Minggu, 25 April 2021

Sejarah Kota Palembang dan Asal Usul Kata Palembang

 Sejarah Kota Palembang dan Asal Usul Kata Palembang


Sejarah Kota Palembang

Kota Palembang merupakan kota tertua yang ada di Indonesia dan telah berumur setidaknya 1337 tahun jika merujuk pada prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit. Prasasti ini diperkirakan ditulis pada tanggal 16 Juni 682 Masehi. Pada saat itu, penguasa Sriwijaya mendirikan Wanua di daerah yang sekarang menjadi kota Palembang. Berdasarkan topografinya, kota palembang dikelilingi oleh air, bahkan ada sebagian daerahnya yang terendam oleh air. Air tersebut bersumber dari rawa, sungai, maupun air hujan. Bahkan hingga kini, kota Palembang 52 % daerahnya masih banyak yang yang tergenang oleh air (Statistik tahun 1990).


Nenek moyang di kota Palembang memanfaatkan kondisi alam ini. Air menjadi sarana transportasi yang sangat penting, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau yang luas. Selain kondisi alam, letak strategis kota ini juga strategis karena berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah, yaitu:

1. Pegunungan Bukit Barisan.
2. Daerah kaki bukit dan pertemuan anak-anak sungai ketika memasuki dataran rendah.
3. Daerah pesisir timur laut.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Faktor faktor inilah yang membuat Palembang menjadi ibukota Sriwijaya pada saat itu, dan menjadi kekuatan politik dan ekonomi di zaman klasik pada wilayah Asia Tenggara. Kejayaan Sriwijaya kemudian diambil alih oleh Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai kesultanan yang disegani dikawasan Nusantara saat itu.

Asal Usul Kata Palembang

Palembang berasal dari bahasa melayu, kata Pa berarti kata tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng yang berarti tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air (berdasarkan kamus melayu). Sedangkan menurut bahasa melayu Palembang artinya genangan air. Jadi Palembang berarti suatu tempat yang digenangi oleh air.

Keadaan Geografis Kota Palembang
Sejarah Kota Palembang dan Asal Usul Kata Palembang

Kota dengan populasi 1.800.000 jiwa ini memiliki letak geografis 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT dengan luas wilayah sekitar 400,61 km². Kota Palembang terbelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian besar yang disebut dengan Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Sebagaian besar daerahnya berupa dataran rendah tanah berawa sehingga jika musim hujan sering tergenang oleh air.

Jembatan Ampera Sebagai Ikon Penting Kota Palembang

Jembatan Ampera adalah salah satu ikon kebanggaan masyarakat kota Palembang. Jembatan ini dibangun pada tahun 1962 dan diresmikan pada tahun 1965. Tujuan dibangunnya jembatan ini  untuk menyatukan dua daratan kota Pempek, yaitu daratan hulu dan hilir. 

Dahulu, Jembatan yang berada di ibu kota Provinsi Sumatera Selatan ini dikenal dengan nama Jembatan Bung Karno. Kemudian untuk menghormati jasa perjuangan rakyat dan meredakan situasi gejolak politik di Nusantara, nama Jembatan Bung Karno diganti menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).

Keindahan Jembatan Ampera

Berbicara tentang keindahan, masyarakat Palembang tentunya sudah tidak asing lagi dengan keindahan jembatan Ampera di atas Sungai Musi. Jika kamu berencana mengunjungi Jembatan Ampera, maka malam hari adalah waktu yang paling pas untuk menikmati gemerlap dan bias cahaya lampu warna-warni Jembatan Ampera.
Sejarah Kota Palembang dan Asal Usul Kata Palembang

Wisatawan yang menyukai fotografi sering kali menjadikan Jembatan Ampera di Palembang sebagai objek fotonya. Keindahan Jembatan Ampera ditambah pemandangan Sungai Musi yang membentang dari hulu ke hilir Palembang sungguh memberikan objek pemandangan yang indah dan memanjakan mata. Tidak kalah indah dengan rumah Limas dan kerajinan songket-nya yang sudah terkenal di seluruh dunia. 

Ditambah lagi dengan suguhan wisata kuliner yang khas di sepanjang area taman Jembatan Ampera membuat wisatawan menjadi sangat antusias berada di Jembatan Ampera. Belum lagi dengan objek patung Ikan Belido sebagai ikon Asian Games 2018 yang berada berdampingan dengan Jembatan Ampera membuat pemandangan Jembatan Ampera semakin sempurna.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Kegiatan Ekonomi Di Kota Palembang

Sebagai ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan, kota Palembang memiliki bermacam bisnis dan industri. Adapun usaha industri di kota Palembang terbagi dalam empat sub sektor yaitu industri kecil (UMKM seperti konveksi palembang, industri kerajinan tangan, home industri, dll), aneka industri, logam dasar dan kimia dasar. Kota Palembang juga dicanangkan sebagai pusat permukiman baru yang layak huni dengan didukung oleh fasilitas ekonomi dan sosial budaya yang lengkap guna mencegah terjadinya permukiman yang tidak terkendali akibat urbanisasi di kota otonom terdekatnya.

