Jumat, 17 April 2020

Warga Depok Dibully Tetangga Sendiri karena Laporkan Acara Maulid Nabi ke Polisi

Warga Depok Dibully Tetangga Sendiri karena Laporkan Acara Maulid Nabi ke Polisi

DEPOK - "Aku tidak mau mati," ucap B, seorang perawat di sebuah puskesmas di Depok, Jawa Barat.

Ungkapan tersebut ia sampaikan kepada Popi Rahim, kakaknya. 

B tak lagi dapat membendung gundah lantaran setiap hari berdatangan pasien suspect (dicurigai) Covid-19 di puskesmas tempatnya bekerja.

Hal ini karena warga di sekitar lingkungan kediamannya di Kampung Bulak, Cisalak, Depok tak mengindahkan larangan berkerumun guna mencegah penularan Covid-19.

B merasa prihatin, saat orang sepertinya rela menukar nyawa di ranjang perawatan pasien, puluhan tetangganya malah seakan menantang maut.


Peringatan demi peringatan yang meluncur dari mulut B, mentah begitu saja oleh puluhan tetangganya dengan perkara yang sulit didebat.

Mereka ngotot mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad di Masjid Jami Almuhajirin, pada Minggu (12/4/2020) lalu.

“Tetap dia bekerja di puskesmas, akhirnya. Saya beri kekuatan padanya, jangan khawatirkan lingkungan sini,” kata Popi saat berbincang via telepon dengan Kompas.com, Rabu (15/4/2020).

“Adik saya nge-down banget. Saya bilang, ‘saya janji sama kamu, kalau ada apa-apa saya akan lapor ke pemerintah’. Kalau dia berhenti di puskesmas, siapa yang ngurus (orang) sakit?” tambah dia.


Bukan hanya B yang resah pada sekelompok warga yang ngotot ingin menghelat perayaan Maulid Nabi pada hari Minggu lalu.

Popi juga menyimpan kekhawatiran sejenis. Begitu pun dengan mayoritas warga di sekitar kediamannya.

Mereka sama-sama tak habis pikir, alasan kelompok warga itu enggan mengindahkan instruksi jaga jarak fisik (physical distancing) yang digaungkan keras-keras oleh banyak pihak.

Hampir tiap malam sebelum gelaran, kata Popi, masjid tersebut ramai dengan acara keagamaan.

 Popi dan para tetangga berulang kali membahas siasat agar perayaan tersebut batal terselenggara, karena pasti akan mengundang kerumunan.

“Warga sini sudah bilangin ke mereka yang segelintir, mungkin 50 orang itu. Sudah sering menegur, (mereka) tidak mau (batal),” kata Popi.

Menurut Popi, para panitia perayaan itu selalu punya kartu truf jawaban setiap kali diminta membatalkan perayaan Maulid Nabi. Jawaban itu selalu berhasil membungkam Popi dan rekan untuk sesaat.

“Sebelum mau acara, sudah diingatkan oleh adik saya yang perawat,” ujar Popi.

“Kalian jadi acara besok?” tanya B seperti ditirukan Popi, kepada panitia.

“Jadi,” kata Popi menirukan jawaban salah seorang panitia.

Baca juga: Pemkot Depok Diminta Buka Data Penerima Bansos Selama PSBB agar Bisa Diawasi Para RT

“Kan tidak boleh?” sergah B pada mereka.

“Sudah ada izin polisi,” ujar Popi meniru tanggapan mereka waktu itu.

Itu dia kartu trufnya: klaim mengantongi izin polisi.

Tak ayal, hal ini membuat Popi bingung. Menurut dia, tak mungkin polisi memberikan izin untuk acara yang mengundang kerumunan seperti itu.

Insiden dicopotnya Kapolsek Kembangan, Kompol Fahrul Sudiana beberapa waktu lalu akibat menggelar resepsi pernikahan jadi acuan Popi.

Lantas, apakah Popi mengadukan masalah ini ke aparat RT atau RW?

“Justru, ini mantan-mantan (pejabat) RT di sini (panitia), (entah) apa dia masih menjabat, saya baru 2 tahun di sini. Sepertinya, setahu saya, mereka menjabat sebagai RT. Terus, masih ada salah satu panitia yang disebut ‘Bu RW’,” jelas Popi.

