), dewa “binatang” (beruang, rubah, burung hantu, dan grampus), dewa “tumbuhan” (aconite, jamur, dan tanaman Baru Cina), dewa “benda” (perahu, periuk), serta dewa yang melindungi rumah, gunung, dan danau.

Suku Ainu bertahan hidup dengan cara berburu, menangkap ikan, mengumpulkan bahan makanan, dan berkebun. Orang Ainu biasa berburu pada akhir musim gugur hingga awal musim panas. Mereka berburu di wilayah perburuan bersama beberapa desa (iwor) atau daerah berburu sebuah kampung Ainu. Hewan-hewan yang mereka buru bermacam-macam, mulai dari beruang rusa, kelinci, rubah, rakun, dan lainnya.

Selain berburu, orang Ainu bergantung pada aktivitas menangkap ikan untuk bertahan hidup. Suku Ainu kerap mencari ikan trout di musim panas dan salmon di musim gugur. Ikan jenis huchen dan dace tak luput dari tangkapan orang Ainu. Orang Ainu menggunakan tombak atau memakai metode membendung sungai atau perangkang keranjang untuk menjerat ikan. Selain menangkap ikan di sungai, orang Ainu juga memancing di laut untuk memburu ikan tuna, todak, dan mamalia laut (anjing laut, lumba-lumba, dan ikan paus).

Menurut Mitsuharu Vincent Okada dalam “The Plight of Ainu, Indigenous People of Japan” (2012), orang Ainu menghadapi masalah di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial akibat dari kebijakan asimilasi dan diskriminasi. Hal ini membuat orang Ainu kesulitan mempertahankan cara hidup tradisional, identitas, keyakinan, bahasa, budaya, dan lahan mereka.

Richard M. Siddle dalam “The Ainu: Indigineous People of Japan” (2009) mengatakan hal yang sama. Di tengah masyarakat Jepang yang mayoritasnya adalah orang Yamato, masyarakat Ainu dipandang sebagai warga kelas dua, layaknya penduduk asli Amerika, orang Aborigin di Australia, dan lain sebagainya. Secara ekonomi pun mereka terpinggirkan.

Menurut perolehan survei Ainu Association of Hokkaido tahun 2013 terhadap 16.786 orang Ainu yang bermukim di Hokkaido, sebanyak 36,0% orang Ainu bekerja di industri primer seperti pertanian dan perikanan. Ada pula yang menjadi karyawan di industri sekunder (manufaktur dan konstruksi) dan menjalankan bisnis kecil dan menengah di industri tersier. Menurut asosiasi tersebut, kebanyakan bisnis yang dijalankan orang Ainu skalanya tak signifikan.

Selain itu, sekitar 77,6% warga Ainu mengatakan bahwa hidup mereka “sangat sulit” atau “terkadang sulit”. Jumlah orang Ainu yang menerima bantuan kesejahteraan pun lebih banyak 1,6 kali daripada penduduk Hokkaido pada umumnya.

Di bidang pendidikan, persentase anak-anak Ainu yang masuk sekolah menengah atas masih di bawah rata-rata angka nasional, yakni 92,6% berbanding 98,6%. Hal serupa juga terjadi pada angka orang Ainu yang melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas. Jumlah mereka yang mengenyam bangku kuliah adalah 25,8%, lebih rendah dibandingkan rata-rata angka nasional 42,0%.

Soal diskriminasi juga menjadi sorotan Ainu Association of Hokkaido. Sebanyak 23,4% responden menyatakan mengalami diskriminasi sejak mereka bisa mengingat. Sementara itu, 9,6% mengatakan mereka tidak mengalaminya tapi mengetahui orang lain mendapat perlakuan diskriminasi.

Asosiasi tersebut menjelaskan bahwa diskriminasi yang diperoleh orang Ainu terjadi di tempat kerja serta sekolah. Tak hanya itu, mereka pun mengalami perlakuan tak adil saat mencari kerja dan ketika berelasi dengan orang lain dalam hubungan romantis dan pernikahan. Tapi, data Ainu Association of Hokkaido menunjukkan orang Ainu paling banyak mendapatkan diskriminasi ketika berhadapan dengan petugas administratif (50%).

Mitsuharu Vincent Okada menjelaskan perlakuan diskriminatif pada suku Ainu tak lepas dari kebijakan yang diskriminatif pula. Semua bermula, menurutnya, dari manuver politik antara Jepang dan Rusia pada akhir abad 19. Saat itu, Rusia berniat untuk memperpanjang kepemilikan terhadap wilayah yang belum dikembangkan. Hal ini mendorong negosiasi antara Jepang dan Rusia untuk menetapkan batas teritorial yang baru.

Akhirnya, mereka sepakat bahwa garis batas tersebut membentang di wilayah Urupu dan Etorofu di Kepulauan Kuril sesuai dengan Perjanjian Shimoda (1855). Menurut perjanjian itu, kepulauan Sakhalin disepakati menjadi tanah bersama kedua negara.

