Rabu, 25 November 2020

AKHIRNYA MEREKA SADAR MANFAAT UU CIPTA KERJA

Ada sebuah poster yang mengundang orang untuk mengkuti diskusi soal UU Ciptakerja. Tema diskusi onlinenya adalah, 'UU Ciptakerja dan Manfaatnya Untuk Perekonomian Nasional.'

Penyelenggara diskusi adalah majalah Tempo, dengan sponsor dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Salah satu pembicaranya adalah Sofyan Djalil, Menteri Pertanahan dan Agraria. Sofyan adalah salah satu orang yang berada di belakang ide UU Cipta Kerja ini.

Kita tidak bicara kengototan Tempo yang dulu gak setuju dengan UU Cipta Kerja. Bahkan sampai meneriakkan pembangkangan sipil segala. Toh, kini Tempo sudah mulai terbuka matanya. Melihat manfaat UU ini bagi perekonomian nasional.

Tentu diskusi ini menarik. Sebab baru saja UU Cipta Kerja disahkan, di BKPM kabarnya sudah antri 153 perusahaan dari luar negeri yang mau menanamkan duitnya di Indonesia. Mereka berniat membangun usahanya di sini.

Kalau pengusaha asing berbondong-bondong berinvestasi di Indonesia, yang akan mendapat manfaat adalah masyarakat juga. Lapangan pekerjaan terbuka. Serapan tenaga kerja tinggi. Setidaknya ada transfer pengetahuan dan keterampilan saat mereka bekerja di sana.

Tapi, UU Cipta Kerja bukan melulu memudahkan investasi asing. Itu hanya bagian kecil saja dari seluruh rebirokratisasi yang dijalankan pemerintah. Yang paling kentara adalah mudahnya semua WNI membuat usaha. Kita tidak lagi harus dipusingi dengan beban administrasi yang segunung.

Anda punya ide usaha, ada pengalaman, punya keterampilan, sudah bisa mendirikan badan usaha sendiri. Tanpa harus berbiaya banyak, seperti ke noraris dan sebagainya. Cukup mendaftar. Usaha Anda akan tercatat resmi.

Bermodal ini Anda bisa ikut tender baik di pemerintah maupun. Apalagi dalam aturan, setiap Kementerian wajib menyisihkan sekian persen belanjanya untuk UMKM. Artinya UU ini membuka ruang bagi siapapun untuk membuka usahanya sendiri. Dan jalannya dipermudah.

Mudah bukan berarti serampangan. Yang paling penting adalah kepastian hukum. Kalau sebuah usaha gak diberi izin, karena menggunakan cara produksi yang beresiko, dari awal sudah disampaikan. Jadi gak buang-buang waktu. Apalagi kalau malah dibola kanan kiri dengan uang kutipan segala.

Itulah kepastian hukum. Pengusaha lebih suka hukum yang pasti ketimbang wilayah yang abu-abu. Dengan kepastian itu semua bisa diprediksi. Diperhitungkan. 

Lalu bagaimana bagi mereka yang gak bakat jadi pengusaha jika UU ini hanya memudahkan orang membuat usaha. Bukankah sebagian besar kita lebih berbakat jadi karyawan?

Nah, itu. Kalau membuka usaha begitu mudah dan simpel, otomatis akan banyak sekali perusahaan berdiri. Mereka membutuhkan karyawan. Karyawan dapat kesempatan kerja. Dapat gaji. Bisa belanja kebutuhannya.

Belanja setiap orang pada akhirnya akan menggerakkan ekonomi nasional. Roda berputar dan setiap orang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari tangannya sendiri.

Tapi ada juga masyarakat yang gak sanggup bersaing, karena mungkin soal pendidikan dan kondisi sosial. Nah, untuk jenis masyarakat seperti ini, ada mekanisme lain. Program bantuan sosial berupa Kartu Indonesia Sehat, program keluarga harapan, dan  sebagainya.

Dengan kata lain UU ini membuka ruang yang sangat lebar bagi masyarakat untuk lebih sejahtera. Dan itulah manfaat langsung dari UU Cipta Kerja.

Makanya majalah sekelas Tempo, yang dulu ngotot menentang UU ini, kini justru menjadi media yang getol mengkampanyekan manfaat UU Cipta Kerja. 

Mungkin sebagai masyarakat kita belum merasakan manfaatnya secara langsung. Karena UU ini butuh aturan teknis lainnya berupa PP, Kepmen dan lain-lain. Tapi mungkin saja Tempo sudah merasakan manfaatnya. Makanya dia kini ngotot membela UU ini.