“Pelakunya justru itu, kan aneh. Bagaimana bisa lapor, orang istrinya juga pelakunya. Mau lapor sama siapa? Berarti sudah izin (kepada RW) kan, orang yang disebut ‘Bu RW’ yang mengoordinir acara itu,” tambah dia.

Popi lapor polisi

Sabtu (11/4/2020), Popi masih berharap perayaan Maulid Nabi di masjid pada hari Minggu urung terselenggara. Mungkin saja mereka berubah pikiran, gumamnya. Namun, harapan itu rupanya bak mimpi di siang bolong.

Hari yang dinanti para panitia tiba. Minggu (12/4/2020), mulai ada keramaian di masjid, kata Popi, sekitar pukul 08.00.

Merespons peristiwa itu, ia lantas melaporkannya ke aparat berwenang. Berbekal pengalamannya sebagai wartawan, ia menghubungi salah seorang pejabat Polres Metro Depok melalui SMS untuk melaporkan kerumunan tersebut.

“Cuma dia doang yang saya kasih (laporan). Dia meneruskan, memerintahkan ke Kapolsek. Kapolsek suruh anak buah,” tutur Popi.



Kepala Bagian Humas Polres Metro Depok, AKP Firdaus mengetahui peristiwa tersebut. Firdaus menegaskan, perayaan Maulid Nabi di masjid itu tak mengantongi izin kepolisian.

“Tidak ada izin,” kata dia ketika dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.

“Laporannya (ada acara yang mengundang kerumunan di masjid) sudah ditindaklanjuti,” ujar Firdaus.

Popi masih diam di rumahnya yang ada di belakang masjid, setelah melaporkan kerumunan itu ke Polres Metro Depok. Betul kata Firdaus, polisi menindaklanjuti laporan itu.

Popi menerima informasi dari warga, beberapa polisi datang menyambangi Masjid Jami Almuhajirin sekitar pukul 10.30. Sesuatu yang menurut Popi terlambat.

“Informasi dari warga, polisi tidak masuk ke masjid, (melainkan) duduk-duduk and mereka dikasih makanan juga, terus pulang bawa tentengan, ketawa-ketawa. Kan enggak lucu, hampir 2 jam baru datang, pas (perayaan) sudah mau selesai. Lucunya, bukannya masuk masjid (untuk) membubarkan, tapi memang pas bubar,” tukas Popi.

“Terus bahas-bahas aku. Ada saksi warga bilang, loh kok (mereka) membicarakan saya. Kok tahu saya yang melapor?” tambah dia.

Popi di-bully karena laporannya bocor

Popi terkejut, tiba-tiba namanya menjadi sasaran tembak warga yang dilaporkannya. Aneka umpatan mengalir deras di grup WhatsApp warga di mana ia tak ada di dalamnya.

“Ada yang memberiku screenshot (tangkapan layar), habislah aku dibilang wartawan gadungan, menghina lah, buruk muka, buruk hatinya, iblis. Ada screenshot-nya,” aku Popi.

“Jadi saya tuh seolah-olah manusia, di mata mereka, kayak iblis. Benar saya dikata-katain gitu, berhati iblis,” tambah dia.

Umpatan itu karena warga mengetahui Popi-lah yang melaporkan acara tersebut ke polisi. Salah seorang warga memiliki teks pesan laporan yang dikirim Popi ke polisi itu.

Popi pun dua kali kecewa. Sudah tak diindahkan oleh warga yang tetap nekat menggelar perayaan berjamaah, Popi patah hati karena laporannya ke polisi bocor.

Akibatnya, Popi kini dirundung hujatan oleh mereka yang sejak awal berseberangan pendapat dengannya yaitu warga yang ngotot merayakan Maulid Nabi di tengah pandemi.

Terus terang, ia terkejut ketika namanya dijadikan sasaran tembak oleh warga yang merasa terusik.

Popi menyayangkan laporannya ke polisi bisa bocor. Padahal, ia menganggap laporan itu sebagai upayanya sebagai warga negara untuk bahu-membahu melawan pandemi Covid-19 yang membutuhkan kerja bersama.

