Minggu, 28 November 2021

Kronologis Perang Jawa-Tionghoa melawan VOC (1740-1743)





Perang terbesar yang dihadapi VOC/ Belanda di Jawa adalah Perang yang terjadi tahun 1740-1743 yang dipicu oleh pembantaian Tionghoa di Batavia pada Oktober 1740, bukan Perang Diponegoro (1825-1830) sebagaimana yang diketahui oleh umum saat ini. Perang Kuning/ Perang Sepanjang ini meletus mulai dari Batavia, Karawang, Cirebon, pesisir Pantura-Tegal, Pekalongan, Semarang, Kudus, Purwodadi, Rembang hingga Lasem, Tuban, Surabaya hingga Pasuruan serta daerah pedalaman Mataram yang kini dikenal sebagai Yogyakarta, Surakarta, Banyumas, Pacitan, Madiun sampai Malang.



Peta gerakan perlawanan dalam peristiwa Geger Pecinan
Demikian dahsyatnya dampak perang sampai-sampai pemerintah kolonial merasa perlu merombak perspektif hubungan antara orang Jawa-Tionghoa secara total melalui pemisahan-pemisahan yang terstruktur untuk mencegah terjadinya koalisi kedua etnis ini di kemudian hari.

Akibat dari pemisahan ini masih kental kita rasakan hingga jaman sekarang.

Beginilah kronologi peperangan tersebut (silakan mengubah peta menjadi mode ‘Full Screen bila diperlukan agar dapat mengamati urutan lokasi peristiwanya secara runut) :
1690menerapkan kuota bagi imigran Tionghoa. Imigran Tionghoa yang resmi dan ilegal menjadi obyek pemerasan VOC. Krisis ekonomi di Batavia memperburuk keadaan.

25 Juli 1740 Dewan Hindia (Raad Van Indie) merazia orang Tionghoa yang mencurigakan

September 1940 lebih dari 1000 orang gerombolan Tionghoa terlihat di pabrik gula dipimpin Sepanjang yang disebut kompeni sebagai Khe (Que) Panjang (Tay Wan Soey) atau kapitan Sepanjang

7 Oktober 1740, pasukan tionghoa menyerang pos VOC di Meester Cornelis dan De Qual. Pasukan Voc dalam perjalanan ke Kaduwang (Kedawung), Tangerang, diserang.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

9 Oktober 1740 pasukan Tionghoa meninggalkan Batavia. VOC menangkapi orang Tionghoa. Muncul desas-desus orang yang ditangkap akan dibuang ke laut. Orang Tionghoa panik dan meninggalkan Batavia.

19 Oktober 1740, kebakaran di permukiman Tionghoa, Gubernur Jendral Adriaan Valckenier memerintahkan membantai orang Tionghoa.

10 Oktober 1740 puncak pembantaian massal. Gubernur Jendral Adriaan Valckenir memerintahkan 500 orang Tionghoa yang tersisa, disembelih di depan Stadhuis. Mayat mereka dibuang di Kali Besar. Diperkirakan 7.000 sampai 10.000 orang Tionghoa dibunuh dalam dua hari pembantaian tersebut.

11 Oktober 1740, 3.000 pasukan Tionghoa menyerbu Benteng Kompeni di Tangerang. Sementara 5.000-6.000 orang Tionghoa menyerbu pertahanan VOC di Meester Cornelis.

Kapitan Sepanjang semula bermaksud masuk wilayah Banten- melintasi Cisadane- tetapi Sultan Banten mengusir mereka karena tidak ingin terlibat konflik. Pasukan Tionghoa bergerak ke Bekasi.



9 Oktober 1740: Pembantaian kaum Cina oleh orang Belanda. Lukisan Abraham Van Stolk (1814-1896) and Gerrit van Rijk (1846-1912)

19 Oktober 1740, Bartholomeus Visscher, Gezaghebber (Kepala Perwakilan) VOC di Semarang. Visscher meminta Bupati Semarang Astrawijaya (Keturunan Tionghoa) untuk membantai orang Tionghoa di Semarang jika memberontak.

Kompeni mengirim pasukan di bawah komando Abraham Roos mengejar pasukan Tionghoa. Pasukan Tionghoa berkumpul di sekitar Bekasi dan Karawang. Pasukan Tionghoa menyingkir ke wilayah Mataram melintasi Cirebon-Losari-Tegal.

Oktober 1740, pengungsi Tionghoa yang lolos dari pembantaian Batavia tiba di Lasem. Mereka ditolong putra mantan Bupati Lasem, Raden Panji Margana dan Bupati Lasem baru Tumenggung Widyaningrat (oey Ing Kiat).

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

1 Februari 1741 di Majawa-Pati, gerombolan Tionghoa bersenjata menyerang rumah Kopral Claas Lutten seorang serdadu Kompeni. Mereka menjarah serta membakar rumah sebelum membunuh Claas Lutten.

Bupati Kudus mengejar gerombolan tersebut. Pemimpin kelompok Tionghoa ditangkap dan dipancung kepalanya.

