Kita lebih mengenal sosok Ibu Fatmawati sebagai "First Lady" setelah kemerdekan Indonesia, namun sebelum menikah dengan Fatmawati, Bung Karno telah lebih dulu menikah dengan gadis yang bernama Siti Oetari.Namanya mungkin memang tidak terlalu sering disebut dalam sejarah Indonesia, namun wanita asal Surabaya tersebut sebenarnya adalah istri pertama Bung Karno.
GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINITjokroaminoto adalah 'Bapak Kos' Sukarno, selain itu Tjokro adalah sosok yang menginspirasi sekaligus guru bagi para pelajar yang kos dirumahnya yang berlokasi di Gang 7 Peneleh, Surabaya. Karena tinggal di tempat yang sama, hal itu membuat Siti Oetari dan Sukarno sering bertatap muka sehingga menjadi akrab. Keduanya bertemu pertama kali ketika gadis itu berumur 14 tahun, sementara Sukarno masih berusia 18 tahun.
Pada usia tersebut, tentu mereka sudah bisa tertarik dengan lawan jenis. Tidak butuh waktu lama bagi Sukarno untuk jatuh hati pada Oetari. Suatu hal yang tidak mengherankan, mengingat Oetari mempunyai wajah yang rupawan. Ternyata gayung pun bersambut, Oetari juga tertarik kepada Sukarno. Di mata Oetari, pemuda tersebut dikenal sebagai orang yang supel dan pandai.
Sukarno dan Oetari.
Ilustrasi Gambar: boombastis.com
Selain dikenal sebagai "Singa Podium" karena kemampuannya dalam berpidato, agaknya gelar "Raja Gombal" bisa disematkan kepada Bung Karno. Dengan rayuan mautnya, sudah banyak wanita yang berhasil ditaklukan. Kebetulan Sukarno juga memperlihatkan kepiawaiannya dalam "merayu" kepada Siti Oetari.
Suatu hari Siti Oetari diajak oleh Sukarno untuk berjalan-jalan di sebuah taman. Kesempatan tersebut tentu saja tidak dilewatkan begitu saja untuk menggombali gadis itu. Kurang lebih percakapannya seperti ini.
Quote:
Pada waktu itu, mereka sedang duduk berdampingan. Mendengar gombalan seperti itu, hati wanita mana yang tidak meleleh ? Terlebih lagi, orang yang mengatakannya adalah Sukarno yang dari dulu sudah banyak disukai oleh banyak gadis. Tak hanya digombali saja, gadis itu juga diberi panggilan sayang, yaitu 'Lak'.
Ilustrasi taman zaman dulu.
Foto: ndonesia-zaman-doeloe.blogspot.com
GRATIS BELAJAR CARA MENDAPATKAN PENGHASILAN DARI TRADING KLIK DISINI
Dari situ hubungan Sukarno dan Oetari semakin dekat. Meski begitu, Sukarno tetap berusaha menaruh hormat pada Tjokro dengan tidak menunjukkan kasih sayangnya kepada Oetari di hadapan Tjokro. Pada tahun 1919, istri Tjokro, Suharsikin wafat. Tjokro sempat kehilangan semangat dan Oetari merasakan kesedihan yang mendalam. Melihat Oetari bersedih, Sukarno pun ikut berduka.
Suatu hari, paman Oetari menanyakan sesuatu pada Sukarno. Sukarno ditanya apakah ia memiliki perhatian pada Oetari ? Tanpa ragu, Sukarno menjawab “Iya.” Hanya saja ia sempat dibuat ragu, mengingat saat itu baik Sukarno maupun Oetari masih berusia muda. Tapi akhirnya, Sukarno membulatkan tekad untuk menikahi Oetari.
Pernikahan Soekarno dengan Oetari dilakukan di rumah Tjokroaminoto yang legendaris, Gang Peneleh 7, Surabaya. Meski Tjokro adalah tokoh yang dikenal publik, pernikahan putrinya berlangsung sederhana dan dengan persiapan seadanya.
Gang Peneleh 7, tempat kos sekaligus tempat pernikahan Sukarno dan Oetari.
Ilustrasi: historia.id
Sebelum prosesi akad nikah, sempat terjadi ketegangan antara Sukarno dengan penghulu. Masalahnya cukup sepele. Penghulu meminta Sukarno mengganti jas dan dasi yang dikenakan saat akad nikah. Menurut sang penghulu, gaya pakaian Sukarno tidak sesuai dengan adat dan kebiasaan Islam pada masa itu. Sukarno pun marah, dengan suara lantang, Sukarno menolak peemintaan sang penghulu. Dia membentak penghulu dengan kata-kata tajam.
Quote:
Setelan jas yang pernah membuat ribut di hari pernikahan.
Ilustrasi: boombastis.com
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
Pernikahan itu kemudian berlangsung setelah Sukarno menenangkan diri. Saat menenangkan diri itu, jari Soekarno terbakar saat hendak menyalakan korek api ketika akan merokok untuk meredakan ketegangan. Sukarno memaknai itu sebagai sebuah firasat tidak baik dalam pernikahannya dengan Oetari.