Akibat bocornya laporan tersebut, beserta identitas dia sebagai pelapor, Popi dan warga yang ngotot tadi justru bersitegang, alih-alih bersatu melawan Covid-19.

Pada akhirnya, insiden bocornya laporan ini membuat Popi merasa geram ketimbang berlangsungnya perayaan. Ia mengecam anggota polisi, siapa pun itu, yang membocorkan laporannya.

Popi paham, laporannya pasti akan diteruskan ke jajaran hingga anggota polisi di lapangan. Namun, bukan berarti laporan itu jadi menyebar di kalangan warga.

Kepala Bagian Humas Polres Metro Depok, AKP Firdaus sempat ditanya mengenai hal ini. Namun dia mengaku tak tahu soal laporan yang bocor itu.

“Ini yang belum tahu kami, menyebarkan identitas seperti apa?” ujar AKP Firdaus kepada Kompas.com saat diminta tanggapannya mengenai pengakuan Popi.

Popi di-bully karena laporannya bocor

Popi terkejut, tiba-tiba namanya menjadi sasaran tembak warga yang dilaporkannya. Aneka umpatan mengalir deras di grup WhatsApp warga di mana ia tak ada di dalamnya.

“Ada yang memberiku screenshot (tangkapan layar), habislah aku dibilang wartawan gadungan, menghina lah, buruk muka, buruk hatinya, iblis. Ada screenshot-nya,” aku Popi.

“Jadi saya tuh seolah-olah manusia, di mata mereka, kayak iblis. Benar saya dikata-katain gitu, berhati iblis,” tambah dia.

Umpatan itu karena warga mengetahui Popi-lah yang melaporkan acara tersebut ke polisi. Salah seorang warga memiliki teks pesan laporan yang dikirim Popi ke polisi itu.

Popi pun dua kali kecewa. Sudah tak diindahkan oleh warga yang tetap nekat menggelar perayaan berjamaah, Popi patah hati karena laporannya ke polisi bocor.


Akibatnya, Popi kini dirundung hujatan oleh mereka yang sejak awal berseberangan pendapat dengannya yaitu warga yang ngotot merayakan Maulid Nabi di tengah pandemi.

Terus terang, ia terkejut ketika namanya dijadikan sasaran tembak oleh warga yang merasa terusik.

Popi menyayangkan laporannya ke polisi bisa bocor. Padahal, ia menganggap laporan itu sebagai upayanya sebagai warga negara untuk bahu-membahu melawan pandemi Covid-19 yang membutuhkan kerja bersama.

Akibat bocornya laporan tersebut, beserta identitas dia sebagai pelapor, Popi dan warga yang ngotot tadi justru bersitegang, alih-alih bersatu melawan Covid-19.

Pada akhirnya, insiden bocornya laporan ini membuat Popi merasa geram ketimbang berlangsungnya perayaan. Ia mengecam anggota polisi, siapa pun itu, yang membocorkan laporannya.


Popi paham, laporannya pasti akan diteruskan ke jajaran hingga anggota polisi di lapangan. Namun, bukan berarti laporan itu jadi menyebar di kalangan warga.

Kepala Bagian Humas Polres Metro Depok, AKP Firdaus sempat ditanya mengenai hal ini. Namun dia mengaku tak tahu soal laporan yang bocor itu.

“Ini yang belum tahu kami, menyebarkan identitas seperti apa?” ujar AKP Firdaus kepada Kompas.com saat diminta tanggapannya mengenai pengakuan Popi.

sumber


Anggota DPR Pose Pakai APD, Bikin Publik Murka: Nyesel Pilih Mereka

Anggota DPR Pose Pakai APD, Bikin Publik Murka: Nyesel Pilih Mereka

Suara.com - Satgas Lawan Covid-19 DPR RI mendadak menuai sorotan di media sosial, selepas memamerkan foto berseragam alat pelindung diri (APD).

Foto tersebut viral setelah dibagikan oleh pemilik akun Twitter @Hanifah933, Rabu (15/4/2020).

Terlihat sejumlah anggota Satgas Lawan Covid DPR tengah berdiri di depan lobi Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Mereka mengenakan seragam putih dan sebagian di antaranya juga tampak memakai masker.

Satgas Lawan Covid-19 DPR lalu memamerkan pose mengepal tangan ke hadapan kamera.

Sayangnya, foto tersebut menuai kecaman dari warganet lantaran dinilai berlebihan memakai APD.

Pasalnya diketahui, tenaga medis Indonesia yang berjuang melawan virus corona. masih kekurangan APD 

"Dear @DPR_RI foto selfie dengan memakai baju APD, sementara paramedis di seluruh nusantara berjibaku kekurangan APD. Your are all embarrassing and heartless (Kalian sangat memalukan dan tidak punya hati --red)," tulis @Hanifah933, seperti dikutip Suara.com, Kamis (16/4).

Anggota DPR Pose Pakai APD, Bikin Publik Murka: Nyesel Pilih Mereka

Kecaman itu lantas ditimpali oleh warga Twitter lainnya yang tak kalah memberikan sindirian menohok kepada Satgas Lawan Covid-19 DPR.

Seperti akun @dee_jacobusyang menuliskan, "Mereka makhluk-makhluk tidak relevan. Entah sampai kapan kita punya parlemen kelas jongkok begini. Hanya segelintir anggota perlemen yang benar-benar paham dan amanah".

"Hahaha...bagus, pede amat. Yang di lapangan berjuang langsung, berhadapan dengan maut, mereka perlu selfie, ada yang buka masker, supaya terkenal," timpal @FArmijin.

Sementara @winu_waluya menyebut, "Nyesel banget milih mereka...sumpah".

"Di tengah-tengah kondisi memprihatinkan begini dagelan apa lagi yang kau pertontonkan wahai anggota dewan," kata @marni_marsum.

Anggota DPR Pose Pakai APD, Bikin Publik Murka: Nyesel Pilih Mereka

Dari hasil penelusuran Suara.com, foto anggota DPR yang diklaim warganet memakai APD juga dibagikan oleh akun @Satgaslwanco19.

Saat itu, Satgas Lawan Covid-19 hendak memberikan bantuan APD berupa masker dan obat herba ke Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran.

Kenakan Pakain Mirip APD Viral, DPR Bingung yang Dibahas Bukan Sumbangannya

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjawab soal foto viral ketika perwakilan anggota Satgas Lawan Covid-19 DPR yang disangka memakai pakaian menyerupai alat pelindung diri (APD) dengan berlatar belakang Gedung Nusantara III.

Apabila dilihat sekilas, pakaian bernuansa putih polos itu memang terkesan seperti APD.

Namun, Wakil Ketua DPR sekaligus Koordinator Satgas Lawan Covid-19 Sufmi Dasco Ahmad menegaskan pakaian tersebut hanya menyerupai, tetapi dari segi bahan berbeda dengan APD yang dipakai tenaga medis.

Lagipula, kata Dasco, pakaian serba putih itu merupakan seragam khas milik Satgas Lawan Covid-19 yang dipakai dalam rangka menyumbangkan APD untuk para tenaga medis.

"Yang kami pakai itu menyerupai, tapi bahannya berbeda. Sementara kami ke sana kan menyumbang APD yang benar-benar bisa dipakai untuk tenaga medis. Namanya seragam satgas kan kita boleh saja, itu kan sedang Covid begitu. Tapi bahannya berbeda dengan yang seragam untuk APD untuk medis. Nah yang kami sumbangkan itu kan lebih banyak dan kualitasnya lebih ya memang standar APD, beda dengan yang kami pakai," tutur Dasco kepada wartawan, Rabu (15/4/2020).

https://www.suara.com/news/2020/04/1...l-pilih-mereka


TGUPP Anies Jelaskan Dana Bansos Senilai Rp600 Ribu per KK

TGUPP Anies Jelaskan Dana Bansos Senilai Rp600 Ribu per KK

TGUPP Anies Jelaskan Dana Bansos Senilai Rp600 Ribu per KK

Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta Tatak Ujiyati meluruskan jumlah penerima bantuan sosial (bansos) yang diberikan pemprov yakni sebanyak 1,25 juta masyarakat Jakarta.