Setidaknya manfaat, bahwa sebuah UU pasti ada dana sosialisasi. Dan sebagai media, Tempo menikmatinya.

Protes yang pernah disampaikan Tempo, bukan perkara substansi. Toh, kini mereka sibuk mengedukasi publik soal manfaat UU Cipta Kerja.

[Eko Kuntadhi]

RCEP KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS TERBESAR SETELAH WTO


Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) terbesar setelah World Trade Organization (WTO).

RCEP atau Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional yang beranggotakan negara-negara ASEAN dan lima negara mitra seperti China, Jepang, Korea Selatan, Australia, serta Selandia Baru diharapkan mampu memberikan celah baru dalam sektor perdagangan regional bersama negara mitranya. 

Kemendag berharap Indonesia mampu memainkan peran penting dalam RCEP. Berdasarkan kajian yang dilakukan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu 2019, keterlibatan Indonesia pada RCEP mampu meningkatkan produk domestik bruto 0,5%.

“Namun, ini perlu dikalkulasi ulang mengingat masa pandemi Covid-19. Namun begitu, di masa new normal selalu ada celah masuknya new opportunity,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo, dalam diskusi virtual di Jakarta, kemarin.

Iman juga menyebutkan kajian yang dilakukan Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag pada 2016 menunjukkan RCEP akan memberikan Welfare Gain kepada Indonesia sebesar USD1,52 miliar. Namun, perjanjian itu juga berpotensi meningkatkan defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar USD491,46 juta. 

Selanjutnya, dari total tarif Indonesia yang jumlahnya 10.000 post tarif, 6.000 post tarif di antaranya terkait dengan kegiatan ekspor-impor Indonesia ke dan dari kawasan RCEP sehingga naik-turunnya ekonomi di kawasan RCEP akan sangat memengaruhi kinerja ekspor dan impor Indonesia.

Ira Aprilianti, peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, Indonesia bisa memanfaatkan aktivitas langsung dari negara-negara anggota RCEP dengan memanfaatkan global supply chain. Namun, yang lebih penting, menurut dia, daya saing harus dipersiapkan lebih awal.

“Potensi peningkatan ekspor Indonesia dari spill over effect ini sebesar 7,2% dengan memanfaatkan peranan Indonesia dalam perluasan global supply chain. Kita hanya memerlukan 'structural adjustment' untuk tingkatkan daya saing agar mampu menarik manfaat RCEP dengan sebaik-baiknya,” tandasnya. 

RCEP adalah sebuah perjanjian perdagangan di mana 15 negara yang tergabung di dalamnya mencapai 29% penduduk dunia atau mencapai 27% dari total perdagangan dunia. RCEP juga merupakan jawaban atas berbagai tantangan global dan regional meliputi kemajuan teknologi, tren perdagangan antar negara maupun konteks lain yang menjadi isu hangat, salah satunya pandemi Covid-19. (Ichsan Amin/SindoNews)

Senin, 23 November 2020

MENDAG DORONG UMKM GO DIGITAL


Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan, partisipasi pelaku UMKM sangat penting dalam menggerakkan perekonomian nasional guna menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tetap berada pada zona positif dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi.

Salah satu caranya yaitu dengan mengoptimalkan potensi niaga elektronik (e-commerce) yang ada. Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto sebagai pembicara kunci dalam pameran virtual interaktif 3D pertama “Indonesia Digital Trade Show” in Conjunction With “Indonesia Local Brands Expo 2020” hari ini, Jumat 20 November 2020, secara virtual. Pameran yang berlangsung pada 20 November--7 Desember 2020 ini diselenggarakan Asosiasi Lisensi Indonesia dan dapat diakses di https://virtualexpo.id/.

“Pemanfaatan platform digital oleh UMKM berpotensi meningkatkan kinerja perdagangan Indonesia. Hal ini mengingat 96 persen populasi pelaku usaha Indonesia yang menggerakkan sektor perdagangan adalah UMKM. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berkomitmen memfasilitasi pelaku usaha, khususnya UMKM untuk dapat mengoptimalkan tren pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan transaksi masyarakat yang sejalan dengan perkembangan pola dan cara konsumsimasyarakat,” jelas Mendag dalam keterangan pers yang diterima Warta Pontianak, Minggu 22 November 2020.