Sukarno menikah dengan Oetari pada tahun 1921, saat itu Bung Karno berusia 20 tahun dan Oetari berusia 16 tahun. Setelah menikah, hubungan Sukarno dengan Oetari tidak terlihat mesra. Bahkan, Sukarno dan Oetari tidak menikmati masa bulan madu. Firasat buruk Sukarno pada hari pernikahannya pun mulai terlihat.
Setelah menikah, Sukarno semakin sibuk dengan aktivitas politik, termasuk ikut menemani Tjokro ke berbagai acara. Pada perkembangannya Sukarno pun mulai berpidato menggantikan Tjokro, saat Tjokro berhalangan.
Dikutip dari otobiografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, kepada Cindy Adams, Sukarno mengatakan kalau Oetari tak pernah disentuh dan tetap dijaga dalam keadaan suci. Rasa sayang kepada Oetari adalah rasa sayang seorang kakak terhadap adiknya.
Namun, ketika Oetari jatuh sakit, Sukarno tetap merawatnya dengan sepenuh hati. Akan tetapi sebagai suami istri tak ada keintiman yang tercipta. Meski berdampingan di satu tempat tidur, tetapi secara jasmaniah Bung Karno menganggap hubungannya sebagai kakak beradik.
Siti Oetari.
Ilustrasi Gambar: boombastis.com
Bung Karno juga memaknai pernikahannya sebagai 'kimpoi gantung', karena niat Sukarno menikahi Oetari untuk meringankan beban Oetari yang waktu itu baru kehilangan sang ibunda. Dilihat dari usia, sejatinya mereka belum matang untuk melepas masa lajang.
Pada tahun 1921 setelah menyelsaiakn pendidikannya di Surabaya, Bung Karno memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung/ITB). Ia pun harus meninggalkan sang istri di Surabaya. Namun, baru dua tahun di Bandung, Sukarno memilih menceraikan Oetari.
Pangkal masalahnya karena Sukarno muda waktu itu kepincut istri orang yang merupakan cinta sejati pertamanya, Inggit Garnasih. Inggit merupakan ibu kos Sukarno di Bandung. Menurut pengakuan Bung Karno yang juga tertulis dalam otobiografinya, saat bertemu Inggit, Sukarno merasakan cinta dewasa yang sudah ada birahi di dalamnya.
Karena kepincut sang ibu kos, Bung Karno lantas memutuskan untuk menceraikan Oetari pada tahun 1923, hal yang sama juga dilakukan Inggit dengan meminta cerai kepada suaminya. Kemudian Sukarno menikahi Inggit tanggal 24 Maret 1923. Perceraian antara Suakrno dan Oetari tidak membawa semacam luka. Masing-masing ikhlas dengan perpisahan yang ada. Setelah berpisah dengan Bung Karno, Oetari menikah dengan orang lain, sedangkan sang proklamator memulai kisah cintanya dengan Inggit.
Inggit Garnasih dan Soekarno.
Ilustrasi: wikipedia.org
CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI
Pengakuan Sukarno yang tidak pernah menyentuh Inggit sempat diragukan kebenarannya oleh Lambert Giebels, salah satu penulis otobiografi Sukarno berkebangsaan Belanda. Menurut Giebels, Oetari yang secara fisik memiliki daya tarik dan masih muda tidak mungkin 'didiamkan' Soekarno. "Bahwa apa yang dikatakan (Sukarno) pada otobiografi itu adalah penghinaan bagi Oetari yang manis dan menarik itu," ucap Giebels, dikutip dari buku Istri-istri Soekarno.
Lantas benarkah Sukarno tidak menyentuh Oetari sama sekali ? Hal ini masih menjadi perdebatan bagi beberapa orang, namun dari beberapa otobiografi yang pernah ditulis, Sukarno dengan tegas mengatakan tidak pernah 'menyentuh' Oetari.
Tidak begitu banyak foto mengenai Siti Oetari yang bisa ditelusuri di dunia maya, jika gan sist penasaran dengan sosok Siti Oetari. Agan dan sista bisa melihat sedikit gambaran mengenai sosok Siti Oetari pada diri Maia Estianty. Kebetulan Mbak Maia merupakan cucu dari Siti Oetari.
Maia Estianty cucu Siti Oetari.
Ilistrasi: maiaestianyreal/Instagram
Setelah bercerai di usia 18 tahun, Siti Oetari kembali menikah pada tahun 1924 di usia 19 tahun dengan seorang bernama Sigit Bachroensalam. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai seorang putra benama Harjono Sigit Bachroensalam yang lahir tanggal 21 September 1939. Bapak Harjono Sigit juga dikenal sebagai ayah dari artis Maia Estianty. Bapak Sigit meninggal pada tahun 1981, meninggalkan Ibu Oetari sebagai janda di usia 76 tahun.
Cukup banyak wanita yang menjalin hubungan dengan Bung Karno, dan nenek dari Mbak Maia adalah salah satunya. Meskipun sosoknya jarang diketahui dan jarang disebut dalam buku sejarah di sekolah, akan tetapi beliau pernah menjadi seseorang yang spesial di hati Sang Putra Fajar.