Padahal, diketahui sebelumnya saat Gubernur DKI Anies Baswedan teleconference dengan Wapres Ma'ruf Amin disebutkan mencapai 3,7 juta jiwa.

Dalam tulisan di akun Facebook-nya, ia menjelaskan angka 3,7 juta jiwa yang sempat disebutkan Anies saat teleconference itu adalah dari total masyarakat miskin dan rentan miskin. Tatak menjelaskan angka itu adalah hanya estimasi yang berasal dari formula Bank Dunia, yaitu 40% dari populasi adalah masyarakat terdampak.

"Angka ini memasukkan angka penduduk miskin, hampir miskin dan nyaris miskin," tulis Tatak di akun Facebook dan sudah dikonfirmasi CNNIndonesia.com kepada yang bersangkutan, Rabu (15/4).


Lebih lanjut, Tatak menyatakan banyak masyarakat yang salah persepsi terkait bantuan tersebut. Tatak mengatakan 1,25 juta masyarakat itu dalam satuan kepala keluarga, bukan jumlah masyarakat murni.


"Data akhirnya kira-kira 1,25 juta Kepala Keluarga, sebagaimana disebut Mas Anies. Atau kalau dihitung jumlah orang ada kira-kira 2,5 juta jiwa," tulis perempuan yang tergabung dalam Komite Pencegahan Korupsi di TGUPP DKI tersebut di akun Facebook-nya

Dengan demikian, merujuk apa yang diutarakan Tatak tersebut, 1 kepala keluarga asumsinya dihitung rata-rata terdiri atas dua orang.

Saat dikonfirmasi lebih lanjut mengenai kira-kira jumlah orang dalam 1 KK itu jika merujuk pada jumlah orang yang menerima bansos DKI, Tatak menjawab kepada CNNIndonesia.com, "Bukan asumsi, itu data setelah di-cross check dengan data KK dari dukcapil. Untuk pastinya bisa ditanyakan langsung ke Ketua Gugus Tugas Covid ya."

Dalam lanjutan tulisan di akun Facebook-nya, Tatak menjelaskan dari formula Bank Dunia itu, Pemprov DKI pun melakukan verifikasi lebih lanjut dengan mencocokkan kepada data penduduk dan penerima bantuan yang selama ini sudah bergulir. Hasilnya, tetap ada 1,25 juta KK atau 2,5 juta jiwa yang dibantu oleh DKI Jakarta melalui dana APBD.

"Artinya data penerima bansos tahap pertama itu basis datanya tunggal. Yaitu data yang sudah dikumpulkan Pemprov DKI Jakarta. Totalnya kurang lebih 1,25 juta KK atau 2,5 juta jiwa. Bukan 3,7 juta jiwa lagi (sebab ini hanyalah estimasi awal)," tulis Tatak.

"Dari fakta tersebut di atas kita bisa meluruskan. Asumsi bahwa ABW menyediakan 1,25 juta dan sisanya 2,5 juta jiwa akan dibantu Jokowi -- tidak tepat. Yang benar jumlah Kepala Keluarga yang akan dibantu jumlahnya tetap, yaitu kurang lebih 1,25 juta jiwa itu. Dana APBD dan APBN akan dikeluarkan pada tahapan yang berbeda," imbuhnya pada tulisan tersebut.


Sumber Dana

Selain jumlah penerima bantuan, dalam tulisannya Tatak juga menyatakan jumlah bantuan tahap pertama berasal dari kocek APBD DKI. Sementara bantuan tahap selanjutnya diharapkan dari APBN dari Kementerian Sosial.

Tatak juga menjelaskan detail bahwa awalnya jumlah bantuan yang akan diberikan ke masyarakat ialah sebesar Rp1 juta per keluarga. Namun, ada sejumlah penyesuaian yang membuat angka itu turun jadi Rp880 ribu per kepala keluarga, dan terakhir menjadi Rp600 ribu per kepala keluarga.


"Keadaan ekonomi sedang sulit, pendapatan negara juga berkurang. Angka Rp 600.000 ini pun harus kita syukuri. Jadi asumsi bahwa warga akan menerima bantuan dobel dari Pemprov DKI Jakarta dan dari Pemerintah Pusat pada saat yang sama, itu keliru," tegas dia di tulisannya.