Kemendag turut memfasilitasi 24 pelaku waralaba untuk berpartisipasi dalam pameran ini dengan menyediakan stan secara virtual. Pelaku waralaba tersebut terdiri atas 10 pelaku waralaba di sektor kuliner; 3 pelaku waralaba jasa spa, perawatan tubuh dan kecantikan; 6 pelaku waralaba jasa laundry, 3 pelaku waralaba jasa pendidikan; serta 1 pelaku broker properti; dan bengkel motor.

Mendag juga menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, penjualan produk melalui media sosial dan niaga-el pada 2020 tercatat sebesar Rp446,75 triliun. Nilai tersebut meningkat 400 persen dibandingkan transaksi niaga-el pada 2017 yang sebesar Rp124,9 triliun.

“Peran teknologi informasi dan komunikasi akan semaki dominan dalam kegiatan social ekonomi masyarakat, khususnya dalam melakukan kegiatan transaksi perdagangan guna memenuhi kebutuhan barang konsumsi. Hal ini berdasarkan data jumlah pengguna internet yang mencapai 168 juta jiwa, atau 63 persen dari total populasi Indonesia. Dari jumlah tersebut, 169 juta diantaranya aktif melakukan kegiatan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik,” jelasnya.

Mendag menyampaikan apresiasinya terhadap penyelenggara acara yang menghadirkan inovasi pameran dagang secara virtual, sekaligus berkomitmen untuk memberikan wadah berupa platform digital bagi pelaku UMKM waralaba dan lisensi Indonesia.

“Saya mengapresiasi peran serta penyelenggara acara ini dalam meningkatkan perputaran rodaperekonomian bangsa. Melalui pameran ini, diharapkan produk dan jasa kreasi pelaku usaha waralaba dan lisensi, bukan hanya dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, namun juga dapat menembus pasar persaingan global,” kata Mendag.

Khusus kegiatan usaha lisensi, menurut Mendag, selain dapat meningkatkan pangsa pasar, UMKM juga dapat meningkatkan kualitas dan desain produk yang dapat memenuhi selera konsumen melalui proses alih teknologi yang terjadi. Pola lisensi juga mengajarkan UMKM untuk mengerti dan memahami sekaligus menghargai hak atas kekayaan intelektual (HaKI) yang inheren dalam konsep lisensi.

“Keterlibatan UMKM dalam pengembangan usaha dengan pola lisensi diharapkan juga dapat menyadarkan mereka atas konsep perlindungan hak cipta, paten, atau merek yang memiliki nilai ekonomi. Dengan demikian, pelaku UKM dapat berpikir lebih kreatif dalam mengembangkan produk sekaligus melindungi hasil kreativitas intelektual tersebut secara hukum,” imbuh Mendag.

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan pola lisensi bagi UMKM, lanjut Mendag, pelaku usaha diharapkan dapat memahami dengan jelas perbedaan mendasar antara skema lisensi dengan waralaba. Lisensi berfokus pada HaKI. Para pelaku usaha bisa memakai aset yang dimiliki pemilik lisensi dengan metode dan cara mereka sendiri untuk memaksimalkan penjualan dalam koridor perjanjian lisensi.

Sedangkan waralaba berfokus pada sistem bisnis dari pemberi waralaba. Waralaba memiliki peraturan yang ketat soal pemasaran, yaitu pemberi waralaba menjamin bahwa kualitas barang/jasa yang dihasilkan waralaba tidak ada perbedaan di setiap gerai pemasarannya.

“Bagi pelaku usaha waralaba dan lisensi yang mengadopsi platform digital, dalam menjalankan kegiatan usahanya perlu memastikan bahwa HKI nya telah terdaftar dan terlindungi dengan baik,” tegas Mendag.

https://wartapontianak.pikiran-rakyat.com/nasional/amp/pr-117998483/mendag-dorong-umkm-go-digital?page=2

Jadi Klaster, 80 Orang Terkonfirmasi Covid-19 di Acara Habib Rizieq

 Dari hasil testing dan tracing sampai 19 November 2020, berdasarkan hasil pemeriksaan PCR ditemukan di Tebet 50 kasus positif, dan Petamburan 30 kasus.



Jadi Klaster, 80 Orang Terkonfirmasi Covid-19 di Acara Habib Rizieq


Kementerian Kesehatan mencatat setidaknya ada 80 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dari hasil pelacakan peserta kerumunan kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Indonesia.

Mereka adalah masyarakat yang menghadiri penjemputan, Maulid Nabi di Tebet, dan acara pernikahan di Petamburan.

Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Muhammad Budi Hidayat menyebutkan dari hasil testing dan tracing sampai 19 November 2020, berdasarkan hasil pemeriksaan PCR ditemukan di Tebet 50 kasus positif, dan Petamburan 30 kasus.

“Sementara itu di Megamendung 15 sedang menunggu hasil pemeriksaan,” ungkapnya, Minggu (22/11/2020).

Atas adanya kerumunan acara keagamaan dan pernikahan, Kemenkes mengimbau orang yang telah mengikuti acara tersebut dan kontak erat agar melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Apabila bergejala juga diminta segera melakukan pemeriksaan.

“Bagi yang tidak bisa isolasi di rumah pemerintah juga sudah menyiapkan karantina mandiri di Wisma Atlet. Kalau bergejala, segera kunjungi puskesmas terdekat untuk tes PCR,” imbuhnya.

Kemenkes juga mengimbau kepada tokoh masyarakat, agama, dan pemerintah daerah untuk memberikan contoh dalam protokol kesehatan.

“Kita harus bekerja sama untuk pencegahan dan pengendalian agar Covid-19 bisa kita atasi,” ujar Budi.

Adapun, fasilitas layanan kesehatan terus melakukan testing dan pelacakan di tingkat kecamatan di puskesmas, percepatan pemeriksaan spesimen, dan merujuk kasus tanpa gejala ke Wisma Atlet atau hotel isolasi.

“Penguatan tracing dilakukan dengan rasio 1:30, dilakukan secara agresif di tingkat kecamatan terutama di yang terjadi kerumunan dan pemantauan intensif dalam 14 hari ke depan. Kemenkes dan satgas sudah menurunkan 5.000 pelacak di 10 provinsi prioritas. Kami berharap masyarakat mendukung dan terbuka kepada para pelacak kontak,” tegasnya.




SUMBER

Unggah Foto Baca 'How Democracies Die', Anies Dinilai Sedang Introspeksi Diri

 Unggah Foto Baca 'How Democracies Die', Anies Dinilai Sedang Introspeksi Diri Foto: Ari Saputra/detikcom


Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah foto tengah membaca buku berjudul 'How Democracies Die' di sosial medianya. Pengamat Politik Yunarto Wijaya menilai kemungkinan Anies tengah melakukan introspeksi diri.

"Dugaan saya foto itu mungkin menunjukan Anies Baswedan sedang introspeksi diri," ujar Yunarto Wijaya, saat dihubungi Minggu (22/11/2020).

Yunarto mengatakan, buku tersebut berisikan berbagai kegundahan terkait politik salah satunya terkait isu primordial. Menurutnya hal ini timbul setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.

"Kenapa? alasan pertama, jelas di buku yang ditulis oleh 2 political scientist Harvard itu tertuang bagaimana kegundahan tentang politik populisme, nativisme atau menjual isu primordial/keaslian, dan demagog atau penyesatan yang dilakukan pemimpin, kegundahan yang muncul dari banyak peneliti politik Amerika Serikat pasca terpilihnya Donald Trump di 2016," kata Yunarto

Yunarto yang juga Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia ini berpendapat kejadian tersebut mirip dengan Pilkada DKI 2017. Menurutnya, saat itu Anies mendapatkan kritik keras usai pemilihan.

"Itu mirip sekali dengan apa yang terjadi di Pilkada DKI 2017, ketika aspek primordial, baik agama dan suku sangat dominan, dan kita tau Anies Baswedan dikritik keras karena dianggap oleh sebagian pihak menumpang arus besar populisme tersebut," tuturnya.

Hal ini lah yang menurut Yunarto, membuat Anies merasa perlu intropeksi diri. Terlebih, saat ini Jakarta dianggap bersikap lembek dalam hal penanganan COVID-19.

"Mungkin saja ia merasa harus melakukan introspeksi diri, apalagi belakangan pemerintahannya di Jakarta dianggap lagi-lagi bersikap lembek dengan kelompok tertentu hanya karena alasan jumlah massa yang besar sehingga mengorbankan kepentingan masyarakat secara umum terkait isu kesehatan," tuturnya.

"Alasan kedua, bahwa ini diposting di hari Minggu dengan caption selamat hari Minggu juga, dan kita tau biasanya hari libur adalah hari untuk melakukan refleksi diri. Jadi mari kita berpikir positif bahwa niat Anies dalam postingannya tidak berniat menyerang pihak lain secara politik, tapi sebaliknya dalam upayanya melihat cermin dan berbenah," sambungnya.

Diketahui pada Minggu (22/11) pagi, Anies mengunggah foto dia memakai baju koko berwarna putih dan sarung berwarna coklat. Anies membaca buku berjudul How Democracies Die sambil duduk menyilangkan kakinya, ia duduk di depan rak buku yang menjadi latar belakangnya.

Postingan tersebut diunggah pada Minggu (22/11) pagi dan telah mendapat respon disukai 44.454 orang per pukul 10.52 WIB. Serta mendapat 2 ribu lebih komentar dari netizen.

SUMBER

Kamis, 19 November 2020

SEKTOR NONMIGAS SOKONG SURPLUS NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

  

Neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2020 mengalami surplus US$ 3,61 miliar. Ini merupakan surplus bulanan kedelapan dan tertinggi sepanjang tahun 2020, melampaui surplus neraca bulan Juli sebesar USD 3,24 miliar.

“Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2020 meningkat US$ 1,22 miliar dibandingkan surplus September yang sebesar US$ 2,39 miliar. Hal ini disebabkan meningkatnya surplus nonmigas menjadi US$ 4,06 miliar dan penurunan defisit migas menjadi US$ 450,1 juta,” Kata Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, di Jakarta, Selasa (17/11/2020). Baca Juga: 5 Provinsi dengan Kontraksi Pertumbuhan Ekonomi Paling Dalam: Bali yang Terparah!

Agus menambahkan, peningkatan surplus nonmigas salah satunya bersumber dari peningkatan kinerja ekspor nonmigas pada kelompok lemak dan hewan/nabati, yaitu produk sawit dan produk turunannya. Ekspor lemak dan minyak hewan/nabati bulan Oktober meningkat sebesar US$ 188,1 juta (10,96% MoM). Baca Juga: Potensi Cangkang Sawit Sebagai Campuran Aspal Panas

Selain itu, ekspor batu bara bulan Oktober juga meningkat sebesar US$ 167,1 juta (15,69% MoM). Sepanjang Oktober 2020, ekspor nonmigas Indonesia ke beberapa negara mitra dagang juga terus tumbuh. Peningkatan ekspor nonmigas terbesar terjadi pada ekspor Indonesia ke Tiongkok (US$ 234,7 juta), Vietnam (US$ 96,1 juta), Filipina (US$ 83,3 juta), Malaysia (US$ 65,8 juta), dan Spanyol (US$ 54,8 juta).

Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia Januari—Oktober 2020 mengalami surplus US$ 17,07 miliar.Surplus tersebut mulai mendekati nilai surplus neraca perdagangan pada 2010 yang mencapai US$ 22,12 miliar.

Pada Oktober, ekspor Indonesia terus menunjukkan penguatan dari bulan ke bulan. Nilai total ekspor Indonesia mencapai US$ 14,39 miliar, tumbuh 3,1% dibandingkan ekspor bulan sebelumnya. Meskipun pada kelompok ekspor migas mengalami pelemahan, namun kenaikan ekspor nonmigas sebesar 3,5% MoM mampu menjaga momentum pertumbuhan total ekspor Oktober 2020.

Peningkatan ekspor nonmigas Oktober 2020 disebabkan pertumbuhan ekspor pada sektor pertanian (1,3% MoM), industri (2,1% MoM), serta pertambangan dan lainnya (17% MoM).

https://www.google.com/amp/s/amp.wartaekonomi.co.id/berita314429/mendag-sektor-nonmigas-sokong-surplus-neraca-perdagangan-indonesia

WAKTUNYA MENDONGKRAK BISNIS SEKTOR ELEKTRONIK


Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) menyelenggarakan forum bisnis dengan tema ‘Peluang Investasi Sektor Elektronik’ secara virtual. Forum bisnis ini bertujuan menggarap peluang bisnis serta meningkatkan kapasitas perusahaan dan eksportir Indonesia di sektor elektronik.

Forum bisnis kali ini membahas kajian ‘Deep Dive on Investment for Indonesia in Electronics Subsector’ yang dilakukan Daniel Nicolls, konsultan senior ARISE Plus Indonesia dengan Bappenas. Forum bisnis ini merupakan rangkaian kegiatan Trade Expo Indonesia Virtual Exhibition ke-35.

Kegiatan ini merupakan kerja sama Kemendag dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta ASEAN Regional Integration Support-Indonesia Trade Support Facility (ARISE Plus Indonesia).

“Sektor elektronik memiliki peluang bisnis dan terbuka untuk digarap. Kami berharap forum bisnis ini dapat meningkatkan kerja sama bisnis antara pelaku usaha Indonesia dengan negara lainnya dan mendatangkan manfaat bagi kita semua. Kajian yang dibahas pada forum bisnis ini juga diharapkan dapat memicu semangat pelaku usaha sektor elektronik dalam meningkatkan ekspor produk-produk elektronik Indonesia ke pasar global terutama di tengah pandemi Covid-19,” ujar Direktur Jenderal PEN Kasan.

Kasan menyampaikan, produk elektronik merupakan salah satu sektor utama yang menjadi prioritas dalam Peta Jalan Making Indonesia 4.0. Strategi yang dilakukan Making Indonesia 4.0 antara lain mendorong masuknya investor global, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang kompeten, serta mendorong inovasi dan penggunaan teknologi.

“Hal ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan industri elektronik Indonesia terhadap impor komponen dan meningkatkan nilai tambah produksi lokal sehingga mampu menguasai pasar internasional,” jelas Kasan.

Menurut Kasan, sebelum pandemi Covid-19, tingkat pertumbuhan di pasar produk elektronik dunia relatif stabil. Namun, pandemi ini menyebabkan industri elektronik global menghadapi dampak ganda, misalnya penghentian fasilitas produksi suku cadang elektronik yang telah banyak dilakukan akibat perlambatan aktivitas logistik di berbagai negara.

“Penerapan karantina wilayah juga menyebabkan keterbatasan tenaga kerja serta penutupan toko ritel/ruang pamer dan supermarket untuk jangka waktu tertentu. Di sisi lain, berbagai perusahaan niaga elektronik (e-commerce) di seluruh dunia juga telah menghentikan pengiriman untuk barang yang dianggap tidak mendesak (termasuk sebagian besar produk elektronik),” tambah Kasan.

Berdasarkan data BPS, nilai ekspor produk elektronik Indonesia periode Januari–September 2020 tercatat sebesar USD 8,02 miliar. Nilai ini turun 1,88 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Sedangkan, nilai ekspor total pada 2019 mencapai USD 10,92 miliar.

Negara tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat, Singapura, Jepang, Tiongkok, dan Hongkong. Penurunan nilai ekspor lebih banyak disebabkan oleh berbagai keterbatasan akibat adanya pandemi Covid-19. Sementara itu, nilai impor produk elektronik Indonesia pada periode Januari–September 2020 mencapai USD 15,63 miliar.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan impor produk elektronik Indonesia cukup tinggi, khususnya untuk produk pesawat telepon, penerima dan transmisi (reception &transmission), bagian dari sirkuit elektronik, mesin pengolah data otomatis, dan perangkat komunikasi. Kasan menjelaskan, Tiongkok sebagai negara eksportir dan importir utama dunia untuk produk elektronik juga mengalami dampak yang cukup buruk. Hal ini juga berdampak buruk bagi negara Amerika Serikat, Italia, Prancis, Spanyol, Jerman, dan India.

“Penghentian produksi di Tiongkok telah memaksa produsen elektronik lainnya yang berbasis di Amerika Serikat dan Eropa untuk menahan produksi barang jadi secara sementara. Sehingga menyebabkan kesenjangan permintaan dan penawaran produk elektronik yang berpengaruh terhadap rantai pasok global,” tutur Kasan.

Kepala Pusat Pengkajian Kerja Sama Perdagangan Internasional, Reza Pahlevi mengungkapkan, ekspor produk elektronik Indonesia ke Uni Eropa mengalami penurunan dari tahun 2018–2019. “Hingga saat ini negosiasi Indonesia-EU CEPA masih berlangsung dan apabila sudah mendapatkan kesepakatan, diharapkan ekspor elektronik akan meningkat dengan berkurangnya hambatan perdagangan,” jelas Reza.

Di samping itu, Plt. Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia menyampaikan, Asia Timur dan Asia Tenggara telah menjadi “pabrik” global terbesar dan menghasilkan lebih dari separuh produk elektronik di dunia. Pemerintah Indonesia akan selalu berupaya untuk mendorong peningkatan ekspor produk elektronik dan partisipasinya terhadap rantai nilai global.

Partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global juga akan memberikan keuntungan yaitu mendorong pertumbuhan industri dalam negeri sebagai pesaing dan pemasok, serta menarik minat investor dari negara lain untuk melakukan bisnisnya di Indonesia.

https://www.neraca.co.id/article/139055/waktunya-mendongkrak-bisnis-sektor-elektronik