Patung Eleanor Of Aquitaine di gereja Fontevraud Abbey
Adam Bishop/WikimediaCommons
Eleanor Of Aquitaine(1122-1204 M) adalah salah satu tokoh wanita paling mengesankan dan kuat yang pengaruhnya pada abad pertengahan awal (1001-1250 M) membentuk politik, seni dan membentuk persepsi wanita di jamannya. Mewarisi perkebunan yang luas sejak usia 15 tahun membuatnya menjadi gadis yang paling diminati laki-laki di generasinya. Dia menjadi Ratu Prancis (1137-1152 M), dan Ratu Inggris (1154-1189 M). Bahkan setelah masa pemerintahannya, ia masih memegang kekuasaan politik dan sosial yang cukup besar dalam mengatur pernikahan bagi cucunya.
Eleanor Of Aquitaine adalah istri Raja Louis VIIdari Prancis yang berkuasa 1137-1180 M, dari Raja Louis VII ia memiliki dua putri, Marie de Champagne (1145-1204 M) dan Alix Of France (1150-1198 M). Pada tanggal 21 Maret 1152 Louis dan Eleanor bercerai karena hukum kekerabatan, alasannya bahwa Eleanor dan Louis adalah sepupu (sepupu ketiga). Tidak berselang lama Eleanor menikah lagi.
Pengaruh Eleanor tidak hanya berlaku di wilayah yang ia perintah, tetapi juga di wilayah yang berhubungan dengannya. Dia menjadi panutan bagi sejumlah wanita kelas atas, dan warisannya diteruskan oleh anak dan cucunya, terutama dalam kasus Eleanor Of Englanddan Blanche de Castille. Ketertarikannya pada seni sastra menghasilkan genre paling menarik dan populer saat ini "Puisi Romantis Provencal", sebuah karya yang memengaruhi persepsi aristokrasi tentang wanita dan terus menginspirasi ekspresi artistik di masa sekarang. Dia memimpin perang salib ke Tanah Suci. Dia juga dikreditkan dalam membangun dan melestarikan banyak ritual untuk ksatria.
Eleanor lahir pada tahun 1122 M dari pasangan William X, Duke Of Aquitaine(1099-1137 M) dan Aenor de Chatellerault (1103-1130 M). Kakeknya adalah penyair dan pejuang terkenal William IX (1071-1127 M) yang karyanya mempengaruhi perkembangan puisi romantis Provencal di kemudian hari. William X, meskipun tidak memiliki keterampilan puitis seperti ayahnya, ia mewarisi kecintaannya pada sastra. William X mendorong Eleanor dan adik perempuannya Petronilla dalam pendidikan dan perbaikan budaya. Sebagai seorang gadis muda, Eleanor fasih berbahasa Latin dan mahir dalam semua olahraga raja seperti berburu.
Eleanor dididik dengan baik oleh ayahnya, ia dilatih dengan keras ketika dia telah dipersiapkan menjadi ahli waris ayahnya pada usia 5 tahun. Seorang penunggang kuda wanita yang handal, ia menjalani kehidupan yang aktif sampai ia mewarisi tanah yang luas setelah kematian ayahnya saat berusia 15 tahun. Eleanor menjadi salah satu bangsawan wanita di Aquitaine dan sejauh ini yang paling muda dan memenuhi syarat di Eropa. Ia ditempatkan di bawah perwalian Raja Prancis, dan hanya dalam beberapa jam telah bertunangan dengan putra dan pewarisnya.
Pada 1130 M, ibu dan adik laki-lakinya Aigretmeninggal, dan ayahnya meninggal tujuh tahun kemudian. Aquitaine adalah wilayah kekuasaan yang sangat besar, di masa ketika wanita bangsawan terutama ahli waris seperti Eleanor akan diculik untuk mendapatkan tanah mereka, William X bertindak cepat untuk melindungi Eleanor dan warisannya.
Kakek Eleanor, William IX, memberinya vas kristal batu ini, kemudian diberikan kepada Louis VII sebagai hadiah pernikahan. Kemudian disumbangkan ke Biara Saint-Denis. Ini adalah satu-satunya artefak yang masih ada yang diketahui milik Eleanor.
Siren-Com/WikimediaCommons
Siren-Com/WikimediaCommons
Raja Prancis, Louis VImemberikan perlindungan kepada Eleanor dan segera mengatur pernikahan Eleanor dengan putranya, Louis VII. Akhirnya mereka menikah tiga bulan kemudian.