April 1741, pasukan Tionghoa dalam jumlah besar muncul dipimpin Singseh (Tan Sin Ko) di Tanjung Welehan (dekat Demak). Bupati Demak @irasastro diminta menumpas pasukan Tionghoa. Pasukan Wirasastro mundur, diduga bersimpati pada perjuangan pasukan Tionghoa.

13 Mei 1741 Sunan Pakubuwono II meminta para pejabat keraton dan bupati bersumpah setia serta bersiap mengusir Kompeni VOC keluar dari tanah Jawa.

23 Mei 1741, Juwana diserbu pemberontak Tionghoa dari Welehan. Residen Kompeni melarikan diri. Pemberontak membunuh 9 pegawai VOC.

Mei-Juni 1741. Bala tentara pimpinan sepanjang memasuki Cirebon menuju Tegal. Penguasa Cirebon pura-pura memerangi laskar Tionghoa, bersimpati dan membiarkan laskar Tionghoa melintasi Sungai Losari memasuki wilayah Mataram.

12 Juni 1741. Kompeni mengerahkan pasukan Eropa, Bumiputera dan pasukan Bupati Surabaya Surengrono ke Tugu (barat Semarang). Pasukan Bupati Surabaya meninggalkan medan pertempuran. Meski terdesak, Kompeni berhasil memukul mundur serangan laskar Tionghoa dan mundur ke Semarang.

20 Juli 1741. Pasukan Mataram menyerang Benteng Kompeni di Kartasura. Konflik terbuka Mataram dan Kompeni dimulai.

27 Juli 1741. Rembang jatuh ke tangan laskar Tionghoa. Residen dan prajurit VOC dibunuh.

1 Agustus 1741. Pasukan Tionghoa tiba di Kartasura bergabung dengan pasukan Mataram mengepung Benteng Kompeni. Para Panglima Tionghoa dari wilayah Mataram (Singseh, Leyang, Etik dan Epo). Pasukan dan laskar Kapitan Sepanjang dari Batavia dipercaya mengoperasikan meriam Keraton Kartasura untuk menggempur Benteng Kompeni.



Pembantaian di sekitar kali Besar 1740

Awal Agustus 1741. Sunan Pakubuwono II mendukung pemberontak Tionghoa melawan Kompeni.

Awal Agustus 1741. Sunan Pakubuwono II meminta Pangeran Mangkubumi (kelak Hamengkubuwono I) memimpin pasukan Mataram-Tionghoa menghadang pasukan Cakraningrat di Tuban-Lamongan.

10 Agustus 1741. Benteng Kompeni di Kartasura direbut Mataram. Pasukan Tionghoa dan Jawa Mataram merampas 417 pucuk senapan dan tiga pucuk meriam Kompeni.

Akhir Agustus 1741. Sunan Pakubuwono II memerintahkan Bupati Banyumas Tumenggung Yudanegara ke Priangan Timur untuk menyerang VOC. Kompeni mengirim 500 serdadu dari Garnisum Tegal untuk mempertahankan Priangan Timur. Pertempuran di Semarang buntu. Batavia mengirim 500 prajuris Bugis, Ambon dan Makasar ke Semarang.

September-Oktober 1741. Fron Jawa Timur. Pasukan Mataram-Tionghoa memukul mundur pasukan Cakraningrat kembali ke Madura. Setelah pasukan VOC di bawah Kapten Gerrit Mom tiba di Sedayu, Cakraningrat mendarat di Ujung, Surabaya. Sawunggaling dan Bupati Japan menahan serbuan Madura. Cakraningrat menduduki Lamongan.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

29 November 1741. VOC merayakan kemenangan di Semarang.

Awal 1741. Sunan Pakubuwono II memutuskan koalisi dengan pasukan Tionghoa. Patih Notokusumo, Bupati Martapuro, Bupati Mangunoneng dan sejumlah bangsawan Mataram tetap memihak laskar Tionghoa.

Januari 1742. Fron Jawa Timur: Lasem-Gresik diduduki pasukan Madura pimpinan Bupati Cakraningrat IV. Laskar Tionghoa yang mundur dari Semarang, berkonsolidasi di Grobogan, Demak, Kudus, Pati, Jepara dan Lasem.

Awal Februari 1742. Pasukan Bupati Martopuro-Singseh (Tan Sin Kho)-Bupati Mangunoneng menyerbu dan menguasai Kudus dan Pati. Citrosoma, Bupati Pati yang kini memihak VOC mundur ke Jepara.

Akhir Februari 1742. Pertempuran meluas ke Kudus. Bupati Kudus, Arya Jayasentika, lari ke Mayong digempur Singseh. Wirasastra kalah besar di Demak. Pemberontak telah menguasasi seluruh timur dan timur laut Demak.

Februari-Maret 1742. Tiga Brigade Jawa dan tiga Brigade Tionghoa berkumpul di Groboga, dipimpin Sunan Amangkurat V (Sunan Kuning)

Juni 1742. Sunan Kuning menuju Kartasutra. Laskar Tionghoa dipimpin Entik, Macan dan Pibulung. Laskar Jawa dipimpin Kertawirya, Wirajaya dan Martapuro. Sunan dikawal Mangunoneng, Kapitan Sepanjang dan Singseh. Mereka bertempur di Salatiga hingga Boyolali.