Dana Rp600 ribu itu juga tidak diberikan dengan uang tunai, melainkan dengan barang. Tatak membeberkan untuk satu paket kedatangan jumlah yang ditetapkan ialah sebesar Rp149.500, dan akan diberikan sebanyak 4 kali atau senilai Rp598.000.

Ia menjamin angka-angka itu kredibel, dan akan kembali ke kocek DKI jika berlebih. Ia juga menyatakan angka ini bisa diverifikasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di kemudian hari.

"Angka pengeluaran riil yang Rp149.500 per paket ini yang akan dipertanggungjawabkan kemudian. Jadi bukan diumpetin apalagi dikorupsi. Soal kredibilitas penyalurannya bagaimana nanti akan dinilai kemudian oleh audit BPK," beber dia.

Terakhir ia menyatakan hingga hari ini DKI masih belum menerima dana dari pusat untuk disalurkan kepada masyarakat. Ia berharap agar masyarakat memahami situasi yang ada dan tidak melakukan provokasi lebih lanjut.

"Dana ini dikelola oleh Kementerian Sosial dan sejauh ini belum disalurkan. Menunggu giliran setelah bansos Pemprov DKI Jakarta tahap I selesai. Demikianlah, semoga bisa meluruskan. Sangat disayangkan masih saja ada yang memprovokasi dengan memanfaatkan situasi," tutup dia.
(ctr/kid)
sumber

*******

Tolong KPK siap-siap ya. Masih berlaku kan hukuman mati bagi pihak yang mengkorupsi dana bantuan sosial disaat bencana? Nanti kalau ternyata benar ada korupsi dana bantuan sosial yang dikorupsi tapi pelakunya tidak bisa diseret ke meja hukum, bubar saja KPK.

Ini sekedar mengingatkan, awal April 2020, artinya baru sekitar 2 minggu yang lalu, Anies meminta bantuan pusat untuk menafkahi para masyarakat miskin yang dikatakannya berjumlah 3,7 juta jiwa.
Ingat ya, jiwa atau orang, bukan KK atau Kepala Keluarga . Dan itu dikatakan Anies didepan Wakil Presiden. Lalu ketika ditanya Wakil Presiden, apakah yang 3,7 juta jiwa ini sudah valid datanya, Anies mengatakan bahwa yang sudah valid adalah 1,1 juta jiwa atau orang. Sekali lagi, ini bukan KK atau Kepala Keluarga. Lalu ketika Anies mengatakan bahwa yang nantinya mendapat bantuan sosial adalah warga yang ber KTP DKI Jakarta, dan juga dimungkinkan yang tidak ber KTP Jakarta, maka lagi-lagi ini bukan KK atau Kepala Keluarga.

Lantas dimana bedanya KK dengan KTP?
Dalam sebuah KK, bisa jadi ada 2 minimal orang yang telah mempunyai KTP, yaitu orangtua. Ini kalau anak dalam sebuah KK belum mempunyai KTP. Tetapi bisa jadi dalam sebuah KK justru seluruh anggota keluarga telah mempunyai KTP. Dan dalam sebuah KK, bisa ada 3 jiwa, bisa juga 5 jiwa.

Dari sini, sudah mulai rancu. Perhitungan Anies yang menyebut 1,1 juta jiwa, ini menurut KTP atau bukan? Kalau bukan, artinya Anies telah menghitung jumlah orang didalam ribuan KK DKI Jakarta. Dan artinya, KK yang dihitung, pastinya lebih kecil dari 1,1 juta jiwa. Anggaplah dalam 1 KK ada 3 orang yaitu 2 orangtua dan 1 anak. Ini berarti jumlah KK yang terhitung ada sekitar 1,1 juta jiwa : 3 = 366.666 KK.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana mungkin anggota TGUPP ini bisa menjabarkan jumlah 1,1 juta jiwa itu menjadi 1,1 juta KK? Dan bagaimana mungkin dari 1,1 juta KK menjadi 2,5 juta jiwa?