Sumber:
palembang.go.id

Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai

 (SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai

Pasca insiden jembatan Marco Polo yang menjadi dalih Jepang untuk menyatakan perang dengan Tiongkok, maka Jepang dengan cepat memerintahkan pasukannya untuk bergerak cepat menyapu bersih wilayah utara Tiongkok. Jepang yang unggul persenjataan dan alutsista mampu menguasai wilayah utara pesisir Tiongkok, bahkan dengan cepat mereka juga melakukan pendaratan ke pantai di sebelah utara Shanghai pada 13 Agustus 1937. Tetapi pasukan nasional Tiongkok di kota Shanghai ini ternyata mampu memberikan perlawanan sengit kepada pasukan Jepang terutama di distrik Zhabei, sehingga bombardir Jepang dari darat, laut, maupun udara sangat intens ke kota ini. Foto diatas terlihat pasukan Jepang yang melakukan pendaratan dipantai sebelah utara kota Shanghai. 

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Pasukan Jepang secara perlahan mulai menguasai beberapa bagian di kota Shanghai bahkan tidak sampai 3 hari setelah pendaratan pusat kota Shanghai berhasil direbut oleh pasukan Jepang dan pasukan Tiongkok mulai terdesak di kota Shanghai. Pada tanggal 26 Oktober 1937 Chiang Kai-Shek pemimpin Tiongkok pada saat itu memerintahkan Go Zhutong selaku Komandan Militer ke - 3 Tiongkok yang mempertahankan wilayah Zhabei untuk mundur menuju pedesaan sebelah barat Shanghai untuk menghadang Jepang disana, dan meninggalkan Divisi ke-88 untuk mempertahankan distrik Zhabei. Go Zhutong sangat keberatan dengan perintah Chiang Kai-Shek dan tidak berniat untuk menjalankan perintah sang Generalissimo, maka dia mengirimkan telegram kepada komandan Divisi-88 Sung Yuanliang bahwa pertempuran melawan Jepang tetap dilanjutkan di distrik Zhabei. Tapi Sung yang melihat pasukannya juga sudah mulai kewalahan melawan Jepang terutama ketika dibombardir dari laut dan udara, merasa keputusan yang diambil Chiang Kai-Shek sangat tepat untuk menghindari kehancuran total divisi-88. Maka Sung dan Zhang Boting yang merupakan ajudan militer Go Zhutong, meminta Go Zhutong untuk menurut apa perintah Chiang Kai-Shek. Go Zhutong dengan terpaksa memenuhi perintah dari Chiang Kai-Shek ini, tapi disaat bersamaan Jepang mulai mengepung garis wilayah kota Shanghai sehingga jalur keluar kota banyak yang sudah ditutup Jepang. Sung yang sudah sempat keluar dari kota dengan divisi-88 menyadari nasib penduduk sipil Tiongkok yang terancam karena tidak bisa keluar dari wilayah kota Shanghai, dan satu - satunya tempat aman bagi para penduduk sipil ini adalah wilayah konsesi sembilan negara barat dimana tempat itu dijaga oleh pasukan - pasukan negara barat seperti Inggris dan Prancis. Satu - satunya jembatan yang masih terhubung dari wilayah Tiongkok ke wilayah konsesi adalah jembatan Lese, maka Sung memerintahkan satu batalion dari divisi-88 untuk menjaga jembatan dan jalur yang satu - satunya menjadi penghubung wilayah Tiongkok menuju wilayah konsesi. Sehingga membuka jalur evakuasi bagi penduduk sipil Tiongkok untuk mencapai wilayah konsesi. Sebuah gudang bertingkat 8 lantai yang berada tepat disebelah jembatan Lese dijadikan markas dan pusat pertahanan akhir pasukan Tiongkok, dan batalion ini dipimpin oleh perwira militer Letnan Kolonel Xie Jinyuan. Foto diatas merupakan pasukan Jepang yang mulai menyerbu stasiun kota Shanghai yang sempat dipertahankan oleh pasukan Nasional Tiongkok dengan gigih. 