30 Juni 1742, Pasukan Sunan Amangkurat V memasuki Kartasura. Kapitan Sepanjang memimpin pasukan. Sultan Pakubuwono II melarikan diri dari Kartasura. Kapten Van Hohendorff mengevakuasi Pakubuwono II ke timur menyebrang Bengawan Solo ke Magetan.

1 Juli 1742, Sultan Amangkurat V alias Sunan Kuning bertahkta di Kartasura.

5 Agustus 1742, serangan balik kubu Pakubuwono II ke Kartasura dari Ponorogo. Bupati Madiun menyerang melalui Sukowati (Sragen), dihadang Bupati Martapuro dan laskar Jawa-Tionghoa.

8-9 Agustus 1742, Kompeni menyerbu Demak yang masih dikuasai Jawa-Tionghoa. Kompeni dipimpin Kapten Gerrit Mom merebut Demak. Banyak korban di pihak kolasi Jawa-Tionghoa. Lim Pin Ko (Encik Ping) dan Tan Sin Ko (Singseh) masih tetap memimpin gerilya di sekitar Demak.

24 Agustus 1742, pertempuran Welahan, pasukan Jawa-Tionghoa dengan kekuatan 1200 orang dipimpin Raden Mas Said dan Singseh bersama 600 pasukan Tionghoa di Welahan, menghadapi serbuan Kompeni yang menghadang di Tanjung.

Agustus 1742, laskar Tionghoa Lasen dipimpin Tan Ke Wie dan laskar Tionghoa dari Grobogan menyerbu posisi Nathane Steinmets di Juwana. Kompeni Kewalahan. Usai pertempuran, Tan Ke Wie dan prajuritnya menuju Jepara dengan perahu. Di dekat Pulau Mandalika, Tan Ke Wie gugur.

Sebtember-Oktober 1742, Kapitan Sepanjang mundur dari Ungaran ke selatan Kali Tuntang.

15 Oktober 1742, Paukan Jawa-Tionghoa mundur dari Juwana ke Rembang. Pasukan Van Hohendorff, Steinmets, dan Mom menyerbu Rembang, memukul pasukan Jawa-Tionghoa yang mundur ke Grobogan menuju Kartasura, Lasem, bertujuan ke Pulau Bawean untuk melanjutkan perjalanan ke Johore. Singseh ke Lasem tetapi tewas disergap patroli VOC.

November 1742, Sunan Amangkurat V di Kartasura diserang dari tiga arah, Cakraningrat IV memimpin pasukan Madura, pasukan Sunan Pakubuwono II dari Jagaraga dekat Ngawi, dan pasukan VOC dari jurusan Ungaran-Salatiga.

26 November 1742, Pasukan Madura menduduki Kartasura. Sunan Amangkurat V mengungsi melintasi Kali Bengawan. Ratusan laskar Jawa-Tionghoa gugur melawan pasukan Madura. Laskar Tionghoa mengawal Amangkurat V ke selatan.

GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI

20 Desember 1742, Sunan Pakubuwono II kembali ke atas takhta di Kartasura. Sunan Kuning didampingi Kapitan Sepanjang dan Raden Mas Said menyiapkan perlawanan dengan 900 prajurit di Randulawang dekat Prambanan.

Januari-Juni 1743, saling serang antara pasukan Pringgalaya dibantu oleh satuan pasukan dari Makassar, Mandar, dan Ternate mengejar pasukan Sunan Kuning di Randulawang.

3 Juni 1743, VOC mengirim ekspedisi di bawah Van Hohendorff dengan 1.007 serdadu (223 di serdadu Eropa), menyerang Randulawang. Sunan Amangkurat V bersama Kapitan Sepanjang dan Raden Mas Said mundur ke timur menuju Nguter lalu ke Keduwang.

14 Juni 1743, pertempuran pasukan Raden Mas Said dan Raden Panghulu melawan Wangsadipa dan VOC di Tembayat.

September 1743, Sunan Kuning dan Kapitan Sepanjang bergabung dengan Laskar Untung Surapati dan bergerilya di selatan Surabaya. Dalam satu pertempuran, Sunan Kuning terpisah dari Kapitan Sepanjang.

2 Desember 1743, VOC menahan Sunan Kuning, yang menyerah di Surabaya, dibawa ke Batavia, kemudian dibuang ke Sri Lanka.

Akhir 1743, Kapitan Sepanjang dan sisa pasukan bergerak ke arah Blambangan sambil menyerang pos-pos VOC. Catatan terakhir VOC (1750-an) menyebutkan Kapitan Sepanjang pindah ke Bali dan mengabdi pada sebuah kerajaan.




1910-1920 Daerah Pecinan di Kali Besar Batavia


𝙎𝙐𝙈𝘽𝙀𝙍: Geger Pacinan, Daradjadi.
Grafis peta oleh: Gunawan Kartapranata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar