Ketika bapaknya ngebet pingin memelihara sapi pada tahun 1973 ia mengungsikan penduduk di lima desa yang tersebar pada 761 hektar tanah di jawa barat.
Ketika si bungsu ngebet pingin bangun resort, tahun 1996 perusahaan yang dimiliki oleh si bungsu mengusir penduduk desa dari tanah mereka di pulau Bali untuk membangun sebuah resort seluas 650 hektar.
Ketika anak tertua ngebet pingin bisnis kata ibunya dia ga pinter bisnis, tahun 1988 Departemen Sosial jualan lotere, yakni Judi yang disahkan Negara dan berlangsung hingga tahun 1993 dan penanganannya dilakukan oleh perusahaan sisulung.
Gak mau kalah, putera kedua minta agar gula yang dimonopoli Bulog, harus melewati dirinya, jadilah dia tukang stempel dan komisi mengalir deras hanya gara gara cap saja.
Si putri bungsu marah, Bulog pun memberikan hak untuk mengimpor ribuan ton beras. Dengan dalih menstabilkan harga pangan, kesepakatan keluarga itu dengan Bulog telah menghasilkan sekitar $3 hingga $5 miliar.
Pingin punya jalan Tol, putri pertama langsung dapat proyek raksasa, jalan Tol dalam kota.
Ga punya duit bagi modalnya, pinjamlah dia ke Bank Bumi Daya milik Pemerintah. Ketika pejabat tertinggi Bank itu menolak, bubar sudah masa depan orang itu, dia langsung dipecat. Si putri pertama langsung panen dengan hasil $210.000 perhari ditahun 1990.
Dengan alasan privatisasi, Telkom mengakhiri monopoli telekomunikasi. Putera kedua adalah penerima manfaat utama.
Pada tahun 1993, lisensi untuk operasi sambungan langsung internasional dan untuk jaringan telepon digital diberikan pada perusahaan putra keduanya.
Tahun 1995, nilai perusahaannya ditaksir sudah bernilai $2,3 miliar.
Dunia sangat luas, namun rupanya masih terlalu sempit bagi kepentingan, terjadilah tabrakan dalam ruang yang sangat lebar itu.
Putra sulung berantem dengan putra bungsu rebutan ladang dalam persaingan bisnis penerbangan. Ga puas berantem dengan putra tertua, putra ketiga ngajak ribut dengan putra kedua. Kali ini dalam persaingan bisnis otomotif.
Laki lawan laki sudah tidak seru lagi, laki lawan perempuan mengambil panggung perang antar saudara.
Putri pertama berantem dengan putra kedua hanya karena rebutan gelombang TV, mereka bersaing dalam dunia pertelevisian.
Persaingan tumbuh begitu kuat sehingga kemudian keturunan Cendana ini mulai mencari monopoli dalam lini bisnis yang semakin "memalukan".
Putra kedua sekali lagi mendapatkan kontrak untuk mengimpor kertas khusus yang digunakan oleh mint nasional. Tak mau kalah putri tertua mengambil alih pemprosesan surat izin mengemudi.
Persaingan semakin menggila, bukan hanya anak, menantu pun tak mau kehilangan momen sempit itu. Istri putra pertama menjadi satu satunya produsen resmi kartu pengenal wajib Indonesia.
Tahun 1996, cucu lelaki, anak putra tertua, merancang sebuah skema untuk menjual striker sebesar $ 0,25 sebagai bukti pajak untuk setiap botol bir dan alkohol yang dikonsumsi di Indonesia.
Yang paling luar biasa adalah, pegawai negeri dan anggota militer harus rela sebagian gajinya untuk Yayasan yang didirikannya. Tak ada kata puas disana.
Ini hanya sekelumit cerita bagaimana sebuah rezim yang terlalu lama berkuasa hanya demi menyedot uang Negara. Masih ada ratusan kebijakan dan ratusan keputusan yang dibuat demi menumpuk kekayaan yang tak ada puas itu.
Cara mendirikan dan menguasai tanah untuk Grand Hyatt, Bali Cliff Hotel, Sheraton Nusa Indah Resort, Sheraton Laguna Nusa Dua, Bali Intercontinental Resort, Nikko Royal Hotel, Four seasons Resort di Jimbaran, hingga Bali Golf and Country Club' di Nusa Dua, tentu adalah kebijakan Negara yang di pesan.
Beruntung, enam belas tahun kemudian, Indonesia kedatangan seorang lelaki kurus. Dia orang yang sangat biasa. Tak tampak ketegasan diwajahnya, tak tampak kepintaran pada kata katanya. Hanya sorot matanya yang berbicara, "dia orang jujur".
Apa yang sudah dicapai dalam Lima tahun pertama pemerintahannya, tak perlu lagi dipamerkan, terlalu banyak capaiannya. Sungguh beruntung nasib bangsa ini.
Penjarahan oleh oknum yang mengatas namakan Negara dimasa lalu secara perlahan akan dikembalikan. Sampai kapan...!!!
Sampai kita tetap mendukungnya tanpa lelah seperti tak lelahnya dia berniat membangun Negeri ini.
[Jan Andrew Rohitu/Ketum KPA2B]