Di Aquitaine, wanita memiliki kebebasan yang jarang ditemukan di tempat lain di Eropa, mereka bebas bergaul dengan laki-laki. Kepribadian Eleanor banyak dipengaruhi oleh keadaan ini. Pria pertama yang memberikan kesan yang luar biasa pada Eleanor adalah kakeknya William IX, yang dikenal sebagai Troubadour. "Dia adalah pria dengan kompleksitas luar biasa, bergantian idealis dan sinis, kejam tetapi tidak praktis. Namun orang-orang sezamannya tidak diragukan menghormatinya sebagai ksatria pemberani". Ayahnya, William X, sama kompleks dan berwarnanya dengan kakeknya, namun dikenal juga agresif. Dia sering bertengkar dengan gereja dan pengikutnya. Adapun ibunya, sedikit yang diketahui selain namanya. Dia meninggal ketika Eleanor berusia delapan tahun. Sebagai seorang penguasa, William X mengatur tanahnya dan mengendalikan pengikutnya dari belakang kudanya, terus-menerus bepergian dan dalam banyak perjalanan itu, Eleanor menemaninya.
Louis dan Eleanor menikah pada Juli 1137, tetapi hanya memiliki sedikit waktu untuk saling mengenal sebelum ayah Louis, Raja Louis VI jatuh sakit dan meninggal. Pada Hari Natal di tahun yang sama, Louis dan Eleanor dinobatkan sebagai raja dan ratu Prancis. Tahun-tahun pertama Louis dan Eleanor sebagai penguasa dipenuhi dengan perebutan kekuasaan. Raja Louis VII yang masih muda dan kurang pengalaman, membuat serangkaian kesalahan militer dan diplomatik yang membuatnya berselisih dengan Paus dan beberapa bangsawan yang berkuasa. Konflik yang terjadi memuncak dalam pembantaian ratusan orang tak berdosa di kota Vitry selama pengepungan, sejumlah besar penduduk berlindung di gereja, yang dibakar oleh pasukan Louis. Dirundung rasa bersalah atas perannya dalam tragedi itu selama bertahun-tahun, Louis dengan penuh semangat menanggapi seruan Paus untuk mengadakan perang salib pada tahun 1145.
Setelah tujuh tahun menikah, Eleanor belum juga hamil, karena pernah mengalami keguguran sebelumnya. Sekitar tahun 1144 dia akhirnya melahirkan seorang gadis bernama Marie. Selama tujuh tahun pertama itu terjadi perang penaklukan untuk Louis VII serta masalah dengan pendeta paling kuat di kerajaan, Bernard Of Clairvaux yang menjadi musuh paling berbahaya bagi Eleanor. Pada saat ini hubungan Eleanor dengan Louis menunjukkan tanda-tanda ketegangan, terutama ketika desas-desus muncul tentang perselingkuhan Eleanor dengan penyair terkenal dari Aquitaine yang telah menghabiskan waktu lama di istana kerajaan. Eleanor juga telah gagal memberikan pewaris laki-laki kepada raja. Meskipun ketegangan ini terjadi, Louis dan Eleanor masih terlihat saling mencintai. Tanpa mereka sadari, peristiwa di Timur Tengah akan membawa mereka dalam perjalanan yang mengubah hidup mereka selamanya.
Pada tanggal 24 Desember 1144 Edessa jatuh ke tangan Saracen, Paus Eugenius IIImemberikan dukungan untuk perang salib kedua. Setelah beberapa pidato yang meyakinkan raja-raja Jerman dan Prancis bersiap menuju Tanah Suci. Bahkan Paus menyeberangi Pegunungan Alpen ke Prancis untuk memberkati pasukan perang salib. Pada tanggal 11 Juni 1147 Louis dan Eleanor, bersama dengan pasukan, meninggalkan Saint-Denis dan berjalan kaki melalui Bavaria, Hongaria menuju Balkan. Pada tanggal 4 Oktober 1147 mereka mencapai ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Tentara salib Prancis terpesona pada makanan, fasion, logam mulia, dan seni Bizantium. Pada akhir Oktober 1147 tentara Prancis menuju pedalaman Byzantium. Cuaca buruk dan serangan efektif dari Turki menghancurkan tentara salib. Sisa-sisa tentara dipandu oleh Knight Templar yang berpengalaman mencapai Attalia pada awal Januari. Dari sana Louis menyewa kapal dengan harapan bisa sampai ke Tanah Suci. Dia hanya membawa pengawal dan keluarga terdekatnya, meninggalkan sisa pasukan untuk pergi ke Tanah Suci. Setelah tiga minggu di laut sambil menahan badai besar, rombongan kerajaan tiba di Antiokhia.
Potret abad ke-12, diperkirakan menggambarkan Eleanor.