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Foto diatas adalah momen dimana pasukan nasional Tiongkok bergerak mundur dan lari menghindari sergapan pasukan Jepang. Batalion yang dipimpin oleh Letkol Xie Jinyuan langsung membuat pertahanan yang kokoh di gudang Sihang dan disekeliling gudang itu itu, persediaan makanan, perlengkapan medis, dan amunisi juga sudah disiapkan didalam gedung yang dikirim melalui wilayah konsesi. Pada tanggal 26 Oktober 1937 jam 10 malam pasukan resimen ke-524 yang dipimpin oleh Mayor Yang Ruifu yang sebelumnya mempertahankan stasiun kota Shanghai, akhirnya harus bergerak mundur tapi Jepang yang sudah mulai mengepung mereka akhirnya membuat mereka harus mundur menuju gudang Sihang. Tapi mereka tidak bisa memasuki wilayah konsesi yang dijaga oleh pasukan Inggris, karena pasukan Inggris dan Prancis tidak mengijinkan tentara Tiongkok untuk memasuki wilayah konsesi yang takutnya akan memancing kemarahan Jepang dan menuduh Inggris serta Prancis ikut campur dalam pertempuran ini. Sedangkan Jepang tidak mau melakukan serangan menuju wilayah konsesi karena bisa memancing pernyataan perang dari negara - negara barat seperti Inggris, Prancis, bahkan Amerika Serikat yang dimana Jepang berusaha untuk tidak melibatkan negara - negara ini dalam perang Sino - Jepang kedua. Maka Mayor Yang Ruifu dan resimen ke-524 bergabung dengan batalion Letkol Xie untuk mempertahankan jalur dan jembatan evakuasi bagi penduduk sipil Shanghai. 

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Foto diatas merupakan salah satu kompi senapan mesin dari batalion ke-1 yang sedang berjaga dihalaman depan gudang Sihang, walaupun yang dikirim 1 batalion tapi kenyatannya jumlah personel yang ada tidak sampai 1000 personel melainkan hanya 800 personel. Bahkan ketika dalam perjalanan menuju gudang Sihang banyak pasukan dari batalion ke-1 yang tewas akibat serangan pasukan Jepang maupun bombardir dari pesawat - pesawat Jepang, dan dari data yang diketahui bahkan dengan tambahan resimen-524 kekuatan pasukan Tiongkok yang menjaga gudang Sihang hanya sekitar 452 personel. Mereka harus menghadapi tekanan dari divisi ke-3 pasukan angkatan darat Jepang yang dipimpin oleh Jenderal Iwane Matsui yang berjumlah kurang lebih 20.000 personel, dan disokong penuh pesawat - pesawat angkatan udara Jepang dan kapal - kapal tempur Jepang yang berlayar dilepas pantai Shanghai. Pasukan Jepang sendiri dari divisi ke-3 sangat berambisi untuk menghancurkan pasukan Tiongkok yang sedang mempertahankan gudang Sihang karena mereka mengetahui pasukan disana merupakan bagian dari divisi ke-88, dan pasukan Jepang dari divisi ke-3 ini sangat membenci divisi ke-88 Tiongkok, bahkan menjuluki mereka dengan "Musuh paling dibenci di Zhabei". Akibat dari kemampuan divisi ke-88 yang sempat menahan serang Jepang di distrik Zhabei. 

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Letkol Xie menyebar beberapa kompi pada batalionnya untuk menjaga dibeberapa area disekitar gudang, seperti kompi pertama yang ditempatkan pada sisi kanan gudang untuk menjaga jalan menuju jembatan Lese, kompi ketiga ditempatkan pada sisi kiri gudang, tepat diseberang gedung bank kota, dan kompi kedua berada di bagian depan gudang. Dua senapan mesin berat termasuk meriam anti serangan udara dipasang diatap gudang, dan beberapa senapan mesin ringan dibagikan ke masing - masing kompi. Xie juga memerintahkan pasukannya untuk membersihkan area sekitar gudang dari puing - puing atau barang - barang rongsok yang bisa dijadikan tempat berlindung pasukan Jepang apabila menyerang gudang, sehingga Xie dan pasukannya dapat menyapu pasukan Jepang dengan senapan mesin yang mereka punya. Foto diatas merupakan foto gudang Sihang dan terlihat beberapa kantung pasir sebagai perlindungan sudah ditempatkan dibagian belakang gudang. 