Pada 1869, Jepang memasukkan wilayah Ezo yang kelak berubah nama menjadi Hokkaido ke dalam wilayah kekuasaannya. Enam tahun kemudian, kedua negara tersebut kembali berunding dan hasilnya dikukuhkan dalam Perjanjian St. Peterburg. Isi perjanjian tersebut adalah Rusia bakal mengontrol kepulauan Sakhalin dan Jepang akan mengklaim Kepulauan Kuril. Di titik ini, orang Ainu harus memilih kewarganegaraan yang berakibat pada paksaan untuk meninggalkan tanah kelahiran.

Setelah itu, regulasi demi regulasi yang mengakibatkan peminggiran orang Ainu dikeluarkan. Pada 1869 hingga 1882, misalnya, pemerintah Jepang mendirikan Komisi Pembangunan Hokkaido. Rencana pembangunan yang digagas oleh komisi tersebut tidak menghiraukan tradisi dan budaya masyarakat Ainu sebagai suku asli wilayah itu.

Asal Usul Diskriminasi terhadap Orang Ainu di Jepang


Ada pula aturan registrasi sensus pada tahun 1871 yang mengharuskan orang Ainu mendaftarkan diri dan dipaksa menggunakan nama belakang Jepang. Pada saat yang sama, mereka juga dipaksa berasimilasi seiring dengan munculnya larangan menggunakan bahasa dan tradisi orang Ainu.

Selain itu, Okada menjelaskan sejak tahun 1896 sampai 1890an pemerintah Jepang mengeluarkan aturan yang berdampak pada pengambilan alih lahan yang selama ini dikelola oleh masyarakat Ainu. Pada 1899 sampai 1997, pemerintah Jepang juga memberlakukan UU Perlindungan Bekas Masyarakat Asli Hokkaido. Meski regulasi ini bertujuan untuk melindungi masyarakat Hokkaido, ketentuan di dalamnya justru membatasi aktivitas orang Ainu.

Aturan tersebut mendorong orang Ainu untuk bertani, padahal mereka sangat bergantung pada kegiatan menangkap ikan dan berburu. Hal ini menyebabkan banyak orang Ainu gagal menjadi petani dan malah jadi buruh murah di pabrik. Undang-undang ini juga menjamin pendidikan anak-anak Ainu. Namun, kurikulum dan bahasa pengantar yang digunakan dalam proses pembelajaran tidak ramah pada budaya orang Ainu.

Kehidupan orang Ainu memasuki babak baru ketika UU Pemajuan Budaya, Penyebaran dan Advokasi Pengetahuan Ainu disahkan pada 1997. UU ini menyatakan Jepang sebagai negara multikultural. Setelah aturan ini diresmikan, UU Perlindungan Bekas Masyarakat Asli Hokkaido tidak lagi berlaku. Dengan demikian, pemerintah bukan lagi bertugas melindungi tapi justru mempromosikan budaya Ainu.

Sepuluh tahun berselang, Jepang ikut mendukung Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Penduduk Asli. Tindakan pemerintah Jepang ini mengisyaratkan komitmen untuk menetapkan standar perlakuan masyarakat adat, mengusut pelanggaran HAM, serta memberantas diskriminasi.

Menurut Osaka, hal inilah yang kemudian mendorong Jepang pada 2008 secara resmi mengakui Ainu sebagai masyarakat adat dan berjanji membuat undang-undang baru untuk mendukung kehidupan mereka.

Bertahun-tahun setelah pengakuan tahun 2008, kehidupan orang Ainu terus berubah. Menurut The Washington Post, upaya yang signifikan telah digencarkan untuk menjaga kebudayaan dan bahasa suku Ainu. Pemerintah Jepang bahkan berencana membangun fasilitas yang mengangkat budaya Ainu pada Olimpiade Musim Panas tahun 2020 kelak.

sumber

Kamis, 02 September 2021

9 Jurusan Ini Dinilai “Gak Laku”, Padahal Dibutuhkan Banyak Perusahaan Lho

 9 Jurusan Ini Dinilai “Gak Laku”, Padahal Dibutuhkan Banyak Perusahaan Lho



Kalau ditanya, kamu ingin masuk kuliah jurusan apa?

Pasti banyak yang menjawab ingin masuk jurusan favorit seperti Ekonomi, Kedokteran atau Teknik Informatika. Kita berpikir bahwa jurusan tersebut bisa membawa kita ke masa depan yang cerah. Padahal ada juga jurusan yang tidak menarik dan jarang dipilih orang, tapi bisa memberikan masa depan yang menjanjikan. Apa saja kira-kira? Berikut adalah jurusan yang jarang dilirik padahal menjanjikan.


Spoiler for 1. Oseanografi



Spoiler for 2. Teknik Pengairan


Spoiler for 3. Ahli Perkapalan



Spoiler for 4. Astronomi



Spoiler for 5. Kehutanan



Spoiler for 6. Aktuaris



Spoiler for 7. Pustakawan



Spoiler for 8. Teknobiomedik



Spoiler for 9. Teknik Nuklir