Sekarang kita berhitung pakai nalar dan logika. Jika 1,1 juta KK itu menjadi 2,5 juta jiwa, artinya dalam 1,1 juta KK itu hanya terdiri dari orangtua tanpa anak. Ya dong. 1,1 juta KK x 2 orang = 2,2 juta jiwa. Lalu yang 300 jiwa? Kita masukan dalam KK tersebut, artinya dari 1,1 juta KK itu 300.000 KK berisi 3 orang dalam sebuah keluarga, dan 800.000 KK adalah sebuah keluarga tanpa anak. 

Masuk logika?

Perhitungan itu didapat kalau TS mengikuti kata-kata Anies yang mengatakan bahwa 1,1 juta jiwa telah valid by name by address.

Kalau kita ikut kata-kata anggota TGUPP nya Anies yang mengkoreksi kata-kata Anies menjadi 1,25 juta KK lalu menyebut angka 2,5 juta jiwa, artinya seluruh keluarga yang KKnya tercatat itu TIDAK PUNYA ANAK!

Jadi, sampai sini saja sebenarnya Anies telah berbohong didepan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin. Dan pastinya berbohong juga pada rakyat Indonesia yang menonton saat Anies teleconference dengan Wakil Presiden. Dan pastinya jumlah 3,7 juta jiwa yang disebut Anies hanyalah akal-akalan Anies agar dilihat wah. Ini lho Jakarta. Kami akan mengeluarkan dana sekian T untuk sekian juta warga.

Dan ketika jumlah bantuan dana yang tadinya 1 juta menjadi 850 ribu lantas menciut lagi menjadi 600 ribu, silakan dinilai sendiri.

Apalagi ketika nilai bantuan sosial yang dikatakan senilai 149.000 ternyata nilainya hanya dikisaran 120 an ribu, maka bau-bau korupsi sangat kental.

Lihat yang dibold miring.
Karena bingung, akhirnya kejeblos sendiri dengan kata-katanya.

Pahit memang kenyataan ini bagi pendukung Anies. Tapi inilah faktanya.
Kalau tidak terima, silakan mendebat tanpa oot.
Silakan.

Ngopi dulu ah....




Presiden Ukraina Janjikan Imbalan Rp 16 Miliar untuk Penemu Vaksin Corona


Presiden Ukraina Janjikan Imbalan Rp 16 Miliar untuk Penemu Vaksin Corona


Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menjanjikan imbalan US$ 1 juta atau setara Rp 16 miliar bagi ilmuan yang berhasil mengembangkan vaksin virus corona. Dilansir dari AFP, Selasa (14/4/2020), janji imbalan dari Presiden Ukraina itu disampaikan melalui juru bicaranya, Yuliya Mendel, dalam pernyataan kepada AFP.

“Presiden Zelensky meyakini US$ 1 juta sebagai insentif yang baik,” sebut Mendel. Mendel menyebutkan bahwa tujuan pemberian insentif ini, untuk mendorong pengembangan vaksin yang akan ‘menyelamatkan ratusan ribu nyawa’.

“Presiden sangat ingin para ilmuwan Ukraina untuk bekerja lebih aktif dalam mengembangkan obat yang akan membantu seluruh dunia,” ucap Mendel.

Mendel menambahkan bahwa permintaan Presiden Zelensky untuk pengembangan vaksin virus corona telah dikirimkan ke Akademi Sains Ukraina pada bulan lalu.


Pada Senin (13/4/2020) waktu setempat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti pentingnya pengembangan vaksin untuk virus corona. WHO menyebut bahwa vaksin sangat diperlukan untuk sepenuhnya menghentikan penularan virus corona, yang kini telah menewaskan lebih dari 119 ribu orang di seluruh dunia.

Otoritas Ukraina sejauh ini mengonfirmasi 3.102 kasus virus corona di wilayahnya, dengan 98 kematian. Pemerintah Ukraina telah memerintahkan penutupan sekolah-sekolah, universitas dan tempat-tempat umum untuk membatasi penyebaran virus corona. Sistem kereta metro di tiga kota di negara itu juga telah dihentikan sementara.

sumber


Kamis, 16 April 2020

Pasien Covid-19 Tersebar di 237 Kelurahan Jakarta, Kasus Terbanyak di Petamburan


Pasien Covid-19 Tersebar di 237 Kelurahan Jakarta, Kasus Terbanyak di Petamburan


JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah pasien positif Covid-19 di Jakarta mencapai 2.447 orang hingga Rabu (15/4/2020) ini. 