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Kontak pertama terjadi ketika pukul satu siang tanggal 27 Oktober 1937 ketika kompi patroli Jepang mencoba mendekati gudang, tapi berhasil disapu bersih oleh pasukan senapan mesin Tiongkok. Pada pukul dua siang satu kompi tentara Jepang mulai menyerang gudang dari barat, tapi berhasil ditahan dengan pasukan kompi ketiga Tiongkok tapi harus dibayar mahal dengan tewasnya komandan kompi ketiga Shi Meihao yang tertembak pada bagian wajah dan kaki. Pasukan Jepang tersisa mencoba bersembunyi di gedung bank kota, tapi pasukan Tiongkok yang berada di lantai dua gudang melempari mereka dengan granat sehingga ledakan - ledakan yang terjadi membuat banyak pasukan Jepang yang tewas dan akhirnya bergerak mundur dari gudang. Foto diatas merupakan pasukan Jepang yang sedang bersiap untuk melakukan serangan ke gudang Sihang. 


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Keesokan harinya sekitar jam 3 sore ditengah gerimis Jepang melakukan serangan yang lebih besar dengan memusatkan serangan dari arah barat, mereka langsung menduduki gedung bank tepat diseberang gudang Sihang dan menempatkan meriam disana. Bombardir dari meriam - meriam ini cukup intens tapi tidak dapat menghancurkan tembok gudang yang tebal, selain itu pasukan - pasukan Tiongkok yang unggul ketinggian dapat menembaki pasukan meriam dari lantai atas atau bahkan atap gudang. Pertempuran ini dapat disaksikan oleh masyarakat wilayah konsesi dari jarak dekat karena mereka hanya dipisahkan dengan  sungai Suzhou, dan selama pertempuran ditengah derasnya hujan para penduduk sipil Tiongkok berdiri dipinggir sungai sambil berteriak memberikan semangat kepada pasukan Tiongkok yang sedang bertempur Setelah bertempur selama dua jam, akhirnya pasukan Jepang bergerak mundur. Foto diatas merupakan Gudang Sihang yang sedang dibombardir oleh meriam - meriam Jepang. 


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Foto diatas merupakan pasukan Tiongkok dari kompi ketiga yang sedang bertempur dalam mempertahankan gudang Sihang. 

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Setelah pertempuran dua jam dan Jepang bergerak mundur, Letkol Xie mendapat kabar dari Kamar Dagang Shanghai di wilayah konsesi yang bersedia memberikan bantuan kepada pasukan Xie berupa makanan, obat - obatan, pakaian, dan surat - surat dari warga di wilayah konsesi yang menyemangati mereka. Barang - barang ini dikirim dengan memakai sebuah truk ditengah kegelapan malam agar tidak diketahui Jepang, dan didalam truk itu juga diselundupkan para wartawan terutama wartawan negara - negara barat yang ternyata bertempat tinggal disebuah hotel tepat diseberang sungai gudang Sihang. Sehingga selama pertempuran para wartawan ini melihat sendiri secara langsung pertempuran di gudang Sihang yang terjadi, sehingga para wartawan mengambil kesempatan ini untuk mewawancari para tentara Tiongkok yang berada di gudang. Kamar Dagang Shanghai juga mengirim sebuah bendera Tiongkok kepada pasukan Xie melalui perantara seorang gadis pramuka Tiongkok yang bernama Yang Huimin, yang selama ini juga sering menggalang dana atau bantuan bagi pasukan Tiongkok. Uniknya ketika para wartawan menanyakan jumlah pasukan mereka, Xie tidak mau Jepang mengetahui jumlah personel mereka yang sebenarnya, sehingga dia mengatakan jumlah mereka sekitar 800 bukan 411 sisa dari pertempuran sebelumnya. Dari sinilah tersebar kisah tentang "800 pahlawan Tiongkok di Gudang Sihang". 


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Pada pagi hari tanggal 29 Oktober 1937, pasukan Tiongkok mengadakan upacara pengibaran bendera di atap gudang Sihang. Berkibarnya bendera Tiongkok selebar 4 meter ini disaksikan oleh sekitar 30.000 warga sipil Tiongkok yang berkumpul dipinggiran sungai Suzhou dan berteriak "Hidup Republik Tiongkok!". Sedangkan untuk mengibarkan bendera ini pasukan Tiongkok menggunakan batang bambu seadanya sebagai tiang pengibaran. Pengibaran membuat Jepang sangat murka dan mengerahkan sebuah pesawat tempurnya untuk menjatuhkan atau merusak bendera itu, tapi karena dihadang dengan meriam anti serangan udara dan takut serangan pesawatnya mengenai warga di wilayah konsesi yang berkumpul di pinggir sungai maka Jepang memerintahkan pesawatnya untuk mundur. 