WikimediaCommons
WikimediaCommons
Eleanor bergabung dalam perjalanan yang berbahaya dan bernasib buruk. Perang salib tidak berjalan dengan baik, dan Eleanor dan Louis semakin terasing. Louis menghadapi kritik publik yang meningkat, Eleanor meminta perceraian pada Louis dan mereka akhirnya bercerai atas dasar kekerabatan (berhubungan darah) pada tahun 1152 dan berpisah, kedua putri mereka ditinggalkan dalam tahanan raja.
Louis VII memang tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi raja. Dia telah dipersiapkan untuk menjadi pendeta sejak usia muda tetapi kematian kakak laki-lakinya Philip, ahli waris kerajaan pada tahun 1131 M mengubah rencana tersebut. Louis adalah pewaris takhta tetapi tidak memiliki pelatihan dan pengalaman yang digunakan untuk merawat kerajaan. Dia menjalani kehidupan yang terlindungi, menghabiskan sebagian besar waktunya di biara, dan memiliki sedikit pengalaman dalam perjalanan. Eleanor, di sisi lain sering bepergian dengan ayahnya ke seluruh Aquitaine dan kemungkinan besar telah mendengar kisah petualangan kakeknya dalam Perang Salib kesatu. Eleanor adalah seorang flamboyan dan sama sekali tidak malu dalam mengungkapkan keinginannya sedangkan Louis pendiam, penurut, dan tampaknya kagum pada istrinya itu.
Ketika Louis menerima tanggung jawab untuk memimpin Perang Salib kedua ke Tanah Suci, Eleanor menjelaskan bahwa dia juga akan pergi. Tujuan Louis dalam mendanai dan memimpin ekspedisi adalah melakukan penebusan dosa atas pembantaian warga kota Vitry dalam perangnya dengan Pangeran Champagne. Niat Eleanor tampaknya adalah melakukan petualangan besar. Louis memiliki sedikit pengalaman dalam kepemimpinan dan perjalanan atau maka tidak mengherankan perang salib tidak berjalan dengan baik. Eleanor secara rutin dikritik oleh sejarawan abad pertengahan karena berprilaku seolah-olah dia akan pergi ke pesta. Dia membawa 300 dayang dan kereta panjang untuk membawa semua gaun dan kebutuhan lainnya. Meski begitu, sejarawan yang sama menjelaskan bahwa dia adalah pemimpin yang lebih mampu daripada suaminya dan lebih dihormati oleh pasukan.
Dewan Perang Salib Kedua : Conrad III dari Jerman, suami Eleanor Louis VII dari Prancis, dan Baldwin III dari Yerusalem
public domain
public domain
Di Laodikia (Asia Kecil), saat rombongan berjalan di atas Gunung Cadmus dalam perjalanan ke Antiokhia, Eleanor yang berada di depan meneruskan perjalanan sementara Louis yang berada di belakang, telah memberi perintah kepada pasukan untuk berhenti dan beristirahat. Oleh karena itu, pasukan itu dipisahkan oleh orang-orang Turki yang telah mengawasi dan menyergap barisan belakang, dan membantai mereka. Louis hanya melarikan diri karena dia berpakaian seperti seorang pendeta dan berhasil bersembunyi di pohon. Sesampainya di Antiokhia, Eleanor menjadi pusat perhatian dan Louis muncul sebagai salah satu pelayannya, bukan sebagai raja.
Apa pun kekaguman awal Louis untuk Eleanor terus berubah menjadi kebencian, dan ketika Eleanor menyarankan perceraian atas dasar kekerabatan, awalnya Louis menolak, namun kemudian ia setuju.
Dalam waktu dua bulan setelah perceraiannya dengan Louis, setelah melawan upaya untuk mengawinkannya dengan berbagai bangsawan Prancis berpangkat tinggi lainnya, Eleanor memilih menikahi Henry, Pangeran Anjou dan Duke Of Normandy. Eleanor telah dikabarkan berselingkuh dengan Henry, sebelum perceraian mereka dan hubungannya dengan Henry lebih dekat daripada ia dengan Louis. Pernikahan Eleanor dan Henry pun dilaksanakan dan dalam waktu dua tahun Henry dan Eleanor dimahkotai sebagai raja dan ratu Inggris. Pernikahan Eleanor dengan Henry lebih sukses daripada dengan Louis, meskipun tentu saja tetap ada drama dan perselisihan, ya namanya suami-istri. Namun mereka menghasilkan delapan anak. Tingkat peran Eleanor dalam pemerintahan Henry sebagian besar tidak diketahui, meskipun tampaknya tidak mungkin seorang wanita dengan pendidikan yang terkenal tidak memiliki pengaruh. Eleanor bercerai dengan Henry pada tahun 1167 dan memindahkan rumahnya ke tanahnya sendiri di Poitiers. Sementara alasan putusnya pernikahannya dengan Henry masih belum jelas.