Dari total pasien positif Covid-19 di Ibu Kota, 164 orang dinyatakan sembuh, sementara 246 pasien lainnya meninggal dunia. 

Data terbaru mengenai kasus Covid-19 di Jakarta bisa dilihat melalui situs web corona.jakarta.go.id. 

Berdasarkan informasi di situs web tersebut, kasus positif Covid-19 tersebar di 237 kelurahan dari total 267 kelurahan di Jakarta. 

Pasien positif Covid-19 paling banyak tinggal di Kelurahan Petamburan, Jakarta Pusat, yaitu 34 pasien. 

Angka kasus positif Covid-19 di Petamburan ini melonjak dibandingkan Selasa (14/4/2020). 

Pada Selasa kemarin, pasien positif Covid-19 di Petamburan dilaporkan ada 9 orang. 
Artinya, dalam satu hari, jumlah pasien positif Covid-19 di Petamburan bertambah 25 orang. 

Kemudian, kasus positif Covid-19 terbanyak kedua berada di Kelurahan Pegadungan, Jakarta Barat, dengan 28 kasus. 

Berikut 10 kelurahan di Jakarta dengan kasus positif Covid-19 terbanyak: 

1. Petamburan, Jakarta Pusat: 34 kasus
2. Pegadungan, Jakarta Barat: 28 kasus 
3. Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara: 26 kasus 
4. Pondok Kelapa, Jakarta Timur: 26 kasus 
5. Pondok Pinang, Jakarta Selatan: 24 kasus 
6. Kalideres, Jakarta Barat: 23 kasus 
7. Kebon Jeruk, Jakarta Barat: 21 kasus 
8. Duren Sawit, Jakarta Timur: 18 kasus 
9. Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara: 17 kasus 
10. Pademangan Barat, Jakarta Utara: 17 kasus

https://megapolitan.kompas.com/read/...nyak-di?page=1


Awas Aturan Ekstra, Pemotor Ini Kena Tilang karena Tak Pakai Sarung Tangan

Awas Aturan Ekstra, Pemotor Ini Kena Tilang karena Tak Pakai Sarung Tangan

Suara.com - Lazimnya, selain membawa surat-surat 'wajib', pengendara motor juga diharuskan untuk menggunakan helm. Namun bagi anda yang sedang tinggal di daerah yang tengah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), anda harus punya persiapan ekstra.

Setidaknya itulah hal yang tersirat dari potingan viral satu ini. Viral di media sosial, seorang pengendara motor yang mengaku terkena tilang akibat diterapkannya PSBB. "Hati-hati yang nggak pakai sarung tangan, yang punya di kawasan PSBB" kata warganet tersebut.

Postingan ini diunggah oleh akun @newdramaojol.id hari ini (15/4/2020). Dalam postingan tersebut, terlihat surat sebuah surat tilang yang diterima sang pengendara motor.

Awas Aturan Ekstra, Pemotor Ini Kena Tilang karena Tak Pakai Sarung Tangan

Dalam surat tersebut, rupanya terlihat lima aturan baru yang berlaku. Yakni pengendara wajib menggunakan masker. Selain itu, pengendara juga wajib mengenakan sarung tangan.

Lalu, pengguna motor kedapatan mempunyaisuhu tubuh di atas normal. Dua aturan lainnya adalah pengendara ojol dilarang mengangkut penumpang.

Yang terakhir, pengendara motor dilarang membawa penumpang dengan alamat yang berbeda.

Rupanya aturan ini masih belum banyak diketahui oleh warganet. Tak heran,jika banyak yang cukup kaget dengan adanya aturan tersebut.

"Lohh, katanya psbb gak bakalan ditilang, cuma sanksi teguran aja." tulis @maleshunting.

"Bukannya yg wajib masker ya???" kata @a.carolina_289.

https://www.suara.com/otomotif/2020/...-sarung-tangan