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai

(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Pada siang harinya Jepang melakukan serangan terbesarnya ke gudang Sihang, semua pasukan dari divisi ke-3 Jepang dikerahkan, bahkan kali ini Jepang mengerahkan tank - tank tipe 94 milik mereka. Serangan ini pun muncul dari segala arah, kompi pertama, kedua dan ketiga yang menjaga di area luar gedung pun akhirnya terdesak masuk kedalam gudang. Jumlah korban tewas di pihak pasukan Tiongkok semakin banyak, tapi mereka tetap bertarung dengan gigih. Sekelompok tentara Jepang menggunakan tangga buatan yang mereka bawa untuk naik ke lantai dua di sisi barat gudang, Letkol Xia yang kebetulan berada disitu langsung mencekik leher tentara Jepang yang muncul dan menghajarnya sehingga terjatuh, dan dia pun langsung mendorong tangga - tangga yang digunakan pasukan Jepang hingga jatuh. Foto - foto diatas ketika pasukan Jepang mulai melakukan serangan terbesarnya ke gudang Sihang.


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Jatuhnya tangga - tangga ini tidak membuat Jepang kehabisan akal, mereka pun menggunakan pelat baja untuk melindungi mereka dari tembakan pasukan Tiongkok, mereka berencana untuk membobok dinding barat gudang dan menggunakan peledak berdaya tinggi untuk membuat lubang besar di dinding gudang itu. Seorang perwira bernama Chen Shusheng yang melihat hal ini berinisiatif melompat ke arah pasukan Jepang yang sedang membobok dinding, dan meledakan dirinya dengan granat yang dibawanya dan tewas bersama pasukan Jepang didekatnya. Tindakannya ini tidak hanya dilakukan oleh dia sendiri tapi juga dilakukan oleh beberapa pasukan dari batalion ke-1. Foto diatas merupakan Diorama Chen Shusheng ketika melompat ke arah pasukan Jepang sambil membawa granat yang akan diledakannya. 


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Pertempuran berlangsung hingga malam tanpa diduga ternyata perlawanan dari pasukan Tiongkok sangat kuat, bahkan korban tewas di pihak Jepang jauh lebih banyak. Pada tengah malam Jepang pun mundur dengan korban besar yang mereka dapatkan, disaat bersamaan perwakilan negara - negara barat dari wilayah konsesi meminta Chiang Kai-Shek untuk memerintahkan pasukan batalion ke-1 untuk mundur ke wilayah konsesi, rupanya perjuangan pasukan Tiongkok di gudang Sihang menyentuh hati para pemimpin barat di wilayah konsesi dan bersedia mengijinkan mereka untuk mundur ke wilayah konsesi. Pada tengah malam 1 November 1937 Letkol Xie akhirnya mundur dengan sekitar 376 pasukannya yang tersisa menuju wilayah konsesi, dan pada pukul dua pagi evakuasi pasukan berhasil dan Chiang Kai-Shek menganggap ini adalah kemenangan karena berhasil menyedot perhatian dan dukungan negara - negara barat terhadap perjuangan Tiongkok melawan Jepang.


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Seperti inilah peta ketika pertempuran gudang Sihang Terjadi, Pasukan Tiongkok membiarkan dirinya terjebak diantara pasukan Jepang dan wilayah konsesi. 


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Jenderal Iwane Matsui (paling depan) yang memimpin pasukan Divisi ke - 3 Jepang dalam usaha merebut gudang Sihang. 


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Letkol Xie yang memimpin Batalion ke-1 untuk mempertahankan gudang Sihang. 


(SFI:The Eight Hundred) Perjuangan Tentara Tiongkok di Pertahanan Akhir Shanghai
Yang Huimin seorang gadis Pramuka Tiongkok yang mengantarkan bendera matahari putih ke Letkol Xie.




CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI


Perencanaan Pembuatan Jero Buana Agung Padangsambian

 Perencanaan Jero Buana Agung Padangsambian diperhitungkan dengan matang sekali, ditinjau dari segi pertahanan dan politik. Karena Kyai Agung Lanang Dawan sudah mengetahui gerak-gerik permainan politik Raja Denpasar yang ingin menguasai Puri Agung Pemecutan dengan secara halus. Kekuatan puri pemecutan yang mempunyai pengaruh sedikit demi sedikit ditarik ke denpasar. Buktinya sebagai berikut, putra Anak Agung Lanang Cempaka di jero tegal ditarik ke denpasar dan dibuatkan jero baru yaitu Jero Tegal Denpasar. Anak Agung gelogor juga begitu dibuatkan jero baru yaitu jero Oka Denpasar. Anak Agung Jero Kuta juga ditarik ke Denpasar dan diberikan jabatan sebagai Manca Denpasar begitulah siasat licik Puri Denpasar. Tetapi Kyai Agung Lanang Dawan tak gentar menghadapi ancaman tersebut. Pertahanan yang sudah disiapkan sebelumnya Kyai Agung Tainsiat bertahan disebelah utara Puri Denpasar dibantu putra-putranya ditempatkan di tampak gangsul dan kaliungu kaja bergelar SABIT MANGAP. Bila diperlukan dibantu oleh laskar Peguyangan. Danpertahanan di Barat sebagai pucuk Pimpinan Kyai Agung Lanang Dawan yang bermarkas di Buana Agung Padangsambian, dan akan dibantu oleh laskar Kerobokan dan Legian. Untung saja sampai detik terakhir belum berani mengadakan penyerangan. Ukuran pembangunan Jero Buana Agung disamakan dengan luasnya Puri Agung Pemecutan ditambah letak pemerajan Agung, dengan tujuan mengimbangi kekuatan Puri Denpasar,bila perlu Jero Buana Agung diorbitkan menjadi Puri Agung Pemecutan ke 2. Pada saat itu Jero Dawan Tegal (Lanang Dawan) sendiri mempunyai pengaruh ke 2 setelah Puri Agung pemecutan.


CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Susunan Pemerintahan dikerajaan Badung pada saat itu adalah sebagai berikut:
Raja Badung yaitu Puri Agung Pemecutan
Perdana Menteri yaitu Puri Agung Denpasar
Penasehat Agung (Adipati Agung) Puri Agung Kesiman.
Bila ada suatu masalah yang sulit akan dirundingkan dahulu dan keputusan diambil dengan musyawarah. Tetapi Puri Denpasar bersama Puri Kesiman juga mempunyai maksud untuk mentiadakan Puri Agung Pemecutan, mereka ingin yang paling berkuasa di Badung. Tapi pada jaman tersebut mereka belum ada berani melaksanakannya, sebab masih memperhitungkan kekuatan Laskar Lanang Dawan,Laskar Tainsiat, dan Laskar Peguyangan. Tiga serangkai ini merupakan momok bagi perjuangan mereka.

Sumber :
1. Anak Agung Oka Puji (JERO DAWAN TEGAL)
2. Anak Agung Ngurah Adnyana
3. Anak Agung Gede Agung (JERO BUANA AGUNG PADANGSAMBIAN).

Jatuhnya Kerajaan Satrya Jambe Haeng, Lahirnya Puri Agung Denpasar.

 



Pada suatu hari Ida Dalem Dimade penguasa Gelgel ingin berburu ketengah hutan belantara mencari beberapa ekor binatang untuk melengkapi kebon binatang di dalam istana, rombongan meninggalkan Istana Gelgel menuju Badung, setelah sampai di Puri Agung Satrya rombongan disambut oleh Kiyai Jambe Haeng, Ida Dalem dipersilahkan istirahat dan dipersembahkan hidangan oleh dayang-dayang istana. Keesokan harinya Ida Dalem melanjutkan perjalanan menuju Hutan Padang Lambih ( Padangsambian ). Di dalam rombongan ini juga ikut serta dayang-dayang Puri Agung Satrya diantaranya bernama Ni Luh Meliling.

Matahari sudah mulai terbenam lalu beliau membuat perintah untuk membuat perkemahan. Disitulah Ida Dalem Dimade beristirahat serta bersantap sambil bersanda gurau dengan dayang-dayang istana tidak disangka pertemuan saling cinta terjadi dengan Ni Luh Meliling lalu terjadilah hubungan Gelap. Ni Luh Meliling hamil, Ida Dalem Dimade bersabda kepada Kiyai Jambe Haeng, bila anakku ini lahir perempuan akan saya boyong ke gelgel namun apabila laki-laki, saya akan serahkan mengabdi ke Puri Satrya sebagai Tameng Puri. Setelah beberapa waktu berlalu, lahirlah seorang anak laki2 yang diberi nama Kiyayi Jambe Jero Kuta, KUTA berarti benteng. Setelah dewasa membuat jero disebelah barat tukad badung yang dinamakan Jero Kuta. Apa sebab Jero Kuta dibangun disebelah barat Tukad badung karena suatu politik siasat, bila terjadi ketegangan politik dengan Puri Agung Pemecutan, Jero Kuta dengan gampang menyergap Puri Agung Pemecutan, bersama-sama Kiyayi Gde Gelogor yang sudah diangkat menjadi Manca Puri Satrya. Lanang Tainsiat pun juga didekati Puri Satrya dan diberi tempat untuk dibangun jero di dekat Puri Satrya. Tetapi perhitungan Puri Satrya meleset, Kiyayi Agung Tainsiat dan Kiyayi Gde Gelogor sebenarnya dikirim sebagai mata-mata Puri Pemecutan, Bila Sudah Terjadi Peperangan dengan Pemecutan, merekan akan berbalik Menyerang Satrya.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