Henry menjadi raja Inggris pada 1154 M dan Eleanor menjadi ratunya, tetapi ia tidak dapat mendominasi Henry semudah dia mendominasi Louis. Pernikahan mereka adalah serangkaian pertempuran ketika Eleanor mencoba mengendalikan suaminya dan suaminya melawan melalui perselingkuhan yang tak terhitung jumlahnya.
Eleanor tidak membantu situasi dengan mengelilingi dirinya dengan penyair dan seniman serta mengabaikan amukan Henry sesering mungkin. Dia mungkin juga berselingkuh dengan Bernard de Ventadour. Eleanor menjalani pernikahannya dengan cara yang khas, ia pada akhirnya dapat menggunakan kekuatan dan pengaruh yang lebih besar daripada Henry melalui pertempuran yang menguntungkan dengan bangsawan asing.
Eleanor berpisah dari Henry dan pindah ke tanah leluhurnya di Poitiers. Di sini, seperti yang ia lakukan sebelumnya di Prancis ketika dia menikah dengan Louis dan kali ini di Inggris, ia mengisi rumahnya dengan penyair dan seniman. Putra kesayangan Eleanor, Richard dan putrinya dari pernikahan pertama Marie, juga tinggal di sana. Eleanor mendengar keluhan, membahas masalah administrasi, dan menjamu tamu di benteng yang sama dengan kakeknya.
Jenis syair yang sekarang dikenal sebagai puisi cinta sopan atau puisi kesatria bukanlah hal baru di abad ke-12 M, tetapi para penyair di rumah Eleanor atau pengadilan Marie di Troyes menyempurnakan genre tersebut dan mengembangkan penokohan yang lebih rumit yang menurut beberapa pakar ianggap sebagai kemajuan yang didorong oleh Eleanor dan Marie. Menurut penyair Andreas Capellanus, Eleanor, Marie dan wanita kelas atas lainnya akan mengadakan pengadilan cinta di mana mereka akan membahas pertanyaan-pertanyaan seperti apakah cinta sejati bisa ada dalam pernikahan? Apa merupakan cinta ketika sang kekasih mengabdi kepada yang dicintai? dan hal-hal lain semacam itu. Para sejarawan secara konsisten mempertanyakan apakah pengadilan ini benar-benar terjadi atau hanya sebuah penemuan sastra.
Beberapa sejarawan juga mengajukan teori bahwa puisi cinta istana adalah alegori untuk kepercayaan sesat Cathar, sebuah gerakan keagamaan yang secara teratur dianiaya oleh Gereja pada saat itu.
Eleanor dan Marie berselisih dengan Gereja dan dicurigai bersimpati dengan kaum Cathar, jadi mungkin mereka terlibat dalam penyandian kepercayaan Cathar dalam ayat, tetapi teori ini jauh dari diterima secara universal. Akan tetapi, tidaklah mengherankan jika mereka melakukannya, karena sistem kepercayaan Cathar yang tidak membeda-bedakan jenis kelamin dan secara konsisten mengkritik kemunafikan dan kekerasan Gereja, akan menarik bagi kedua wanita tersebut.
Selama pernikahannya dengan Raja Henry II Eleanor sibuk melahirkan anak, lima orang putra : Williammeninggal pada usia tiga tahun, Henry Of England, Richard, Geoffrey dan John ditambah tiga orang putri : Matilda, Eleanor Of England dan Joanna. Anak-anaknya suatu hari akan menunjukkan kepada dunia dari mana mereka berasal ketika dua putrinya menjadi ratu dan tiga putranya menjadi raja.
Berita buruk datang dari Prancis ketika diketahui bahwa istri ketiga Louis sang mantan suami Eleanor akhirnya memberinya pewaris laki-laki pada 22 Agustus 1165, seorang yang akan menjadi Raja Prancis kelak yaitu Raja Phillip II Augustus, yang suatu hari akan menghancurkan Kekaisaran Angevin milik Henry II.
Berita buruk datang dari Prancis ketika diketahui bahwa istri ketiga Louis sang mantan suami Eleanor akhirnya memberinya pewaris laki-laki pada 22 Agustus 1165, seorang yang akan menjadi Raja Prancis kelak yaitu Raja Phillip II Augustus, yang suatu hari akan menghancurkan Kekaisaran Angevin milik Henry II.