JATUHNYA KERAJAAN SATRYA JAMBE HAENG
Kiyayi Agung Gde Oka puri kaleran Kawan mempunyai 2 orang putra yang sulung bernama Kiyayi Ngurah Rai dan yang bungsu bernama Kiyayi Ngurah Made. Setelah dewasa Kiyayi Ngurah Rai mengabdi di Puri Satrya sebagai tukang kurung ayam,sebab memang kesenangan beliau sebagai pembina ayam kurungan. Kiyayi Jambe Haeng pun senang dengan mengabdinya Kiyayi Ngurah Rai karena beliau juga suka tajen.
Karena seringnya Kiyayi Ngurah Rai keluar masuk istana terjadilah hubungan gelap beliau dengan salah satu selir Kiyayi Jambe Haeng. Menerima kabar tersebut Kiyayi Jambe Haeng sangat marah lalu memerintahkan untuk menangkap Kiyayi Ngurah Rai. Kiyayi Ngurah Rai mendapat Firasat tidak baik. Beliau Pulang ke Jero Kaleran Kawan sampailah di dalam kamar lalu merebahkan badan, sambil memikirkan apa gerangan yang akan terjadi. Tiba-tiba saja ada yang mengetok pintu dari luar, yang mengetok adalah Kiyayi Tegal Cempaka Oka beliau memberitahukan kepada Kiyayi Ngurah Rai tentang rencana yang beliau dengar yaitu penangkapan Kiyayi Ngurah Rai oleh perintah Kiyayi Jambe Haeng. Karena sudah merasa bersalah beliau meinggalkan jero Kaleran Kawan dan menuju Desa Jimbaran. Sesampainya dijimbaran beliau meminta perlindungan kepada I gde Mekel Jimbaran atas prakarsa Kiyayi Lanang Jimbaran (Lanang Dawan Jimbaran). Diceritakan laskar Puri Satrya bergerak menyebrangi sungai badung menuju Jero Kaleran Kawan namun ternyata yang dicari-cari sudah tidak ada ditempat, dan mendapatkan laporan Kiyayi Ngurah Rai berlari menuju arah ke selatan. Pengejaran dilanjutkan ke desa jimbaran, dilakukan pengeledahan rumah dari rumah diwilayah tersebut, namun tetap tidak menemukan Kiyai Ngurah Rai. Matahari pun sudah mulai terbenam laskar satrya kembali menuju Puri Satrya. Sebenarnya pada saat pengeledahan terjadi Kiyayi Ngurah Rai sedang bersembunyi di dalam sumur dirumah Gde mekel Jimbaran, diatas sumur ditutup dengan padi yang masih utuh, laskar satrya menganggap disitu tidak mungkin ada orang. Kiyayi Ngurah Rai pun terbebas dari maut. Sebagai tanda peringatan kejadian tersebut Kiyayi Ngurah Rai menbangun pelinggih yang diamong oleh keluarga Jero Kaleran Kawan sampai sekarang, dan disana juga terdapat pelinggih Kiyayi Agung Lanang Dawan yang disungsung langsung oleh keluarga Gde Mekel Jimbaran.
Entah berapa lama Kiyayi Ngurah Rai berada dijimbaran lalu beliau menyebrang ke lombok dengan perahu bugis dengan prakasa Gde mekel jimbaran. Sesampainya dilombok Kiyayi Ngurah Rai bertapa semadi dipura Jingsar Lombok barat, karena ketekunan beliau. Beliau mendapat anugerah sebuah keris sakti. Kiyayi Ngurah Rai bertahan hidup dengan melakukan sambung ayam (tajen), kemenangan demi kemenangan diraih boleh dikatakan mendadak menjadi kaya raya. Dengan kekayaan ini beliau menyusun kekuatannya kembali. Beliau mengadakan kontak dengan Kiyayi Tegal Cempaka untuk mengadakan pemberontakan kepada Puri Satrya. Kiyayi Tegal Cempaka bekerja keras melobi-lobi kepada yang dianggap tulang punggung kekuatan laskar satrya. Diantaranya Kiyayi Agung Taensiat, Kiyayi gde gelogor, kiyayi jambe jero kuta dan para warga pulasari yang berada di grenceng. Puri Agung Pemecutan sendiri menyatakan netral terhadap permasalahan antara Jero kaleran kawan dan Puri Satrya. Setelah persiapan pemberontakan sudah dianggap matang, Kiyayi Tegal Cempaka memberikan isyarat kepada Kiyayi Ngurah Rai untuk kembali ke badung. Beliau mengatakan kemanan Kiyayi Ngurah Rai terjamin. Pemberontakan pun akan segera dimulai.
Pada suatu hari datanglah utusan dari jero Kuta di Puri Agung Satrya dan langsung diterima Kiyayi Jambe Haeng. Utusan tersebut membawa surat berbunyi “kakanda Kiyayi Jambe Haeng, bila kakanda mempunyai waktu luang, tengoklah adinda sebentar, karena adinda sekarang sedang sakit keras. Tanpa berfikir panjang Kiyayi Jambe Haeng segera menuju Jero Kuta dengan membawa keris sakti bernama SINGAPRAGA warisan dari raja Pemecutan ke 2 yang sudah wafat di watu klotok. Kedatangan Kiyayi Jambe Haeng pun ditunggu oleh laskar yang dipimpin oleh Kiyayi Tegal Cempaka beserta Kiyayi Ngurah Rai, Kiyayu Jambe Haeng tidak berkutik, Kiyayi ngurah rai berhasil menikam perut Kiyayi Jambe Haeng lalu beliau tersungkur ditanah. Kiyayi Jambe Haeng sempat berkata “sesungguhnya matiku ini tidak wajar, karena perbuatanmu aku mungutuk supaya 7 turunan tidak rahayu”. Tiba-tiba Kiyayi Ngurah Made ( adik Kiyayi Ngurah Rai) datang dsn lalu menolong Kiyayi Jambe Haeng yang sedang berlumuran darah. Kiyayi jambe haeng berkata kepada Kiyayi Ngurah Made “ dengarkan kata kakanda baik-baik, karena adinda yang memberi pertolongan kepada kakanda, maka adindalah kakanda berikan Takhta Kerjaan Puri Satrya ini”. Dan lalu beliau memberikan keris singapraga kepada Kiyayi Ngurah Made, apa yang dikatakan Kiyayi Jambe Haeng didengarkan oleh semua pengiring yang berada disana. Lalu setelah mengeluarkan kata-kata tersebut Kiyayi Jambe Haeng menghembuskan nafas Terakhirnya.
Diceritakan mahapatih Agung Kalang Anyar mendengar wafatnya Kiyayi Jambe Haeng, dibunuh oleh Kiyayi Ngurah Rai. Beliau memberi perintah kepada laskarnya untuk menyerang Jero Kaleran Kawan. Namun sebelum berangkat, tiba2 laskar Tainsiat datang menyerbu Jero Kalang Anyar. Pertempuran tidak bisa dihindari lagi, kedua belah pihak banyak yg gugur, Patuh Agung Kalang Anyar gugur didalam pertempuran. Kiyayi Agung Tainsiat mengamuk bagai banteng kedaton, sisa pasukan Kalang Anyar yang masih hidup melarikan diri ke Puri Satrya. Laskar Tainsiat lalu menggempur Puri Satrya, sesisi puri dibunuh. Hanya terdapat seorang bayi laki-laki yang dapat diselamatkan. Setelah bayi tersebut dewasa membuat jero CalagiGendong. Tameng Puri satrya yang berada di tampak Gangsul keturuan Kiyayi Jambe Merik bersiap bertempur memberikan bantuan ke Puri Satrya, ditengah jalan dicegat oleh Laskar Tainsiat pertempuranpun terjadi, Laskar Tainsiat dapat memukul mundur pasukan yang hendak datang tersebut. Sisa laskad ysng masih hidup mengundurkan diri kebarat menyebrangi sungai wangaya dan membuat jero baru dinamakan jero kaliungu. Bekas tameng puri satrya di tampak gangsul diduduki oleh anak2 Kiyayi Agung Tainsiat. Dan membuat jero dinamakan jero Tampakgangsul. Semenjak itu disebelah Utara Puri Satrya dinamakan Tainsiat yang berarti pernah mesiat. Sejak saat itu Kiyayi agung belaluan merubah nama menjadi Kiyayi Agung Tainsiat.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Lahirnya Puri Agung Denpasar
Setelah kiyayi jambe haeng wafat, Kiyayj Ngurah made dinobatkan menjadi raja ke 1 di Puri Agung Denpasar, pada tahun 1789 masehi dengan bergelar Kiyayi Ngurah Made Pemecutan.

Sumber :
Anak Agung oka Puji ( Jero Dawan Tegal )
Anak Agung Ngurah Adnyana
Anak Agung Gde Agung ( Jero Buana Agung Padangsambian)